webnovel

Langit Biru Kinara

My Wattpad Story sudah dibaca 46.9K, Vote 6,22K Happy Reading Dear Reader Kinara Hara Fawnia Selayaknya kisah cinta cinderella yang berakhir di tengah malam, pernikahanku pun tak mendapatkan lagi harapan untuk hari esoknya. Kita, layakkah disebut kita??? karena sejak pertama tak pernah ada kita, hanya kalian.... Arkaan Najendra Pramodya Bahwa cinta selalu memiliki kesempatan kedua, aku tak bisa memilih karena kalian sama berharganya... Biru Sagara wanita dan cinta itu merepotkan. Tapi bertemu dengan kalian, kupikir aku mendapatkan rumahku untuk pulang

S_thory · History
Not enough ratings
11 Chs

Benang Merah

Kau tidak akan menemukan pintu untuk mengetuk hatiku kembali.... karena kau yang telah merusaknya dan menggantinya dengan dinding kebekuan...

****

"Buna...."

Sudah 15 menit yang lalu Biru terbangun dari tidurnya, tapi ia tidak kunjung bergerak dari posisinya. Sejak bangun mood anak semata wayangnya ini begitu mendung. Ia menjadi sangat manja dan menahan Kinara untuk pergi.

"Sayang, bilang sama buna kenapa Bi gelisah dari tadi? "

"Bilu mau nikut buna..."

(Biru mau ikut buna...)

"Anak buna yang sholeh, acara itu untuk orang dewasa nak, buna cuma sebentar aja ya sayang, Bi main dulu sama..."

Biru tanpa aba-aba langsung menyergap Kinara dan memeluknya erat. Perasaan berharga dan dibutuhkan membuncah dalam hatinya, ia telah kehilangan seseorang dan terganti dengan keajaiban paling berharga di dunia yang tidak mungkin ia tukar dengan apapun juga.

"Love you Akzha Biru Kamayel kesayangan buna" ujar Kinara sambil mengecupi ujung hidung Biru dengan gemas

"Wofe you buna ketayangannya Bilu" balas biru menciumi pipi Kinara berulang-ulang.

Birunya sedang dalam manja mode_on, ia pasrah kalau akhirnya tidak bisa menepati janji ke acara anversary Tsania dan suaminya, bundanya Tasya. Membawa Biru ke depan publik tentu akan sangat riskan. Ia masih belum siap untuk menghadapi resiko pertemuan anaknya dengan mantan suaminya dan keluarganya nanti.

Kinara menggendong Biru yang sudah semakin berat menuju dapur untuk membuatkan susu dan menyiapkan sarapan yang sudah ia masak. Biru dengan manjanya bersandar di bahu Kinara sambil memainkan rambut Kinara yang dikuncir kuda.

"Birunya Buna mau rasa cokelat atau strawberry pagi ini? "

"Euhmm... cokat buna..."

"Morning Biru... Wauuw... ponakan tema...ada apa pagi ini?" Sapa Naima melihat Biru yang tidak ingin melepaskan gendongan bunanya

"Dari bangun moodnya mendung, dia maksa ikut ke acara itu"

"Bawa aja Ki... "

"Temanya Biru, kita udah bahas kan... aku sudah siap kalau hanya aku yang ketemu, tapi mempertemukan keduanya big noo!!!"

"Buna mau ketemu tapa bun? "

(Buna mau ketemu siapa bun?)

"Tanya tema mau roti isi selai apa nak?" alih Kinara sambil memelototi Naima agar menghentikan topik berduri ini

"Tema mau iti apa? "

(Tema mau isi apa?"

"Tema ikut Biru cokelat aja, sini yuk ikut..." bujuk Naima sambil merentangkan tangannya

Biru mengelak semakin mengeratkan gendongannya. Naima pun pasrah duduk bertopang dagu di meja makan

Ting tong!!!

Bell rumah mengalihkan mereka sehingga Kinara dengan Biru di gendongannya bergegas menuju pintu.

Kinara hanya berdiri kikuk melihat sosok yang ada di depannya. Melihat tatapan datar pria itu.

"Mabi??? " panggil Biru suaranya berubah riang

Pria itu tersenyum tipis seraya mengacungkan termos sup milik Kinara

"Maaf saya butuh waktu lama mengembalikan ini"

"Tidak... eh silakan masuk"

"Itu... "

Biru bergegas turun dari gendongan bunanya dan memeluk Biru kegirangan.

