webnovel

Laut Dalam

Gelap, dingin, kejam. Laut dalam selalu digambarkan seperti itu. Karenanya, Bubu yang baru saja menetas, mencoba mengenal dunia yang begitu asing dan aneh.

AoiTheCielo · LGBT+
Not enough ratings
17 Chs

Berburu

Gelap, suram, dingin.

Ketika laut dalam dengan tekanan air yang tinggi menjadi rumah beberapa makhluk hidup yang kuat dan agresif, saat itulah matahari bahkan tidak mampu membiaskan cahayanya. Hanya mereka yang paling mendominasi lah yang mampu untuk hidup. Bagaimanapun, hukum alam akan selalu berlaku.

Memburu atau diburu.

Memakan atau dimakan.

Hanya ada satu pilihan bertahan hidup di Laut Dalam.

Jadi, ketika tidak ada cahaya sama sekali, sepasang netra biru itu tidak memiliki masalah dengan navigasi. Mer kecil berekor hitam mengibaskan ekor, berenang dengan senang hati melintasi lorong yang akhirnya selesai dibuat. Rumah si kecil memiliki dua pintu keluar yang berbeda!

Mer kecil sangat senang. Ia tidak henti bolak-balik berenang. Dari pintu keluar yang lama, ia akan mengintip ke luar dan membuat ikan-ikan menjerit ketakutan, lalu berbalik dan berenang dengan lincah ke sisi lain lorong dan keluar--sukses mengagetkan ikan-ikan yang mengira mereka sudah berhasil melarikan diri.

Setelahnya, ikan-ikan itu tidak berani lagi datang mendekati karang raksasa yang berada di dasar laut.

Pada awalnya, Mer kecil tidak peduli. Ia masih cukup senang dengan kedua pintu keluar yang berhasil dibuat. Namun, ketika menyadari bahwa cangkang telurnya telah habis dimakan dan rasa bangkai ikan raksasa yang berada di dekat karangnya terasa tidak enak ...

Mer kecil ingat aroma lezat dari ikan-ikan yang melarikan diri.

Apakah ia harus keluar dan mengejar mereka semua?

Mer bersisik hitam itu ragu untuk sejenak, sebelum akhirnya mengibaskan ekor dan berenang keluar dari dalam karang. Sepasang netra biru menembus kegelapan. Merasakan gelombang air yang menghantarkan wujud pemandangan di sekitarnya. Bak sebuah radar, ia tidak memerlukan cahaya untuk bernavigasi. Bayi Mer memiliki keunggulan bukan dari sepasang netra biru yang indah, tetapi kemampuan merasakan melalui setiap getaran air yang menghantarkan gelombang.

Gruuuuu~

Bunyi perut membuat sosok itu menunduk. Menatap bagian tubuh yang putih dan rata. Sepasang netra aquamarine itu berkedip beberapa kali, memperhatikan perutnya sendiri selama beberapa detik sebelum akhirnya mengernyitkan alis. Mengangkat kepala dan menatap sekitar, hanya kegelapan yang dingin menyambut. Tidak ada makhluk hidup sejauh 100m. Karang yang menjadi rumahnya, seolah menjadi satu-satunya tempat perlindungan yang aman dari kegelapan yang memeluk laut dalam.

Grruuuu~

Suara perut kembali memprotes. Hal ini membuat alis lembut semakin terajut. Kesal dan lapar, Mer kecil tidak memiliki keraguan kembali. Dalam sekali kibasan ekornya, sosok mungil meluncur bak peluru yang dilepaskan. Berenang dengan cepat menuju satu arah.

Oh, sungguh, si kecil benar-benar tidak tahu arah. Ia hanya asal memilih. Namun bila terus ditelusuri, bayi Mer yakin akan menemukan makanan. Lagipula, ia tidak takut akan apapun. Instingnya mengatakan bawa ia adalah predator. Predator yang justru, harus ditakuti oleh banyak makhluk laut.

Berenang dan berenang. Si kecil tidak pantang menyerah. Ketika sensornya mendeteksi makhluk lain, ekor hitam itu mengibas dengan gembira. Secara gamblang, tanpa penundaan sama sekali, langsung mempercepat laju.

Ada seekor kepiting.

Makhluk bercapit dan bercangkang keras itu jelas berukuran dua kali ukuran tubuhnya. Bersembunyi di dalam pasir dan menunggu mangsa. Makhluk itu jelas tidak menyangka akan menjadi yang dimangsa. Aroma yang mengeluar dari Kepiting yang menggiurkan semakin membuat perut Mer kecil memberontak. Karenanya, tanpa penundaan sama sekali, si kecil meluncur mendekati target.

Dash!

Kepulan pasir berterbangan. Membentuk awan pada kedalaman air. Namun, Mer kecil sangat puas. Tangannya dengan mudah merobek capit kepiting dan memecahkan cangkang yang begitu keras. Bagian dalam kepiting yang putih dan lembut, dimakan begitu saja. Jelas, ukuran tubuh kepiting jauh lebih besar, tetapi kekuatan yang dimiliki makhluk cantik itu, jauh lebih kuat.

Namun, selesai memakan kepiting, si kecil mengerutkan alis. Sungguh, hanya tubuh kepiting saja yang besar. Bagian dalam cangkangnya tidak membuat perut Mer kecil terpuaskan. Karenanya, ekor hitam kembali mengibas. Berenang rendah mengikuti arus air.

Sensornya bekerja dengan baik, tetapi ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Karena itu, si kecil memilih untuk berenang dengan pelan. Rendah dan tenang. Mendekati objek yang membuatnya sangat penasaran.

