1 01

Aaron ingat hari itu. Hari dimana, kakak perempuannya Amelia mendekatinya dan tersenyum. "Ada apa Kak?" tanyanya.

"Kau lupa sesuatu?"

"Tidak."

"Kau jahat, Aaron. Hari ini aku ulang tahun tau."

Aaron terkikik melihat kakaknya yang merengut. "Baiklah, Kakak! Selamat ulang tahun ya. Aku harap Kakak bahagia dan sehat selalu." Ucapnya seraya memeluknya erat. Amelia mengangguk dan balas memeluk adiknya.

"Terima kasih, Adikku sayang."

Aaron membalas pelukan erat itu lagi dengan pelukan yang jauh lebih erat. Amelia tertawa dan segera melepaskan pelukannya saat jalur pernapasannya mulai terasa terhimpit. "Baiklah! Aku harus pergi sekarang!"

Pemuda bergigi kelinci itu hanya mengangguk kecil. Ia tak bertanya mengenai kemana kakaknya akan pergi maupun apa yang akan ia lakukan nanti. Ia hanya melambaikan tangan saat kakaknya berjalan keluar meninggalkan rumah.

Namun, Aaron menyesali hal tersebut karena sampai keesokan paginya. Amelia menghilang tanpa kabar. Nomor ponselnya sulit dihubungi. Dia menghilang bagai ditelan bumi. Aaron kalang kabut mencarinya. Tetangga, teman bahkan orang-orang yang berlalu lalang sudah Aaron temui untuk menemukan kakaknya. 

Aaron sudah melaporkan kejadian ini pada pihak kepolisian karena hingga keesokan paginya Aaron mendapati kabar jika Kakak perempuannya telah ditemukan. Dalam keadaan sedih, Aaron mencoba memberikan keterangan saat seorang polisi bernama lengkap Edric Hermawan mengajukan pertanyaan. "Aku ingat, ia mengenakan pakaian berwarna biru kesukaannya pagi itu. Ia pamit setelah mendapatkan pesan dari seseorang."

"Bisa beritahu saya, siapa orang itu?"

"Saya tidak tahu pasti Pak, hanya saja beberapa minggu terakhir ini. Kakakku tengah bertengkar dengan kekasihnya."

"Bisa saya mendapatkan kontaknya?"

"Tentu."

Mahendra adalah kekasih dari Amelia Darmawangsa selama ini. Saat Edric menemuinya di apartemen pribadinya. Mahendra tengah ada dalam posisi terburuknya. Beberapa kaleng alkohol berserakan di ruang tamu miliknya. Belum lagi, beberapa cemilan ringan yang berserakan.

"Bisa kita bicara Tn. Mahendra, Saya Edric dari kepolisian daerah Bogor." Terang Edric. 

Mahendra membuka matanya. Dalam kondisi pusing akibat acara mabuknya tadi malam. Mahendra mempersilahkan Edric untuk duduk.

"Jadi, maksud kedatangan saya kemari adalah untuk mewawancaraimu tentang kekasihmu yang bernama Amelia Darmawangsa yang ditemukan tewas kemarin pagi pada tanggal 14 September 2019"

Mahendra menggeleng seraya menundukan kepala. Tubuhnya gemetar. Ia tampak ketakutan. "Aku tak bersalah pak polisi. Aku tidak melakukan apapun. Aku hanya sedang berkelahi dengannya selama beberapa minggu belakangan ini."

"Bisa kau katakan padaku, kapan terakhir kali kau menghubunginya?"

"Saat hari ulang tahunnya, tanggal 12 September 2019. Pukul 7 pagi," Mahendra menunjukan ponselnya. "Aku mengajaknya berkencan hari itu tapi sampai menjelang sore. Dia tidak pernah datang. Dua hari setelahnya aku mendapat kabar dari Aaron jika dia sudah tiada."

"Sejak kapan kau mengenal Amelia? Sudah berapa tahun kalian menjadi sepasang kekasih?"

"Sejak masih SMA kurasa, kami menjadi pasangan sejak masa kuliah. Kira-kira 2 tahun yang lalu."

"Kalau boleh tahu, apa yang membuat kalian bertengkar?"

"Kami bertengkar karena ia seperti menyembunyikan sesuatu dariku. Selama beberapa minggu ini, ia mendapatkan kiriman bibit tanaman dari seseorang."

"Bibit tanaman apa itu?"

Mahendra menunjukan sebuah tanaman bonsai kecil dari salah satu sudut rumahnya. ia juga menunjukan sebuah catatan kecil di dalamnya.

"MY MOON 💕"

A

"Amelia sendiri adalah seorang pecinta tanaman bonsai. Dan kurasa orang itu tahu dan selalu memberikan berbagai jenis tanaman bonsai untuknya. Bahkan ia juga tahu bunga kelahiran Amelia dan pernah memberikan itu padanya," ungkapnya. "Dan lagi setiap ku tanya siapa yang mengirimkan itu, Amelia selalu naik darah. Ia akan berteriak dan menyuruhku untuk mengabaikan semuanya."