"Biru... uncle datang!!" sapa seseorang dari belakang membawa bungkus makanan

"Redi? "

" Saga??? "

Kedua orang pria itu saling memanggil bingung

"Wow!! ngelihat elo disini"

"Kamu sendiri?? "

" Mau ketemu sama kekasih kesayangan yang lagi ngambek"

Bahu Biru menegang setegang senar yang dibentangkan, hampir putus. mereka berdua telah dimiliki. Tapi itu bukan urusannya kan???

"Jagoan, tidak menyapa uncle?? "

Biru melengos seperti mendapat sinyal dari auntynya untuk menjaga radius aman dari Redi.

"Kalian berdua saling kenal??? "

" Yup hubungan kita langgeng dari kuliah sampe ke hobi pretelin mobil, kita berdua teman tapi gak mesra "

" Tidak saya tidak pernah ada niatan mengenal dia"

"Got you!!! " dengus Naima melirik sekilas Redi acuh tak acuh mengambil minuman di kulkas.

"Ada apa lagi di episode kali ini??? sebagai terdakwa kamu cukup santai menghadapi eksekusi???kamu harus punya pembelaan" sindir Kinara melihat wajah kesal Naima saat menatap Redi

Redi hanya tersenyum polos ala Biru dan malah mengangkat bahu ringan tak berdosa.

Biru bingung dan entah kenapa merasa lega mendengar percakapan mereka. Mendapati pemikiran bahwa mereka milik orang lain terasa seperti menginjak kerikil tajam. Tidak melukainya tapi cukup menyengatnya sampai ke ubun-ubun.

"Ki... jadi pendukung gue sekali-kali kenapa??"

"Sampai kamu bisa menguras samudera aku bakal memikirkan ulang untuk berada dipihak kamu!!!" balas Kinara dalam mode datar dengan Redi

"Sampe si Molly, dokter residen ganjen itu mengeong bila perlu!! "

"Ladies and gentleman please bahasa kalian" potong Kinara sambil menutup telinga Biru yang anaknya yang malah asik memuntir kaos pudar Biru senior.

Redi mendengus, ia mengambil langkah maju ke medan perang. Mereka bertiga kompak dalam mengintimidasinya. Ia harus maju sendirian menghadapi si nyonya menir.

"Kalian cuma punya 10 menit sebelum aku pergi, gak ada lama-lamaan di rumah berduaan, i see you on cctv!" tegas Kinara melotot tajam tanpa tolerir

"Susah lihat orang senang!!! berasa pacaran sama anak sma, pacaran anak sma sekarang juga gak gini-gini amat"

"Inget umur bang situ udah masuk ranah om-om lansia!!! " dengus Naima sebal

"Yok nikah sebelum lapuk" ujar Redi ringan seraya menyusul Tema ke teras belakang

"Tuh tiang juga lapuk! kalian berdua cocok!!! "

"Ayo Bi, ikut jagain Tema di dalam"

Biru mengeratkan pelukannya, menyembunyikan wajahnya dilekuk leher pria itu. Kinara mulai jengah dengan sikap aneh Biru hari ini.

Ekspresi Biru yang kebingungan menanyakan sikap bocah kecil dalam gendongannya dijawab Kinara dengan helaan nafas.

"Mood swing maybe??? sorry for this... "

"Biru mau lihat mobil yang banyak???" alih Biru menatap mata polos yang balik menatapnya dengan binar

"Mau!!!!"

"Ehhhh??? " Kinara kebingungan menghadapi situasi ini

"Bisa saya membawa Biru ke tempat kerja saya? "

" Itu.... " jawab Kinara bingung, ia tidak pernah meninggalkan Biru cukup lama pada orang yang baru dikenal, kecualikan kejadian kemarin. Itu diluar rencana dan logika kepala dinginnya.

"Kasih aja Ki, nanti aku jemput Biru sekalian pas ambil mobil di bengkelnya Saga" ujar Redi memecah lamunan Kinara

"Kasih kasih!!! Kamu kira ponakan aku kacang rebus titip ambil aja!!" dengus Naima sambil memukul punggung Redi "Udah biarin aja Nai, ada Redi juga yang lagi pengen kunjungan ke pacar keduanya"

"Nai!!! kamu itu dukung aku atau Redi sih!!!,l" Dengus Kinara sebal sikap seenaknya plin plan Naima kambuh "lagian gak ada shift di rumah sakit hari ini kamu??" tanya

Kinara bingung setengah berteriak melihat kedua sejoli itu sedang sibuk berdebat di teras belakang.

