1 tersesat di kampus

Geri namanya, pemuda tampan bak pangeran di sebuah kerajaan terlihat mondar-mandir di kampus barunya. Ia kebingungan mencari kelasnya, ia terus berjalan mencari kelasnya sedari pagi, tapi ia tidak menemukan kelasnya itu sama sekali.

Hingga ia sampai di sebuah ruangan kelas kosong, ya ia mengetahui itu dari tulisan yang ada diatas pintu ruangan itu. Ia mencoba memasuki ruangan itu, lumayan cukup luas untuk sebuah kelas, ketika diluar tadi dia tidak merasa kalau didalam ada orang, hingga dia main masuk aja ke kelas itu. Namun, ternyata didalam itu ada seseorang,ya seorang wanita manis berambut pendek berwarna keemasan, ia menatap Geri dan tersenyum padanya. Geri yang menyadari itu pun membalas senyuman wanita manis itu, ia beranjak mendekati wanita itu untuk melihat apa yang sedang dilakukannya sendirian di dalam kelas ini. Geri langsung duduk di samping wanita itu, wanita itu menunjukkan sikap bahwa ia tidak keberatan Geri duduk di sebelahnya, ia pun bertanya kepada wanita itu tentang apa yang dilakukannya di kelas ini sendirian.

"Sedang apa kamu disini?" tanya Geri.

"Oh, aku sedang melukis disini" jawab wanita itu.

"Ini sudah menjadi kebiasaanku ketika menunggu waktu kelas ku tiba" lanjutnya.

"Oh ya" kata Geri kagum.

Geri pun beringsut sedikit dari tempat duduknya untuk melihat lukisan wanita itu dan tanpa sadar jarak mereka semakin tanpa jarak, tubuh Geri sedikit menempel ke wanita itu. Wanita itu menyadari itu, namun ia tak keberatan. Ia seolah merasa nyaman dengan tubuh Geri yang sangat atletis itu, ya Geri rajin berolahraga dan ia memiliki gym sendiri dirumah. Dan sepertinya wanita itu pun tertarik dengan Geri yang tampan itu. Setelah cukup puas mengamati lukisan wanita itu, Geri pun kembali ke tempat duduknya semula, Geri berdecak kagum dengan lukisan wanita itu, ia pun berkata pada wanita itu.

"Cukup bagus lukisan kamu" kata Geri kagum

"Dimana kamu ikut kursus melukis, sehingga kamu bisa melukis sebagus itu" tanya Geri melanjutkan perkataannya tadi.

"Tidak, aku tidak pernah tidak pernah ikut kursus atau apapun itu" kata wanita itu.

"Orang tuaku yang melatihku melukis, sehingga aku bisa melukis seperti ini" lanjutnya.

"Ayahku adalah seorang pelukis di kota ini, dialah yang mengajariku sedari kecil melukis" lanjutnya lagi.

Geri mengangguk paham.

"Pantas saja tulisannya bagus" gumam Geri.

"Ternyata ayahnya seorang pelukis, sudah pasti ayahnya menginginkannya dia untuk menjadi penerus keterampilannya itu, tapi siapa sih orang ayahnya itu?" Geri bergumam lagi dan bertanya-tanya.

"Ah, nanti akan kutanya padanya" pikir Geri.

Ketika Geri hendak bertanya, wanita itu malah bertanya duluan.

"Emang bagus lukisanku ya?" tanyanya.

"Hmmm" jawab Geri.

"Bagus, malah ini lebih bagus dari lukisan yang pernah kulihat di tempat lain" sambungnya.

"Ah, Masa iya?" tanya wanita itu penasaran dibarengi perasaan senang karena baru ini ada yang mengatakan lukisannya bagus.

"Iya" jawab Geri dengan menunjukan wajah serius untuk meyakinkan wanita itu bahwa lukisan nya bagus.

"Terima kasih" ucapnya dengan wajah berseri-seri.

"Kamu tau gak?" dia bertanya Geri.

"Tau apa?" tanya Geri kembali.

"baru kamu orang diluar rumah yang mengatakan lukisanku bagus."jawab wanita itu dengan berseri-seri.

