webnovel

Susu ini untuk Hewan Peliharaan

Translator: Wave Literature Editor: Wave Literature

Xia Ling berteriak dan terbangun dari mimpi buruk. Keringat dingin membanjiri tubuhnya.

Ia menyalakan semua lampu di ruangan dengan tangan gemetar. Lalu ia meringkuk di sudut tempat tidur, sambil memeluk dirinya. Ia tidak berani menutup mata karena wajah Pei Ziheng akan muncul setiap kali ia tertidur. Pei Ziheng tiba-tiba muncul seperti dewa, mengayunkan cambuk yang ia pakai untuk memukulnya, atau memaksa bersetubuh melawan keinginannya. Dan juga.. wajah seram dan misterius yang ia berikan sebelumnya di rumah sakit ...

"Xiao Ling, kupu-kupu cantikku. Semua yang kamu miliki adalah milikku."

"Li Lei, kau mungkin bisa melindunginya sekarang, tetapi kau tidak bisa melindunginya selamanya."

Di dalam mimpi, suara serak dan dalam itu terngiang di telinganya, seperti iblis yang berbicara dari lembah yang dalam--menolak untuk pergi.

Xia Ling terjatuh dari ranjang, menjatuhkan segelas air di meja. Ia mengutak-atik gramofon di sudut ruangan dan secara acak memainkan sebuah lagu. Melodi lembut pun memenuhi ruangan. Ia tidak ingin berpikir dan memaksa dirinya untuk bernyanyi mengiringi lagu, berusaha keras untuk fokus sepenuhnya pada musik dan lirik. Dan yang terpenting, menjauh dari mimpi buruk dan ingatannya. Ia berusaha untuk tidak mengingat lagi dan berusaha mengendalikan emosinya yang menjadi-jadi...

Kesadarannya menjadi buram. Musik dan gambar-gambar mengerikan berlalu lalang di benaknya, di luar kendalinya.

Pintu kamar terbuka.

Li Lei muncul. Ia bergegas datang setelah mendengar jeritan dan musik dari gramofon. Ia menemukan Xia Ling meringkuk seperti bola di sudut kamar.

"Ye Xingling, ada masalah apa?" ia membungkuk dan mengangkat wajah Xia Ling yang pucat.

Xia Ling menggumamkan lirik lagu secara acak dan melihat dengan tatapan mata kosong. Matanya menunjukan rasa takut dan kesedihan mendalam, mirip dengan hewan yang disakiti.

Li Lei mengerutkan kening dan ikut merasakan sakit di hatinya ketika melihat Xia Ling dalam kondisi lemah.

"Ye Xingling, kamu benar-benar memperlakukanku seperti budakmu." Ia bergumam pada dirinya sendiri seraya menggendongnya. Ia sangat ringan dan tubuhnya gemetar ketika meringkuk lebih dekat ke dada Li Lei, berusaha untuk mendapatkan kehangatan dari tubuh pria itu.

Li Lei membawanya ke sofa di ruang tamu, mengusap tangannya dengan lembut di sepanjang tulang punggung si gadis untuk menenangkannya.

Li Lei baru saja mandi dan mengenakan jubah mandi sutra. Kehangatan kulitnya bersentuhan dengan tubuh dingin Xia Ling, seperti mencoba untuk memindahkan semua kekuatan dan keberaniannya pada gadis itu. Beberapa saat kemudian, Xia Ling merasakan pemandangan mengerikan dari mimpi buruknya menghilang. Kesadarannya telah kembali. Ia mendapati dirinya dalam posisi romantis; tubuhnya memeluk Li Lei, dengan kepala bersandar pada dadanya. Detak jantung pria itu memiliki pengaruh luar biasa untuk menenangkannya, dan ia merasakan kedamaian.

"Apakah kamu mengalami mimpi buruk?" ia bertanya dengan lembut.

Ia mengangguk, lalu menggelengkan kepalanya, menatapnya dengan was-was.

Li Lei melihat ekspresinya yang berhati-hati dan menganggapnya lucu. "Kau mengalami mimpi buruk dan berusaha untuk tidak merasa malu. Benarkah?" melihat bahwa Xia Ling masih sangat defensif dan tulang punggungnya menegang, bos besar menggelengkan kepala dan melepaskannya.

Xia Ling melihat dengan bingung ketika si bos bangkit untuk pergi. Beberapa saat kemudian, ia kembali dengan selimut dan menyelimuti Xia Ling. Sentuhan lembut selimut di kulitnya terasa nyaman dan ketegangan di punggungnya mulai menghilang. Ia menghela napas panjang.

Li Lei pergi lagi.

Cahaya di dapur menyala dan terdengar suara kulkas terbuka dan tertutup, diikuti oleh kompor yang dinyalakan.

Ia berjalan kembali sambil membawa segelas susu hangat. Saat memberikan padanya, Li Lei berkata, "Minumlah, itu akan membuatmu merasa lebih baik."

Ia terkesiap dengan tawaran sang bos, sedikit tidak biasa oleh perhatiannya. Memberikan beberapa barang mewah kepada seorang gadis itu mudah baginya, tetapi menghangatkan segelas susu di atas kompor jarang dilakukan oleh bos besar seperti Li Lei.