"Dapet jatah libur sehari istri pertama malah ngambek, jadi ikhlas nih aku main sama Lala?? " goda pria itu menilik sedikit ke arah pintu

"Sayang-sayangan aja noh sama kunci inggris"

"Titip anter emaknya sekalian ya Mabinya Biru" pinta Naima lembut dengan mata berkedip

"Kelilipan kuku mata kamu sayang!! kedip gak jelas gitu!!! " geram Redi kesal melihat tingkah Naima yang berubah 180 derajat saat bicara dengan Biru

"Iya aku kelilipan pesona Mabinya Biru" goda Naima berlari menghindari Redi,

"Nai... terus aja...!!! siram terus" sindir Kinara

"Ehm... Udah siap? dia udah gak sabar kelihatannyaa" potong Biru

" Biru dijanjiin gitu mana tahan dia nunggu 5 menit, Just give me five minutes, mau ambil tas"

*****

Tidak ada yang mulai percakapan di dalam mobil. Biru cukup terkejut melihat penampilan wanita ini. Meskipun dengan make up natural namun tetap terlihat berbeda dari sebelumnya. Entah kenapa ia bisa mengenali wajah mereka berdua tanpa perlu bersusah payah mengingat detail.

Begitupun Kinara, ia cukup merasa canggung dan sedikit menyesal menerima ajakan ini.

"Itu... " ujar keduanya kompak

" Kamu duluan... " ujar Biru mantap

"Kalau kamu mengalami kesulitan telepon langsung aja aku, Naima atau Redi, akan langsung dijemput dan... "

"Kalau kamu ragu... "

" Bukan itu, hanya saja khawatir kalau Biru tidak membuatmu nyaman"

"Apakah saya terlihat terpaksa bersama dia? "

" Yah... cukup mengejutkan Biru bisa cepat akrab"

"Benar, saya pun terkejut bisa mendapati diri saya bisa sedekat ini dengan anak-anak"

"Sudah lama kenal Redi? "

"Sejak kuliah kami masuk dalam organisasi Pecinta Alam, anak kodekteran aneh itu saya tidak menyangka ia bisa seperiang sekarang"

"Ahh... itu butuh proses yang alot untuk bisa melihat Redi dari sisi yang lain"

"Apa disini tempatnya? " ujar pria itu seraya memelankan laju mobilnya.

"Terima kasih untuk tumpangannya dan untuk waktunya"

Kinara lalu keluar dan membuka pintu belakang mobil. Ia mengecup Biru yang asik membuka buku cerita

"Heronya buna, janji ya... jadi jagoan yang bantuin Mabi, jadi anak yang mandi.. ri oke" ujar Kinara sambil mengacungkan kelingkingnya.

"Ehehm... aye aye buna, janji kingking ndak nakal sama ndak nangit bun...Bi kan jagoan buna"

(Ehehm... aye aye buna, janji kelingking gak nakal sama gak nangis bun... Bi kan jagoan buna)

"Love you Biru" ucap Kinara seraya mengecup kening pipi dan bibir Biru

"Wofe yu buna... " ujar Biru seraya membalas kecupan Kinara

Biru berdehem saat melihat interaksi ibu dan anak itu. Hatinya menghangat apalagi saat mendengar Kinara menyebutkan kata Biru. Meskipun kata itu bukan untuknya. Mereka berdua tidak terlihat samar baginya begitu terang dan jelas.

Saat Kinara menutup pintu mobil, mobil jeep hummer Redi sudah berhenti di belakang mobil Triton phantom Biru. Kinara melengos sebal, seperti biasa Redi seperti kutub magnet yang menarik perhatian ketika menyembulkan kepalanya keluar apalagi dengan mobilnya yang garang dan mahal.

"Makasih ya" ujar Kinara tulus dari balik jendela mobil

"Harusnya kamu naik hummer Redi tadi" ujar Biru sambil memerhatikan dekorasi mewah depan ballroom hotel dan orang-orang yang berpakaian glamor dan mewah.

"Kalo gitu 1000 kali lebih baik aku naik ojol daripada bareng dia" lugas Kinara mantap sambil tersenyum

"Have nice day, sampai ketemu nanti sore ya Bi, buna akan usahain secepatnya oke" ujar Kinara mencium kening anaknya "titip Biru ya... " ujar Kinara tersenyum lembut menatap pria itu dari spion depan mobil.