Wanita itu merasa senang sekali mendapat pengakuan seperti itu dari Geri dan tanpa sadar ia pun memeluk Geri.

Melihat itu, Geri terkejut dengan tingkah wanita itu. Seberani itu dia memeluk dirinya, padahal baru sekitar 30 menit yang lalu mereka kenal, wanita itu sudah berani bertingkah seperti itu.

"Hei, apa-apaan kamu?" tanya Geri heran.

"Hihihi, maaf" jawab wanita itu.

"Sebegitu senangnya kah kamu?" tanya Geri heran.

"Kamu belum tau apa yang kurasakan selama ini, semua orang di kampus ini selalu mengatakan lukisan ku tidak bagus" katanya.

"Setiap aku melukis di tempat umum, mereka selalu mengolok-olokku dengan mengatakan lukisan ku jelek lah" curhat wanita itu.

"Mereka selalu seperti itu, menggangguku ketika sedang melukis di tempat umum dengan menyobek-nyontek kertasku" lanjutnya.

"Terus?" tanya Geri, seolah dia mengerti bahwa wanita itu ingin curhat kepadanya.

"Aku bisa saja melawan mereka, tapi aku tak ingin itu terjadi, orang tuaku mengajarkanku untuk tidak berbuat keributan ditempat umum, ayahku pernah berkata " jangan buat keributan, walaupun kamu yang benar lebih baik kamu mengalah, walaupun kamu menang di keributan itu, kamu tetap saja mendapat malu, jadilah anak yang baik pesan ayahku" kata-kata itu yang selalu kuingat" kata wanita itu bercerita panjang lebar.

"Berdasarkan pesan itulah, aku berpikir mencari ruangan kosong di area kampus ini, agar aku bisa melukis dengan tenang ketika jeda jam kuliah" lanjutnya.

"Apakah kamu tidak takut seorang diri disini" tanya Geri.

"Tidak, malah aku selalu merasa tenang dan nyaman disini" jawabnya.

"Terus, jika mereka yang sering mengganggu kamu itu menemukan kamu disini dan menganggu kamu gimana?" tanya Geri

Geri terus bertanya seperti mengintrogasi.

"Tidak, mereka tidak akan menemukanku, karena tempat ini jauh dari ruangan belajar" jawabnya.

Geri dan wanita terus bercerita seperti sudah lama kenal, padahal berkenalan saja mereka belum.

Dan wanita itupun sejak pertama mereka bercerita tidak pernah mengenalkan dirinya, mungkin semua wanita seperti itu ya? Harus pria yang terlebih dahulu mengajak berkenalan.

Hingga Geri pun lupa dengan kelasnya, sepertinya dia tidak memperdulikan itu lagi. Jam yang ada dinding ruangan itu menunjukkan waktu 10,30, itu menandakan hari semakin siang. Geri pun seolah sudah nyaman dengan wanita itu.

Waktu memang semakin mendekati tengah hari, tapi sepertinya cuaca diluar sana tidak bekerja sama dengan sang waktu. Buktinya, walaupun hampir tengah hari, diluar sana sepertinya sangat teduh sekali seperti tadi pagi. Benar saja, ternyata cuaca memang tidak bersahabat, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan.

Geri melirik kearah jarum jam yang ada ditanya, dia mendelik melihat angka yang ditunjuk jarum jam yang ada ditangannya itu. Dia beringsut dari tempat dia duduk itu, dia bergerak ingin keluar ruangan itu, melihat Geri hendak melangkah keluar, wanita itu langsung mencekal tangan Geri dan bertanya.

"Kamu hendak kemana?" tanyanya.

"Aku mau pergi, sebentar lagi kelasku akan dimulai" jawab Geri.

"Tunggu, kita sudah cukup lama bercerita disini, tapi aku tidak tau namamu" ucap wanita itu.

"Bisakah kau memberi tau namamu?" pinta wanita itu.

"Oh tidak, aku hampir lupa memberitahu namaku" jawab Geri sambil menepuk jidatnya.

"Perkenalan namaku Geri, lengkapnya Geri Jhonson" ucap Geri.

" Oh, nama yang cukup bagus" ucap wanita itu memuji Geri.

"Kalau begitu perkenalkan, namaku Nagita Taylor" ucapnya.