Namun, ia tidak suka minum susu. Ia menggelengkan kepalanya dan dengan lemah berkata, "Aku tidak mau minum."

Ia mengangkat alisnya dan bertanya, "Kau tidak mau?"

Li Lei baru saja menyelesaikan pertanyaannya ketika si macan tutul berjalan keluar dari bayangan sudut ruang tamu. Bulunya tertutup indah dengan bintik-bintik yang tampak seperti mawar. Langkahnya malas tapi elegan. Sambil berjalan seperti raja di depan rakyatnya, ia menuju ke samping sofa.

Xia Ling merasa sangat takut. Macan tutul itu begitu dekat sehingga ia merasa bisa mendengar napas buasnya.

"Er Mao, ini bukan untukmu." Li Lei dengan santai mengelus bagian atas kepala Er Mao.

Macan tutul tersebut menatap susu di tangannya dan merengek pelan, membuat yang mendengar menjadi iba.

Li Lei mendorong segelas susu ke tangan Xia Ling, berkata, "Minumlah. Aku akan menyiapkan satu lagi untuk Er Mao. Jika kau tidak mau minum..." Ia tersenyum, menunjukkan giginya yang putih. "... berikan sendiri pada Er Mao."

Xia Ling menatap susu di tangannya dan kemudian menatap Er Mao. Dengan lemah ia berkata, "Akan aku minum."

Li Lei tersenyum puas. Sambil memanggil Er Mao, ia meninggalkan ruangan.

Cahaya di dapur menyala lagi. Saat Xia Ling minum susu dalam tegukan kecil, ia mendengar Li Lei berkata ketika memberi minum Er Mao, "Ini untukmu, Er Mao. Kau sudah berusia 7 tahun tetapi masih saja merengek. Aku hanya mencuri sedikit dari susumu, itu saja…"

Apa, mencuri?

Xia Ling menatap susu di tangannya karena terkejut.

Li Lei kembali ke sisinya seorang diri. Setelah melihat bahwa Xia Ling telah menghabiskan susu, ia tampak bahagia. Karena itu, ia dengan murah hati menghiburnya, "Jangan takut. Er Mao tidak akan tinggal di ruang tamu setelah menghabiskan makan malamnya. Ia punya kamarnya sendiri. "

Tapi…

Xia Ling dengan hati-hati bertanya, "Susu ini. Kau mencurinya?"

Li Lei agak terkejut dan tertawa. "Yah, bisa dibilang begitu." Ia berkata. "Aku tidak minum ini sama sekali, jadi semua susu di rumah disiapkan hanya untuk Er Mao."

Xia Ling terdiam sesaat. Susu ini memiliki rasa khusus, dan jika dia tidak salah, itu adalah merek impor yang mahal. Dalam kehidupan masa lalunya, adiknya, Xia Yu, meminumnya ketika benar-benar sakit. Susu ini harus dipesan lebih dulu dan persediaannya terbatas. Setiap tahun, orang-orang akan berusaha untuk memastikan mereka masuk daftar kuota... Ada begitu banyak yang berebut untuk mendapatkan susu ini sehingga mereka sering tidak kebagian. Dan Li Lei memberikannya kepada hewan peliharaan?!

"Apa yang kau pikirkan?" Ia bertanya pada Xia Ling.

"... Kau kaya dan berkeinginan kuat." Gadis itu menjawab.

Ia tertawa lagi, jelas merasa geli, dan tidak bisa menahan diri untuk menggodanya. "Jika kau mengikutiku, kau juga bisa kaya dan berkeinginan kuat."

Xia Ling merasa jengkel terhadap Li Lei, dengan agak kesal, ia berkata, "Tidak ada yang bisa memaksaku untuk melakukan sesuatu yang tidak ingin aku lakukan."

"Hei, cantik. Jangan cemas." Li Lei menggoda lagi sambil terus tertawa. "Sejak kapan aku mengatakan bahwa aku akan memaksamu? Apakah aku pernah memaksakan diriku kepadamu? Aku akan bersabar... akhirnya, kau akan setuju dengan senang hati." Ia selalu seperti pemburu yang sabar, terutama di depan mangsa yang sangat ia sukai. Ia tidak keberatan memainkan perasaannya.

Xia Ling curiga; seberapa banyak kata-katanya yang bisa dipercaya? Ia bukan lagi gadis naif seperti di kehidupan terdahulu. Ia tahu bahwa di depan kekuasaan dan status, semua janji tidak berguna.

"Namun," ia melambaikan jari pada Xia Ling. "Aku harus memperingatimu. Kau telah menolakku sekali, dan aku telah menyelamatkan hidupmu sekali. Kau berhutang kepadaku dua kali sekarang. Aku tidak akan melakukan yang ketiga kalinya. Jika nanti kau membutuhkan bantuan, aku tidak akan membantumu tanpa syarat."

Ia mengerti arti tersembunyi pria itu. Jika butuh bantuan lain kali, ia harus menyerahkan diri kepadanya sebagai imbalan.

"Hari itu tidak akan pernah ada." Ia menjawab dengan dingin.

Li Lei tertawa terbahak-bahak. Seraya menatap gadis lemah tapi sombong di hadapannya, ia berkata, "Benarkah? Kita lihat saja nanti."

***