"Dadah bunaaa" teriak Biru dari dalam mobil dibalas Kinara sampai mobil Biru dan Redi melebur ke jalan raya.

***

Kinara segera bergegas ia sudah hampir terlambat. Ia memasuki ruang khusus dimana wanita cantik yang beberapa tahun lebih tua darinya duduk mengobrol dengan senyuman lepas bersama putrinya

"Hai Ki... aku hampir nyuruh polisi buat obrak abrik rumah kamu kalo kamu belum datang 5 menit lagi"

"Oh ya Naima titip salam dia ada metting yang gak bisa dicancel"

"Asal kadonya aman" goda ibu beranak satu itu penuh candaan

"Aman, udah aku kuras black cardnya. Kalian cantik sekali queen dan princess, lets gooo!!! "

"Buna, Biru nggak ikut?? "

" Biru lagi main sama unclenya"

"Yaaaaaah.... padahal kan kangen sama si debiru" ujar anak 11 tahun itu mendesah lesu.

"Minta sama papa mama deh sayang" goda Kinara melirik temannya

Wanita itu malah berbalik melotot.

"Ayo mah... Tasya mau adek yang kaya Biru mah... "

"Uhmm... Tasya gak apa-apa kalau ada adik?? "

"Ayolah Mah... pasti seru kalau punya adik selucu Biru di rumah jadi Tasya gak kesepian"

Pesta aniversary yang romantis dan menyenangkan, melihat keharmonisan keluarga kecil itu sedikit banyak mencubit keirian Kinara. Membayangkan hal-hal baik dengan memasang kata jika didepan kalimat pengandaian sungguh memanjakan fantasinya.

"Ara..." suara berat pria memanggil Kinara dari balik punggungnya.

Arka sound effect masih berdampak besar meskipun sudah 5 tahun berlalu. Ia hampir lupa bagaimana caranya bernapas saat pria itu memanggil namanya dengan nada yang paling ia rindukan.

***

Arka Pov...

Aku tidak yakin tapi perasaanku berkeras jika itu benar dia.

Punggungnya yang mungil dan tegak. Melihat Ara dalam sosok dewasa membuatku tersadar aku telah banyak melewati waktu. 5 tahun adalah waktu yang lama sehingga membuat seseorang telah menjadi berubah. Kakiku tanpa sadar terus diseret untuk melangkah mendekatinya mengindahkan semua alarm peringatan.

Ara...

hatiku berbisik berulang kali memanggil namanya keras-keras.

"Ara.... "

Tenggorokanku kering hampir tercekat saat menyebut namanya setelah sekian lama. Wanita yang tidak ingin kupikirkan namun keberadaan bayangannya seperti candu yang terus membuatku seperti terhukum oleh mimpi-mimpi lama tentang seorang Kinara.

Saat kepalanya berbalik menegang, sorot wanita itu masih seperti 5 tahun yang lalu tetap teduh dan terluka. Saat melihatnya hal yang paling kuinginkan saat ini adalah melihat senyumnya.

Bajingan busuk!!!

Iblis dalam hatiku mengejek renyah. Bagaimana bisa aku mengharapkan menuai sebuah senyuman dari luka yang pernah aku tabur.

"Aku tak berpikir bisa melihatmu disini"

satu kalimat sialan yang hanya terpikir oleh otak dengan gelar magister ini

"Apakah mas berharap aku sudah teronggok busuk diselokan dan terus menangisimu??? " ucapnya datar dan menusuk

"Tidak, baiklah aku merasa lega kau terlihat begitu... baik"

Sial!!!

Aku memaki diriku sendiri karena memilih kata-kata yang paling bodoh setelah 5 tahun. Hanya terasa mengganjal saja mendapati pemikiran bahwa Kinara tidak lagi bergantung bahkan memikirkannya lagi seperti dulu.

"Bisakah kau anggap kita tidak pernah saling mengenal saja, sekalipun kau melihatku sekarat begitu juga sebaliknya, jangan menoleh dan jangan pernah berpikir untuk menoleh, itu lebih baik bagi kehidupan kita berdua saat ini"

Aku memejamkan mataku dan meresapi setiap duri yang tumbuh dari kata-kata Kinara. Seberapa besar luka yang sudah aku tanam sehingga dia begitu merasa kesakitan bahkan setelah melewati 5 tahun.