"Kamu panggil saja aku Nagita, ok" sambungnya.

" ok Nagita, kalau begitu aku pergi ya!" ucap Geri berpamitan.

"Baiklah, tapi tunggu sebentar, ada yang sesuatu yang ingin kuberikan kepadamu" lanjutnya.

Wanita itu mengambil tasnya dan merogohnya untuk mengambil sesuatu yang ada didalam tas tersebut, akhirnya apa yang dia cari dapat, ia memberikan itu kepada Geri.

Sesuatu yang berbentuk kotak dibalut kertas manila berwarna merah tua dan diikat dengan seutas pita berwarna emas, Geri menerimanya.

Sebenarnya Geri penasaran dengan isi kotak itu, namun rasa penasarannya terkalahkan dengan tergesa-gesanya dia yang ingin segera menemukan kelasnya.

Geri keluar dari ruangan itu dan ia berjalan ke arah timur kampus itu, dalam perjalanan menuju kelasnya tiba-tiba dia teringat dengan seorang temannya yang lebih dulu kuliah di kampus ini, dia pun langsung menghubungi temannya itu.

Dalam pembicaraan di telepon itu, temannya memberi taunya bahwa dia tidak jauh lagi dari kelasnya, temannya itu menunjukkan arah kelasnya melalui telpon itu. Geri diminta berjalan lurus sepanjang 40 meter kedepan dan setelah itu ia belok kekanan sejauh 50 meter, disitulah letak kelasnya, tutur temannya. Geri mengikuti petunjuk temannya itu, ia berjalan dengan terburu-buru, ia tak ingin hari pertamanya belajar di kampus ini sampai terlambat.

Akhirnya dia sampai di ruangan kelas yang ia cari, ia langsung masuk ke ruangan itu. Ketika Geri masuk, semua orang memandangi Geri. Entah apa yang ada dipikiran mereka, Geri melirik kesana-kemari ruangan itu, ia mencari bangku yang kosong dan akhirnya dia mendapatkannya, tepat dipojok ruangan dekat dengan jendela, di ruangan ini hanya memiliki dua jendela. Ini sesuai harapan Geri, disamping bisa dapat sirkulasi udara, Geri juga bisa memandang keluar jendela dengan bebas, itu tidak akan membuatnya bosan belajar di kelas ini, apalagi dengan pemandangan yang ada di luar jendela sana, pemandangannya sangat menakjubkan, hamparan perkebunan dengan latar belakang Gunung.

Lima belas menit berlalu, Geri belum juga melihat tanda-tanda dosennya akan tiba, ia pun mulai sedikit bosan karena pelajaran belum dimulai. Untuk menghilangkan rasa bosan itu, Geri mencoba menulis di ponselnya, ya dia menulis sebuah cerpen yang akan dikumpulkan ke penerbit untuk diikut sertakan dalam perlombaan menulis cerpen yang diadakan oleh penerbit yang dimaksud.

Belum selesai Geri menulis, tiba-tiba saja dua orang temannya lari tunggang langgang masuk ke kelas. Ada apakah gerangan? Ternyata dosen mereka datang. Terdengar irama sepatu hak tinggi milik dosen itu menggema diluar sana.

Geri belum menyadari itu, ia masih berjibaku dengan pulpen dan bukunya. Ia begitu fokus menulis, sehingga dosen sudah berada didepan kelas saja dia tidak tau, teman di sebelahnya menyenggolnya, seolah memberitahu bahwa dosen mereka sudah tiba dan pelajaran akan segera dimulai. Geri meringis kesakitan, karena temannya itu menyenggolnya tepat di siku tangannya, bagian paling tersakit ketika dipukul bagi Geri. Geri memasukkan buku dan pulpennya ke dalam tasnya dan dia mulai memperhatikan ke arah dosen itu, Geri terbelalak heran melihat dosen yang ada di depan kelas itu.

Wajah itu tidak terlihat asing dimatanya, dia mengucek-ucek matanya sampai tiga kali...

Siapakah gerangan dosen itu?...

Nantikan di episode berikutnya...

Subscribe, agar kamu tidak ketinggalan lanjutan dari cerita ini.

avataravatar
Next chapter