1 Prolog

"Sebelumnya, aku tak pernah berharap bahwa takdir akan berpihak kepadaku. Tapi, melihat mu kembali membuat ku harus menghindari dan menghadapinya secara bersamaan."

Mengingat sesuatu yang seharusnya tidak diingat mungkin akan menimbulkan rasa aneh tersendiri dalam hati. Terlebih jika itu adalah masa lalu yang menyedihkan. Sangat sulit untuk dihindari, meski terkadang harus berpura pura tersenyum agar terlihat baik baik saja didepan semua orang. Ya, seperti itulah gadis ini. Gadis yang memiliki kulit sedikit kecoklatan, dengan tinggi badan yang bisa dikatakan ideal diusianya yang baru menginjak 20 tahun, serta bentuk tubuh yang tidak terlalu kurus dan tidak gemuk juga. Benar benar masuk dalam kategori 'Wanita yang hampir mendekati sempurna'.

Raut wajahnya saat ini begitu sendu. Air matanya sempat menetes beberapa kali, ia merasa takdir sedang mempermainkannya saat ini. Bagaimana tidak? seseorang yang berusaha mati Matian agar bisa ia lupakan kini kembali muncul dikehidupan nya tanpa rasa bersalah sedikitpun, seakan menganggap kejadian masa lalu diantara mereka tidak pernah ada. Ya, masa lalu. Lebih tepatnya dengan mantan kekasihnya.

Dirasa sudah cukup kegiatan nya yang sedari tadi hanya menangis saja, ia kemudian memilih beranjak dari kasurnya berniat membasuh wajahnya guna menghilangkan buliran bening yang sudah mengering dipipinya. Sebelumnya, ia menghampiri kaca besar yang ada disudut kamarnya terlebih dahulu, ia menatap dirinya dari pantulan cermin itu. Mata yang sembab, dan hidung yang sudah memerah, serta rambutnya yang acak acakan dan tidak teratur. Ia terlihat menyedihkan.

"Gadis sialan yang menyedihkan, bodoh kau, Laras!" umpatnya pada diri sendiri.

-

Laras POV

Pagi ini aku tak berhentinya menggerutu kesal, kulihat arloji dipergelangan tanganku sedikit lagi hampir tertuju pada angka 8. Sialnya ban mobil ku kempes, oh ayolah aku memiliki mata kuliah pagi hari ini dengan dosen yang terkenal super killer dengan kata katanya yang super pedas.

Tak ada cara lain, aku segera mengutak atik ponsel cerdas ku guna menghubungi seseorang yang mungkin sudah berada di kampus saat ini untuk datang menjemputku.

"Halo Laras? Ada apa?"

"Jemput aku sekarang dirumahku!"

"Kau gila?! aku bahkan sudah berada didalam kelas sambil menunggu dosenku, sebentar lagi dosen ku akan masuk"

"Aku tidak peduli, Verga. Jemput aku atau setelah ini kau akan mendapat ocehan dari orang tuamu karena sudah berani mengikuti balapan semalam!" ancam ku padanya, kudengar dia sudah berdecak kesal dibalik ponsel.

"Shit! bagaimana bisa aku memiliki teman sepertimu? tunggu aku dirumah mu bodoh, jangan sampai kau laporkan kejadian semalam pada ayahku!" kesalnya kemudian memutuskan panggilan secara sepihak.

Aku tersenyum kemenangan, dia selalu bisa ku andalkan meski terlihat dari sikapnya yang seperti tidak tulus membantu. Tidak, dia hanya tak ingin terlihat peduli pada orang orang. Padahal kenyataannya dia pria yang lembut dan tulus hanya saja ia sedikit kaku dan keras kepala. Aku beruntung memiliki sahabat seperti dirinya.

Laras POV end

Tidak berselang lama, mobil sport mewah milik pria itu tiba dihalaman rumah Laras. Laras mengunci pintu rumahnya terlebih dahulu. Mengingat ia tinggal sendiri dirumah yang cukup mewah itu karena orang tuanya yang selalu sibuk dengan pekerjaannya di luar negeri. Laras tak terlalu mempermasalahkan hal itu, toh juga orang tuanya bekerja untuk mencukupi semua kebutuhan dirinya. Meski begitu ibunya selalu mengiriminya pesan sebagai bentuk perhatian kecil kepada putri semata wayangnya.