"Aku tidak pernah berpikir kau harus sekarat atau mati ara... aku tidak menginginkannya... "

"Saat kalian berusaha membunuhku dengan penipuan, kenapa kau bisa berpikir aku tidak akan mati karenanya? apakah perlu kita membahas ini?" ujar Ara dengan suara bergetar seraya melangkah pergi.

End pov

***

Kinara merasakan nyalinya setegang senar menghadapi konfrontasi dengan mantan suaminya. Ia harus berlari menjauh sebelum terlihat kalah memalukan di depan pria itu.

"Buna..." panggil Tasya menarik pinggiran dress Kinara dari samping menyerahkan paper bag bewarna biru

Kinara langsung mengajak Tasya menjauh dan berjongkok mendekatkan telinganya.

"Buat adek ya Bun, Tasya titip kata mama besok papa ajak Tasya sama mama ke Disneyland"

"Ehmm, iya sayang"

"Buna napa nangis nanti Bi sedih loh bun... "

" Buna gak nangis cuma angin nakal kipas-kipas mata Buna

"Hihihi.... Buna kaya Biru, angin nakal banget sih... "

" Yaudah... cari mama sama papa sana... buna mau minum dulu"

BYURR!!!

saat Kinara berdiri berbalik ia mendapati air berwarna telah menyiram mukanya dengan cara paling memalukan. Sesosok wanita cantik dengan mata nanar berkaca-kaca seolah memergoki kenistaannya.

"Apakah kamu tidak malu didepan umum merayu pria yang sudah memiliki istri dan 3 orang anak!!! "

Semua mata tertuju pada mereka berdua. Kinara menarik nafas panjang seolah musik ironi telah dimainkan dibelakang drama terburuk setelah 5 tahun yang lalu.

"Apa yang kamu lakukan, cukup!!! ini memalukan!!!" tegas Arka seraya menarik istrinya yang memasuki ranah histeris

"Dia yang memalukan bagaimana bisa dia merayumu... "

" Akting anda buruk sekali, apakah anda berharap saya akan menangis berlari setelah dipermalukan dan dikhianati seperti 5 tahun lalu???"

"Aa.. pa maksudmu!!!"

Kinara mulai jengah dengan tatapan yang mulai berpusat pada mereka dan mengasihani wanita itu.

"Bagaimana istri yang kau rebut posisinya bisa direbut lagi dari tanganmu???"

"Ka..kau!!!!"

"Jangan anda kira orang-orang disini buta dan tuli setelah kalian membukam media, setengah orang-orang disini pasti masih ingat dimana letak posisi saya dan anda 5 tahun lalu. Apakah anda berpikir saya masih menginginkan suami yang sudah membuang saya???"

"Kinara cukup!!!" bentak Arka kebingungan berada diantara dua wanita yang terbakar amarah

"Kalian berdua yang cukup!!! apakah sengaja ingin mempermalukanku di depan umum dengan drama murahan seperti ini? kalau anda begitu takut kehilangan suami anda seharusnya anda mengikat lehernya dan jangan biarkan dia pergi kemanapaun tempat ia bisa bertemu wanita-wanita dari masa lalunya, karena suami anda sepertinya punya kecenderungan suka menjilat ludahnya sendiri, bukankah anda sudah membuktikannya dulu???"

"Ara, cukup kurasa itu lebih dari cukup jangan.... "

"Kau!!! tidak berhak untuk menginjak-injakku lagi, siapa yang disini yang seperti anjing basah dan dipermalukan" ujar Kinara dingin dan bergetar ia benci setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya terasa seperti pasir.

Handphone di tangan Kinara bergetar, Kinara melihat nama disana dan menarik napas lega.

"Please... " hanya sepatah kata yang tersisa dari benaknya saat mengangkat telepon itu setelah mengeluarkan banyak amarah.

"Kinara... are you okay???" pasangan raja dan ratu pesta disini bergegas menghampirinya

Kinara masih berdiri tegak dan tidak nenundukkan kepalanya meski mereka sudah menjadi daging busuk yang nikmat bagi burung nasar di pesta ini.