Namun, saat sampai ke tempat tujuan, sebuah ceruk besar membentang di hadapannya. Tepat di depan sana, sebuah kegelapan dan tekanan air yang lebih besar menganga, seolah siap menelan setiap makhluk yang berani datang mendekat.

Sepasang kelereng biru berkedip. Kepala si raven di miringkan, bingung.

Ia ... tidak bisa mendeteksi apa yang ada di bawah sana.

Oh, haruskah ia turun dan memeriksa?

Mer kecil menimbang selama beberapa detik. Berkedip menatap kegelapan yang berada di bawah sana.

Ah!

Si kecil membeku. Mendadak, sepasang mata super besar terlihat. Berkedip dan balas menatapnya. Perasaan ketika ditatap oleh kegelapan benar-benar sesuatu yang baru bagi si kecil. Mulutnya terbuka membentuk huruf O, keterkejutan jelas masih tercetak di wajahnya, dengan sepasang netra biru yang membulat lucu.

"Kecil sekali ... ," sebuah suara wanita terdengar di dalam kegelapan. "Hei, imut, makhluk apa kamu?"

Seolah sadar dari keterkejutannya, Mer kecil melongo. Menatap kosong ke dalam kegelapan di bawah sana.

"Ah? Apakah kau tidak bisa berbicara?"

Sepasang mata biru berkedip beberapa kali.

"Oh! Lucu sekali!" seruan senang terdengar. "Bagaimana bila menjadi peliharaan ku? Aku akan memberikanmu makan, kau hanya perlu menemaniku."

Mer kecil mengerucutkan bibirnya. Oh, ia ingat. Bukankah perutnya kelaparan? Menunduk menatap perut yang datar, tangan putih tanpa sadar mengusap perutnya yang masih meminta makan.

Namun mendadak, sebuah tentakel raksasa terulur keluar dari dalam kegelapan. Dengan lembut dan hati-hati, mengelilingi Mer kecil yang masih diam di tempatnya. Seolah takut, sedikit kekuatan, akan membuat sosok kecil itu hancur.

"Ayo lebih dekat," suara wanita itu terdengar membujuk. "Temani aku dan aku akan memberikanmu makanan yang lezat."

Sepasang permata biru itu berkedip polos. Oh, ia ... mencium aroma lezat dari tentakel yang mengelilingi.

Sepertinya, makan malam datang dengan sendirinya.

.

.

.

"Kehidupan tertinggi jatuh pada Inkubasi nomor 5439, 40% kemungkinan terlahir sempurna, 25% cacat dan 35% mati," jeda beberapa detik, sosok itu tidak bisa menahan senyumannya. "Kemungkinan hidup, masih jauh lebih tinggi."

Pria jangkung dengan setelan jas hitam itu mengerutkan alis. Sosok yang begitu rupawan, dengan hidung mancung dan kontur wajah tegas seolah mampu mendominasi apa pun yang ada di sekitarnya. Dengan helai pirang pendek yang ditata ke belakang, wajah tampan dengan sepasang iris biru gelap itu terlihat indah berpadu dengan kulit seputih pualam.

Terik matahari menyinarinya, diiringi dengan hembusan air laut yang seolah mencoba menyambut keberadaannya.

Berdiri di atas tebing yang langsung menghadap laut, suara deburan ombak menabrak karang terdengar memekakkan telinga. Buih busa di bawah sana terlihat, bergelombang, lalu hempasan kembali terjadi.

Jemari yang putih dan panjang mengetuk-ngetuk pagar pembatas. "Hanya satu telur?" suara baritone terdengar. Penuh dengan ketidak puasan.

Bawahan yang semula tersenyum, tercengang mendengarnya. Sosok berbalut setelan formal jelas tidak menyangka akan mendapat ketidakpuasan atasannya.

"Apakah hanya satu Inkubasi yang kemungkinan hidupnya lebih tinggi?" Pria jangkung itu kembali mengulangi ucapannya. Jelas, terlihat tidak sabar dan kesal.

Menelan liur paksa, sang bawahan merasakan keringat mengalir di pelipisnya. "Ha, hanya satu," jeda beberapa detik, keringat dingin semakin banyak mengalir. "Te, tetapi setidaknya, tahun ini masih ada telur yang akan berhasil ... menetas," suara sang bawahan semakin mengecil.

Suara pria itu berubah dingin. "Keluar."

"Te, tetapi Tuan-"

"Keluar!"

Jantung sang bawahan mencelos. Wajahnya memucat. "Ba, baik! Saya permisi dulu Tuan!" membungkuk, pria itu langsung berbalik dan berlari keluar dari balkon yang menghadap langsung ke arah laut.

Menatap punggung yang menghilang dibalik pintu, sosok itu mengerutkan alis, lalu memalingkan wajah dan menatap lautan luas yang membentang di hadapannya. Sejauh mata memandang, garis horizontal terlihat. Berkilau dan memantulkan cahaya matahari bak berlian yang bertaburan.

Telur yang disimpan di dalam inkubasi, tidak semuanya akan berhasil menetas. Sementara dalam satu Inkubasi, mereka hanya memiliki sekitar 50 butir telur.

Kesimpulan ini merupakan kesimpulan terbaik. Terlebih ada kemungkinan tahun ini mereka mendapatkan bayi yang baru menetas. Namun ... bila hanya satu Inkubasi ... bila setiap tahun hanya akan ada kurang dari 50 telur yang menetas ...

Sepasang netra biru berkilau, semakin terlihat gelap.

Setiap tahun, angka kelahiran ini semakin lama semakin menurun.

.

.

.

TBC