1 Pertemuan dengan Mr. Adalson

Kau bisa kerumahnya hari ini Leandra, ia sudah memberi tahuku sebelumnya. Gunakan pakaian yang rapih dan sopan. Bergegaslah, semoga beruntung.

Ps. Jangan terlambat. Mr. Adalson kurang menyukai keterlambatan.

- Charlos -

Aku memasukan ponselku ke dalam saku celanaku lalu melangkahkan kakiku dengan cepat, membiarkan degup jantungku menguasai diriku saat ini. Aku tak peduli jika beberapa orang mengumpat karena aku menyenggol bahu mereka, aku hanya perlu sampai ketujuanku secepat yang aku mampu. Ini hari pertamaku, dan akan menjadi hari terakhirku bila aku merusak apa yang aku mulai saat ini.

Aku memandang jalanan kota L.A yang tampak ramai, semua orang sibuk dengan aktivitas mereka. Aku berdiri di pinggir trotoar, menunggu hingga sebuah taxi berhenti di hadapanku. banyak sekali orang yang membutuhkan taxi di tempat ini, dan aku tak mau bagianku diserobot begitu saja.

Tanganku bergerak untuk menyetop sebuah taxi berwarna kuning, membuka knop pintunya, lalu melangkah masuk dan bergegas memberikan alamat tujuanku pada supir didepanku. Aku menetralkan nafasku sesaat lalu menyandarkan tubuhku pada jok diruangan ini.

Tenang.

Tenang.

Tenang.

Aku hanya perlu tenang, dan bersikap dengan sopan.

Aku mencoba meyakinkan diriku sekuat tenaga. Mendoktrik kepalaku bahwa semuanya akan baik baik saja. Aku akan mengunjungi rumah salah satu orang yang akan menjadi majikanku. Tidak, aku bukan seorang pembantu. Aku akan bekerja sebagai seorang babysitter atau perawat anak kecil.

Tak masalah, yang penting aku masih dapat membiayai persiapan kuliahku tahun depan. Karena gajiku bekerja kali ini tiga kali lipat dari gajiku saat bekerja paruh waktu di cafe. Aku heran mengapa ada orang yang membayar seorang pengasuh anak semahal ini? Kurasa ia benar benar kaya. Ya, itu pasti. Karena alamatnya terletak di lokasi elit di L.A. dan kuharap pekerjaanku kali ini tak selelah di cafe sebelumnya. Kuharap.

"Ini, terimakasih," ucapku dengan memberikan beberapa lembar dollar pada supir di hadapanku.

Kakiku melangkah keluar dari mobil, memandang takjub pada rumah berwarna putih yang terlihat ... gila, pantas aku digaji tiga kali lipat dari gaji umumnya. Pemilik rumah ini benar benar kaya. Aku bahkan berfikir bahwa halamanya cukup untuk suatu kesebelasan sepak bola. Lupakan. Aku memang norak. Tapi sungguh, aku jarang sekali melihat rumah sebesar ini.

Aku merapihkan pakaian dan tatanan rambutku sebaik mungkin, well, aku tak mau jika majikan ini membatalkan pekerjaanku hanya karena pakaianku yang kurang sopan. Hei! Gajiku tiga kali lipat! Kau bisa bayangkan itu? Itu bahkan cukup untuk biaya makan dan lain lain. Dan aku tak sudi bila kontrak ini tak jadi dilaksanakan. Aku benar benar membutuhkan uang untuk biaya kuliahku, dan kebutuhanku yang lainnya.

"Leandra, Leandra Ashlee," ucapku pada layar kecil monitor di sisi pagar. Gerbang di hadapanku terbuka secara perlahan. Menampakkan bangunan mewah yang terlihat indah dengan tatanan taman yang indah. Bertaruh, seluruh gajiku seumur hidup tak akan mampu membeli rumah seperti ini.

Aku melangkah gugup saat kakiku menapakki lantai marmer di ruang utama, aku menatap sekitarku dengan kagum. Katakan aku norak, karena kuyakin kalian akan sulit menutup mata kalian karena teecengang akan hebatnya rumah ini.

Aku menekan tombol bel dengan jemariku, menunggu dengan gugup sambil menggigit bagian bawah bibirku. Pintu di hadapanku terbuka, menampilkan seorang wanita paruh baya yang lengkap dengan pakaian maid yang ia kenakan. Aku baru tahu bila kami diwajibkan memakai seragam. Charlos tak mengatakan hal ini padaku, atau mungkin aku yang lupa karena terfokus pada gaji besar yang dijanjikan di tempat ini.

"Aku Leandra Ashlee, aku calon pengasuh yang baru ... dan-"

"Silahkan masuk!" Wanita iu memotong perkataanku lalu membukakan pintu utama selebar mungkin. Aku tersenyum dengan maklum lalu melangkah masuk. Mengikuti langkah kaki wanita tua yang menuntunku ke ruang tamu utama. Wanita itu menoleh padaku, mengizinkanku untuk duduk sebelum lekas kembali berucap, "Mr. Adalson telah memberi tahuku, ia memintamu menunggu di sini, ia dalam perjalanan pulang"

Aku mengangguk tanpa membalas sepatah katapun, ya aku tahu Mr. Adalson, maksudku aku pernah mendengar nama itu. Charlos bilang dia majikanku, lebih tepatnya, aku akan mengasuh anaknya. Aku tak tahu ia seperti apa, namun aku rasa ia lelaki tua berlemak seperti orang orang kaya atau konglomerat lainnya. Entahlah, namun kuharap ia tak genit karena aku membenci hal itu.