"Tuan dan nyonya Pramodya bisa kalian menjelaskan apa yang sedang terjadi, semua tamu disini adalah tamu kehormatan kami jika... "

" Maaf... untuk kesalahpahaman ini, istri saya sedang lelah"

"Aku tidak lelah!!! aku hanya memperingatkan.... "

"Apakah kau memikirkan karma? suamimu masih milikmu Nadya, apakah Kinara melakukan sesuatu, siapapun bisa melihat siapa yang berjalan kearah siapa, jika Kinara ingin membalasmu itu memang sudah pantas tapi aku jamin terpikir pun bahkan tidak, itu tidak berguna, tidak ada gunanya memungut barang rusak, itu hanya merusak pemandangan saja" potong Tsania mulai jengah dengan ego sahabatnya. Dulu.

"Kami akan pergi, maafkan sudah merusak pesta kalian"

Pasangan suami istri itu mengangguk kaku dengan kompak, musik kembali dimainkan sepertinya drama sudah usai.

"Maafkan aku merusak acaramu... aku... bahkan tidak berpikir bisa seburuk ini... "

" Ohh dear... kita akan ke dalam" ujar wanita itu sembari menyampirkan syal kebahu Kinara yang bergetar.

****

Setelah duduk di ruang tunggu ini selama 15 menit Kinara masih termenung dengan memegangi cokelat panas ditangannya. Kepalanya terasa berputar ketika berdiri dan tubuhnya terasa sekokoh jelly. Kinara baru tersadar saat mencium aroma wood dan mendongak melihat sosok itu datang. Sosok mengenakan jeans dan kaos hitam yang memudar dengan balutan jaket tebal cokelat.

"Biru... " panggil Kinara bingung kenapa laki-laki itu muncul disini

"Kupikir kau memanggilku???" tanya laki-laki itu seraya berjongkok berhadapan dengan Kinara

"Maafkan aku... " ujar Kinara baru teringat ia melihat satu nama di kontak telepon dan hanya dengan satu kata pria itu langsung datang kesini.

Biru meletakkan telapak tangannya di dahi Kinara dan merasakan hangat menjalar di tangannya.

"Kau demam, sekarang bisa berdiri???"

Kinara mengangguk lemah dan bangun namun ia harus menerima fakta tubuhnya menolak perintahnya disaat yang paling buruk. Biru langsung menangkap pinggangnya hingga tubuh mereka bersentuhan. Kinara menahan napasnya sejenak merasakan aroma dan hangat maskulin napas Biru di wajahnya.

Tanpa babibu Biru menggendong Kinara. Kinara terlalu lelah untuk menolak, ia menyandarkan kepalanya di bahu pria itu. Aroma tubuh laki-laki itu bercampur dengan aroma kayu-kayuan.

"Tsania tadi... aku...belum sempat pamit"

"Pemilik acara ini, tadi aku bertemu mereka di depan, itu tidak perlu lagi"

Kinara hanya mengangguk dan sempat menatap rahang tegas yang ditumbuhi bakal janggut itu. Ia mendapati beberapa serbuk kayu dan aroma keringat dari pria itu. Mungkin pria itu mengerjakan sesuatu setelah mengantar Biru pada Tema. Ia baru menyadari saat datang napas pria tadi pendek dan cepat, seolah-olah habis berlari, mungkin ia tergesa-gesa untuk sampai kesini.

"Maaf tadi aku tidak sempat berganti pakaian yang layak untuk menjemputmu kesini"

"Seseorang tidak layak dinilai hanya karena apa yang dipakainya, orang-orang yang butuh berpakaian rapi seperti itu terkadang menyembunyikan kebusukan mereka saja"

Tsania muncul bersama suaminya di depan pintu untuk memastikan keberadaan Kinara dan agak sedikit terkejut melihat kedekatan Kinara dengan seorang pria. Tentu saja penampilannya juga tapi mereka tidak berkata apa-apa dan tersenyum lembut. Kinara hanya balas tersenyum tipis, matanya terasa berat.

"Kami permisi" ujar Biru mengangguk hormat dan melangkah dengan mantap.

Kinara memejamkan matanya entah karena terlalu lelah atau nyaman, ia mengeratkan lingkaran tangannya di leher Biru. Ia semakin menenggelamkan wajahnya di cekungan leher Biru. Ia memiliki firasat urusan dengan keluarga Pramodya akan menjadi kusut entah besok harus seperti apa. Cepat atau lambat masalah ini akan tetap datang untuk menemui penyelesaian atau perselisihan panjang.

next chapter, apa pendapat kalian?

S_thorycreators' thoughts