Laras terkekeh kecil melihat wajah kusut pria yang sedang mengemudi disampingnya. Tak usah ditanya lagi karena apa, Laras sudah tau betul jawabannya. Bukannya merasa bersalah atau semacamnya, Laras justru gemas dengan pria itu, selain tampan pria itu juga terlihat imut ketika sedang marah. Iya sih, terlihat gagah dimata wanita lain, tapi bagi Laras tidak. Baginya Verga adalah sahabat imutnya sejak kecil dan sampai kapanpun tidak akan pernah berubah.

"Kenapa tersenyum seperti itu kepadaku? kau benar benar gila, yah?" tegur Verga yang menyadari dirinya ditatap terus menerus oleh gadis disampingnya, jangan lupakan senyum yang terus tercetak dibibir tipis Laras, Verga rasanya ingin mengacak ngacak wajah itu.

"Karena kau tampan. Oh astaga setiap hari kau semakin tampan saja dimataku, aku merasa bangga mempunyai sahabat tampan seperti dirimu. Lihatlah, dilihat dari sisi manapun kau benar benar perfect," puji Laras yang membuat Verga hanya memutar bola matanya jengah, ia sudah tahu betul gadis itu melakukan ini agar Verga tak kesal padanya. Dan benar saja Verga tersenyum tipis kemudian mencubit pelan pipi gadis itu.

"Astaga Laras, yang benar saja haha"

Setelah perbincangan singkat itu, suasana dalam mobil kembali hening, tidak berlangsung lama ketika Verga mengingat sesuatu dan kembali bersuara.

"Oh yah, Laras apa kau tau? katanya dia sudah kem-" belum selesai Verga berucap, Laras sudah memotong lebih dulu ucapan Verga.

"Tidak usah dibahas, jangan membuat mood ku hancur dipagi hari," kali ini suara Laras terdengar dingin dengan raut wajah yang berubah menjadi datar, tidak seperti diawal.

Verga mengatup rapat mulutnya. Nampaknya ia salah telah mengungkit hal itu. Lihatlah, sekarang mood Laras benar benar hancur.

-

BRAK!

Laras membanting kasar pintu mobil Verga setalah pria itu memarkirnya. Tidak peduli mau mobil itu rusak atau sebagainya, toh juga Verga tak akan kehabisan uang untuk membeli yang baru lagi. Verga sedikit terkejut kemudian dengan cepat merubah raut wajahnya seperti semula.

"LARAS, TUNGGU AKU! SETIDAKNYA BERTERIMA KASIH DULU!!" teriak Verga saat punggung wanita itu semakin menjauh dari area parkir. Ia menghela nafas kemudian melangkah menyusul Laras.

-

Wajah Laras benar benar datar, tak ada ekspresi sama sekali yang terlihat. Ia menghentikan langkah kakinya untuk melihat Mading kampus sebentar. Lagi lagi yang terlihat adalah informasi yang memuakkan baginya

'Varo, mahasiswa teladan kampus kita sudah kembali dengan membawa tropi kemenangan digenggamannya, jangan lupa berikan ucapan selamat kepadanya hari ini'

Laras menghela nafas gusar setelah membaca informasi dari Mading kampusnya, apa maksudnya 'hari ini'? apa dia akan masuk hari ini?, otak Laras sudah dipenuhi oleh pertanyaan itu.

Seseorang menepuk pelan bahunya, ia menoleh dan mendapati Verga yang sudah berdiri entah sejak kapan disampingnya.

"Aku dengar dosenmu tidak masuk hari ini, mau keluar bersamaku? untuk menenangkan pikiranmu setelah membaca informasi sialan ini," ucap Verga dengan mata yang masih fokus membaca informasi dari Mading didepannya.

"Tidak. Kau masuklah kedalam, sepertinya dosenmu sudah masuk sedari tadi," tolak Laras dengan nada lemah. Matanya sudah tampak berkaca-kaca.

"Persetan dengan semuanya, aku tidak peduli Laras!" Verga menyentuh kedua pundak Laras kemudian menatap mata gadis itu yang tampak sudah siap untuk menumpahkan cairan asinnya. Verga menarik Laras kedalam pelukannya guna untuk menenangkan sahabat yang begitu ia sayangi. Dan benar saja Verga sudah mendengar isakan kecil dari orang yang dipeluknya.

"Tenanglah, ikut aku keluar saja yah, ras? agar kau sedikit tenang," Laras hanya mengangguk lemah membuat Verga tersenyum tipis kemudian melap bekas air mata yang ada dipipi sahabatnya.

"Long time no see, Laras"

DESTINY

avataravatar
Next chapter