Wanita paruh baya tadi memberikanku segelas es jeruk, namun lekas pergi dan berlalu dari hadapanku. Aku tak tahu ada berapa maid di sini, karena beberapa kali aku melihat orang orang berseragam maid berlalu lalang di rumah ini. Mereka semua terlihat rapih dan professional.

Dan ... di mana anak yang harus kuasuh? Aku belum melihatnya, sejujurnya, aku belum memiliki banyak pengalaman dalam mengasuh anak. Aku hanya terbiasa mengasuh keponakkanku yang masih kecil, namun beruntung karena aku masuk atas bantuan Charlos. Ia supir pribadi Mr. Adalson. Dan aku beruntung karena Mr. Adalson belum datang saat ini, aku tak mau kesan pertamaku dihadapannya buruk.

Aku meremas jemariku saat kurasa sebuah mobil berhenti di halaman depan, kepalaku mendongak mendengar langkah kaki kecil yang berlarian masuk kedalam rumah. "Ayo daddy cepat! Aku tak mau ice creamku cair"

Gadis berambut coklat itu berlari dengan sebuah kantung plastik kecil d itangannya. Ia mendongak, menatapku dengan alis yang menyeringit bingung. Gadis ini sungguh manis, rambutnya panjang dengan pakaian sekolah yang melekat di tubuhnya. Well, kurasa ia masih TK. "Daddy, dia siapa?" tambahnya tanpa mengalihkan pandangan matanya dariku.

Aku mengalihkan pandanganku kebelakang gadis kecil yang menatapku tadi, derap langkah sepatu pentofel terasa mendominasi ruangan ini. Aku menegang, memandang seorang lelaki berambut coklat keemasan yang kini menarik gadis kecil itu kedalam gendongannya. Aku tak tahu ia siapa, tak mungkin dia Mr. Adalson.

"Daddy ada urusan sebentar sayang, makanlah ice creammu terlebih dahulu. Minta bantuan bibi Brenda," ucapnya dengan mengecup pipi gadis di gendongannya, lalu menurunkan gadis kecil tadi yang kini berlari menghilang dari pandanganku.

What?

Daddy?

Lelaki sepertinya sudah memiliki seorang anak?

Dia ... Mr. Adalson?

Gila. Aku bahkan percaya bila ia mengatakan bahwa ia masih lajang. Maksudku, ayolah ... ia tak seperti apa yang aku fikirkan. Tubuhnya ramping dan tegap, dengan kumis tipis yang tampak menggiurkan. Tampar aku, aku mulai mengkhayal yang tidak tidak. Tapi sungguh, siapapun yang melihatnya tak akan menyangka bila ia memiliki seorang anak.

"Jadi, kau yang bernama Leandra?" Ia berucap dengan suara tenang dan berjalan melangkah di sofa single yang bersebrangan denganku. Duduk dengan kaki yang bersilang satu sama lain "Sebelumnya aku minta maaf karena terlambat, anakku meminta berhenti terlebih dahulu untuk membeli ice cream" tambahnya dengan melepas jas yang melekat di tubuhnya. Tuhan. Beri aku oksigen. Aku bahkan bisa membayangkan lekuk tubuhnya dari tempatku duduk sekarang.

"Ya, aku Leandra Ashlee. Umurku 18 tahun dan -" perkataanku terhenti ketika ia lekas membuka suaranya.

"Kau pernah menjadi pengasuh sebelumnya?"

"Tidak, namun aku terbiasa merawat keponakkan-"

"Bagaimana kau yakin kau bisa merawat putriku? Ia gadis yang aktif ... dan terkadang manja. Kau sanggup?" ucapnya dengan kedua alis terangkat. Aku mendengus kesal di dalam hati. Ia selalu memotong perkataanku, seharusnya ia memberiku kesempatan untuk berbicara. Aku menatapnya yang memandangku dari atas sampai bawah. Entah apa yang ia fikirkan, apa ia mencoba mengintimidasiku atau mencoba menilai diriku?

"Aku yakin Mr. Adalson, Aku yakin dapat menjaga putrimu dengan baik."

Ia mengangguk namun dengan pandangan yang terlihat berfikir. "Apa yang membuatmu memilih untuk menjadi pengasuh anakku? Kau masih muda"

Gaji tiga kali lipat. Teriakku dalam hati. Namun aku tak mungkin mengatakan hal itu. Aku masih waras.

Ia menjilat permukaan bibir bawahnya dengan menatap tubuhku dari atas sampai bawah. Dan lagi lagi, aku tak tahu apa yang ia fikirkan. Apa ia ragu untuk memberiku pekerjaan ini? Ayolah ... aku butuh uang. Dan pekerjaan ini benar-benar kuharapkan.

"Aku menabung untuk kebutuhan kuliahku - "

"Kau masih berkuliah?" Ia berucap dengan kepala yang menoleh kesatu sisi. Seakan tertarik dengan apa yang kukatakan sebelumnya.

"Nope. Untuk saat ini tidak, maksudku tahun depan aku akan berkuliah. Dan dari gaji ini aku akan menabung untuk kebutuhanku," jelasku sesopan mungkin. Sejujurnya aku benar benar gemas karena ia kembali memotong ucapanku. Namun aku harus menahan emosiku. Bila menghadapinya aku sudah kesal, ia pasti berfikir dua kali untuk membiarkan aku merawat anaknya.

"Jadi, kau yakin akan bekerja disini? Mengasuh anakku?" ucapnya dengan tenang dan kembali menyandarkan tubuhnya disofa belakangnya.

"Ya, Mr. Adalson. Aku yakin. Dan aku akan menjaga anakmu sebaik mungkin."

"Well, kita lihat nanti" ucapnya dengan tersenyum tipis padaku.

Bersambung ....

avataravatar
Next chapter