webnovel

Laki-laki Di Akademi Roh Perempuan

Di akhir musim semi, untuk alasan yang tidak jelas tunangannya pergi meninggalkannya. Lalu di akhir musim gugur, Elkanah mendapat informasi tidak pasti tentang keberadaan tunangannya tersebut. Itu adalah Akademi Roh Emerald. Tempat di mana para gadis yang melakukan kontrak dengan Roh menerima pendidikan mereka. Secara kebetulan, Elkanah juga merupakan sedikit dari laki-laki yang mampu melakukan kontrak dengan Roh. Pada normalnya hanya perempuan yang bisa melakukan itu. Agar mereka bisa bertemu kembali, tunangannya memberi persyaratan dengan perantara seseorang. Namun persyaratan itu diberikan perlahan. Untuk yang pertama, dia diminta untuk bergabung dengan kelompok tertentu di akademi itu dan menjalani pertarungan mendebarkan bersama anggotanya. Demikian bermulalah kisah komedi-romansa satu dari sedikit Kontraktor Roh laki-laki di dunia agar dapat bertemu kembali dengan tunangannya. Apakah Elkanah akan mencapai tujuannya? Atau malah terpikat gadis lain dan melupakan tujuannya?

Zikake · Fantasy
Not enough ratings
42 Chs

Alasan dan Penolakan

Beberapa hari setelah insiden itu ….

"Nah, meski sempat tertunda karena orang yang diberi tugas malah mengintip targetnya yang baru selesai mandi, tujuan awal kalian dipanggil tidaklah berubah."

Duduk di atas meja kerja dengan tanda nama Thrarfatalin GoldBlade di atasnya, seseorang berpenampilan anak SD berbicara dengan jari-jari yang dirasukkan satu sama lain.

Selain penampilan seperti anak SD karena ia merupakan salah satu ras asli Ethar yang dikenal dengan Dwarf. Rupanya adalah gadis berkulit coklat agak kemerahan serta rambut pendek acak-acakan berwarna merah gelap.

Iris matanya yang berwarnakan perak menatap serius ke arah kami berempat yang sedang duduk di dua sofa berbeda berhalatkan meja kaca, membuat kami terbawa suasana seriusnya.

Itulah yang kupikirkan sebagai pengalihan. Namun nyatanya, GB dan tiga orang lain yang duduk di sekitar sedang menatapku dengan yang kurang lebih sama.

Gadis di seberangku memberi tatapan yang disertai dengan bibir yang menyunggingkan senyum masam.

Tingginya bagai langit dan bumi dengan anak SD tadi. Ia bahkan memiliki tinggi yang melebihi diriku meski aku adalah laki-laki dan ia perempuan.

Namanya adalah Selestina. Ia adalah gadis berambut perak yang bagian depan rambutnya lebih panjang dibanding yang di belakang.

Sepasang matanya juga memiliki warna merah agak gelap. Sebuah penampilan rata-rata seorang Vampire.

Duduk di sebelah gadis bernamakan Selestina tadi—ingat, bukan Valeria—gadis lain menatapku dengan senyum yang ia paksakan wajahnya.

Sama sepertiku maupun gadis yang ada di sebelahku, ia bernampilan layaknya remaja 16 tahun.

Meski begitu, suatu bagian yang bisa dibilang 'kelebihan lemak' membuatnya terkadang dikira sebagai wanita dewasa dengan tinggi anak SMA.

Dikenakan pada rambut merah panjangnya adalah aksesoris yang terbuat dari plastik berbentuk beberapa bunga kecil yang dibuat satu dengan cara saling menempel.

Lalu terakhir, gadis di sebelahku memberi tatapan tajam karena ialah sang target—atau bisa dibilang korban—yang dimaksud. Ia adalah Revalia coul Dafesilo.

Rambut biru muda panjang yang indah miliknya diberikan bando hijau muda. Iris mata emasnya tidak teralihkan sedikit pun dariku.

Bukankah itu masalah lama yang tidak perlu diungkit-ungkit lagi!? Ingin kukatakan itu sebagai pembelaan diri, tetapi yah, aku tidak punya keberanian.

Aku sendiri hanya bisa diam pada ucapan anak SD tadi karena memang kesalahanku. Aku tidak tahu ke mana tempat yang cocok mengarahkan mata ungu ini. Jadi, aku hanya menunduk.

"Anak SD, anak SD! Tidak punya kata lain apa!? Kalian bertiga juga! Nenek loli, nenek loli! Pengen dikebiri!?"

Entah kerasukan apa, anak S– Ceb– GB yang duduk di kursi marah-marah. Ketiga gadis yang duduk bersamaku di sofa sendiri mengalihkan pandangan mereka.

"—Sudahlah, lupakan saja itu untuk saat ini. Mari kita kembali serius tentang hal sebelumnya yang pernah kusebut. Revalia, Clara, Selestina."

Usai mendesah panjang-panjang, ekspresi GB pun kembali serius. Sorot mata yang ditunjukkannya mirip dengan beberapa saat yang lalu ….

Eh? Sebentar. Apa ia melupakan sesuatu? Oh, itu namaku. Apa artinya aku tidak diperlukan di sini? Kalau begitu, mari pulang ke jalan yang benar.

"Duduk."