Edric menganggukan kepalanya seraya mengusap dagu. "Baiklah, terima kasih untuk bantuannya. Aku akan menghubungimu lagi nanti."

…..

Sudah hampir satu minggu pihak kepolisian melakukan penyelidikan. Selama itu pula, polisi melakukan penyisiran di lokasi penemuan. Mereka meyakini jika mungkin akan ada jejak sang pembunuh yang tertinggal di tempat kejadian. Namun pada akhirnya Edric hanya meremat keras rambutnya karena frustasi. Penyisiran mereka tak menghasilkan apapun. Mereka hanya menemukan jasad Amelia dengan dompet yang tersimpan di sakunya. Tanpa ponsel bahkan mereka tak menemukan sidik jari sang pembunuh.

Edric terdiam seraya memperhatikan catatannya. Disana tertulis kapan ditemukannya Amelia. Keterangan sang adik dan juga keterangan kekasihnya. Di keterangan mereka Edric tidak menemukan kejanggalan. Mereka memiliki alibinya masing-masing. Hingga perhatiannya tersedot pada tanaman bonsai yang selalu diberikan seseorang pada Amelia. 

Edric bergegas mengambil kunci motornya, dan mulai melakukan penyelidikan dengan mendatangi setiap toko tanaman yang menjual tanaman bonsai. Hampir tiap toko ia datangi. Semua memberikan keterangan yang sama. Mereka berkata jika mereka tak menemukan seseorang yang membeli tanaman bonsai dengan catatan singkat seperti itu. 

Edric kembali dengan putus asa. Ia perhatikan lagi tanaman bonsai yang dibawanya dari apartemen Mahendra belum lama ini. Ia memperhatikan bagaimana bentuk dan rupa dari tanaman itu hingga ia menemukan sesuatu yang tak terduga.

Di balik pot tanaman tersebut. Edric bisa menemukan sebuah tanda khusus yang menandakan jika tanaman tersebut dibeli dari sebuah toko yang ia kenali betul siapa pemiliknya. 

"Hannah."

Polisi yang berusia tiga puluhan itu kembali menjalankan motornya menuju ke sebuah toko. Toko yang agak segan untuk dia datangi karena di sana lah mantan kekasihnya berada Hanna. Edric berusaha mempersiapkan diri. Ia bercermin beberapa kali di kaca spion motornya. Ia merasa ragu memasuki toko tanaman yang terletak di pinggiran kota itu. 

Segar matanya melihat tumbuhan mungil berwarna hijau yang tersaji di depan matanya. Belum lagi, ia juga melihat seorang wanita berkulit putih pucat yang sibuk menggunting dan merapikan sebuah tanaman bonsai.

"Hmm," Edric berdehem pelan. "Halo, lama tidak jumpa." Sapanya dengan kikuk.

Hannah hanya meliriknya sejenak. "Ada apa?"

"Bisa kita bicara sebentar?"

"Katakan saja sekarang!"

"Oke.." Edric mengangguk kaku. Ditunjukannya sebuah tanaman bonsai kecil yang dibawanya dari kantor tadi. "Bisa beritahu aku siapa yang melakukan pembelian tanamanmu dengan meninggalkan pesan seperti ini?"

Hannah menghentikan aktivitasnya dan melepas sarung tangannya. Ia mengambil tanaman yang dibawa Edric beserta sebuah catatan kecil.

"Aku ingat beberapa hari yang lalu ada seorang pemuda yang datang dan membeli tanaman bonsai dengan catatan kecil seperti ini. Aku tidak tahu siapa namanya. Dia lebih tinggi dariku sepertinya."

"Bisa kau jelaskan lebih detail lagi! Mungkin ciri-ciri fisiknya atau mungkin bagaimana cara pemuda itu berbicara."

Hannah memegang dagunya seraya berpikir. Ia tak begitu memperhatikan setiap pelanggan yang datang ke tokonya. Sejauh ini ia hanya memperhatikan sekilas. "Entahlah Edric, aku sama sekali tidak mengingat jelas tentang dia. Kau bisa melihatnya di CCTV toko jika kau ingin."

Edric tak begitu masuk dengan apa yang dibicarakan Hannah, ia terlalu tenggelam dalam perasaan sendu saat Hannah telah berhenti memanggilnya dengan panggilan kesayangannya. Rasanya, seperti mimpi buruk yang menyulitkannya untuk bangun pagi ini.

"Edric, kau dengar aku! Kau tidak melamun kan?" tanya Hannah dengan kening berkerut. "Kenapa kau diam saja?"

"Tidak kok, aku hanya terkenang masa lalu. Kau tau kan dulu kau selalu memanggilmu Eri bukan Edric. Apa hubungan kita benar-benar sudah berakhir sekarang?"

"Tolong fokus Edric, kau berniat mencari informasi atau tidak."

Edric hanya tertawa miris.

...

avataravatar