O-Oh~ Baiklah. Entah bagaimana, GB terlihat sangat menakutkan ketika mengatakan itu. Sampai-sampai aku yang sudah beranjak dari sofa secara otomatis duduk kembali.

"—Seperti yang pasti kalian bertiga ketahui, terdapat acara persaingan antar akademi setiap tahun. Dan itu akan berlangsung tiga bulan setelah ini, kemudian berlangsung selama sekitar setengah bulan."

Boleh aku memotong?

Okelah kalau boleh. Kenapa ia bilangnya tiga? Bukan empat? Padahal … ada lima orang di ruangan ini? Jawabannya, ada di pertanyaan itu sendiri.

Dengan kata lain, aku baru tahu soal acara tersebut. Kupikir itu tergolong sejenis dengan festival olahraga, di mana murid-murid pada seluruh sekolah di suatu kota bersaing satu sama lain.

"Ya, benar. Itu semacam festival olahraga."

GB sepertinya membaca pikiranku lagi menggunakan kemampuan Roh Kontrak-nya. Yah, terserahlah. Apakah pertemuan ini berhubungan dengan itu?

"Setiap tiga tahunnya, aturan serta beberapa hal lainnya mengalami sedikit perubahan. Pada tahun ini hingga dua tahun ke depan, akan diadakan pertarungan antar kelompok."

Saat GB hampir sampai ke inti pembicaraan, Reva tiba-tiba menyikutku. Apa ada sesuatu yang ingin ia bicarakan?

"—Ini memang cuma perasaanku saja, atau Selestina memang benar mulai terlihat agak gelisah?"

Kalau dilihat-lihat … gadis di seberangku itu memang nampak gelisah. Tangannya yang meremas lutut terlihat seperti sedang mencoba menahan perasaan gelisah yang saat ini sedang menggangu hatinya.

"Sepertinya itulah kenyataan."

Karena merasa yakin dengan apa yang kulihat, aku pun membalas pelan bisikan Reva.

Hmm, kalau dipikir-pikir … aku jadi lebih dekat dengan Reva. Baguslah, hubungan kami tidak berubah jadi hal lain. Aku sempat khawatir kalau tidak sekamar lagi hubungan kami akan jadi sedikit canggung.

"Apa? Ingin dilempar ke angkasa?"

Mantap, kata-kata mutiaranya keluar. Itu selalu terjadi ketika aku menatapnya terlalu lama tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

"Ehem. Sepertinya, beberapa dari kalian tahu ke mana arahnya ini, tetapi sebelum itu, akan kukatakan lebih jelas tentang Festival Ajang Kemampuan Murid Akademi ini."

Setelah membuat perhatianku dan Reva kembali ke arahnya dengan dehaman, GB pun melanjutkan :

"Akademi akan mengirim murid-muridnya yang lolos dari seleksi antar tim lain maupun rekomendasi. Batasan rekomendasi adalah dua, dan itu boleh saja untuk tidak mengirim dari jalur tersebut. Maksimal tim yang bisa dikirim berbeda-beda pada setiap tiga tahunnya …."

Lalu, GB mulai mengatur nafasnya. Yah, bagi nenek-nenek berwujud anak SD, itu pasti melelahkan—maksudku, mengucapkan beberapa baris kata, bukan yang berhubungan dengan ran …. Lupakan.

"Pada tahun ini, semua akademi disuruh menyiapkan empat tim yang berisi tujuh murid di dalamnya. Dan karena kalian tergolong murid-murid 'unik', akan sangat bagus kurasa untuk melihat kalian berjuang bersama."

"Intinya, Anda ingin merekomendasikan kami berempat untuk membuat satu tim, bukan?"

"…!"

Saat Reva mengatakan inti pertemuan ini, kulihat Selestina membelalakkan matanya, dan berdiri dari sofa.

"Maaf, Direktur …, dengan berat hati, saya menolak ini."

"Menolak apa? Memasukkanmu ke dalam tim? Tidak ada kata penolakan. Kautahu sendiri bahwa misi tidak bisa ditolak dengan mudah. Kau harus memiliki alasan yang jelas. Dan kau sendiri tahu, aku bisa langsung tahu alasanmu tanpa perlu untuk kaukatakan."

"Kalau begitu …–!"

"Aku tidak menerima alasanmu. Masa lalu adalah masa lalu. Jika kauberkata tak ingin menyalahi janji, aku tidak bisa menerima alasan seperti itu."

Mendengar ucapan GB, Selestina mengarahkan pandangan kedua matanya ke bawah. Matanya tersebut menatap hampa ke meja kaca, sambil mengepalkan tangan sampai bercucuran darah.

Aku ingin menyuarakan sesuatu untuk membuat suasana sedikit berubah, tetapi kata-kata maupun suaraku tidak mau keluar.

"Pokoknya …"

Tatapan hampanya berubah menjadi tajam, yang mana itu diarahkan pada GB di meja kerjanya. Seakan-akan mengikuti perasaan kesal di hati, Selestina menukikkan alisnya ke bawah, menunjukkan ketidaksenangan yang ia alami.

"… saya menolak."

Ia lalu berbalik, meninggalkan kami semua di ruangan ini, sementara GB mendesah panjang sambil menggeleng lalu menyunggingkan senyum kecut secara samar-samar.

Arc kedua, dimulai

Zikakecreators' thoughts