webnovel

Selir Rose Dipukuli

Arabella menyesap teh yang disajikan oleh pelayan pribadi Orchidia, selir kedua.

" Saya yakin, Anda ingin membicarakan sesuatu yang penting sampai datang langsung ke kamar pribadi saya, Nona Arabella " ujar Orchidia dengan senyum hangat.

Anggukan Arabella membuat senyumnya semakin lebar, " saya ke sini memang karena ada yang penting. Tapi, bukankah sebelumnya Anda memanggil saya dengan sebutan 'sayang'? " tanya Arabella.

Orchidia membeku sejenak, " apakah tidak boleh, Nona Arabella?"

" Boleh. Sangat boleh. Anda tidak perlu menggunakan bahasa formal pada saya, Selir Orchidia. Anda boleh memanggil nama saya ataupun menggunakan sebutan sayang kapanpun.  Anggap saja.. saya seperti putri Anda. Bisa kah?" pinta Arabella. Meski Arabella memang berniat menjalin kerja sama dengan Orchidia, untuk hal ini ia serius. Arabella tulus ingin menganggap Orchidia seperti itunya.

" Baiklah. Kalau begitu, aku akan berbicara santai hanya saat kita berdua. Lalu, apa yang ingin kamu bicarakan Arabella?" tanya Orchidia.

Arabella meletakkan gelas tehnya, " Anda bisa hamil, tidak ada yang bermasalah dengan rahim Anda. Selir Rose memberi Anda dan Selir Vivian obat yang mencegah kehamilan, " ungkap Arabella dengan nada tenang.

" Apa?" Orchidia membeku. Ia merapatkan bibirnya. Etika wanita bangsawan, semarah apapun harus bersikap tenang dan anggun. Mengamuk dan menjerit bukanlah perilaku yang bagus bagi wanita bangsawan terhormat.

" Anda sangat tenang ya, sesuai dugaan saya " gumam Arabella.

Mata abu-abu pucat Arabella melirik ke sekeliling kamar Orchidia, " saya akan menolong Anda dan Selir Vivian agar bisa punya anak. Jadi, bisakah Anda mendengarkan penjelasan saya terlebih dahulu?" pinta Arabella. Sikapnya masih sama, tetap tenang. Terburu-buru dan terlalu emosional ketika memberitahu hal ini pada Orchidia malah akan membuatnya tidak mudah dipercaya.

" Baik. Tapi sebelum itu, bisakah saya tau dari mana Anda tau informasi ini?" tanya Orchidia. 

" Saya tidak memberitahu Anda untuk saat ini, anggap saja saya cukup banyak tau tentang semua yang sedang dan akan terjadi. Yang bisa saya beritahu agar Anda yakin dan mendengar ucapan saya adalah, setiap minggu, ketiga selir selalu minum teh bersama di kamar Selir Rose kan? Di situ, dia selalu memasukkan obat ke teko teh kalian. Semuanya mudah dilakukan oleh Selir Rose karena Anda dan Selir Vivian menyukai teh yang sama, teh Jasmine. Sedangkan Selir Rose menyukai teh Darjeeling. Saya benar, kan?" terang Arabella dengan nada yakin. 

Orchidia menutup mulutnya tak percaya, semua yang Arabella ucapkan memang sesuai dengan yang terjadi.

" Benar.. jadi, tolong beritahu aku apa yang kamu ketahui lagi, Arabella " lirih Orchidia.

Bibir tipis kemerahan Arabella tertarik membentuk senyum miring, " harusnya Anda curiga, kenapa Selir Rose bisa memiliki tiga orang anak sedangkan Anda dan Selir Vivian sama sekali tidak bisa. Selir Rose takut Anda ataupun selir Vivian bisa melahirkan seorang putra yang mungkin saja dijadikan penerus keluarga Marquess. Itu sebabnya dia menggunakan cara licik ini sejak pertama kali Anda datang ke kediaman ini. Dia mau menyingkirkan kita semua, Selir Orchidia. Wanita itu, ah.. " Arabella hampir kelepasan mengatai Rose di depan Orchidia.

" Maksudku, Selir Rose memang sudah merencanakan semua jenis sejak awal. Dua selir yang ia beri obat, sementara saya yang merupakan pewaris resmi selalu ia berusaha singkirkan ke desa " sambung Arabella yang sudah kembali mengontrol diri.

Orchidia menatap Arabella dengan ekspresi prihatin, " kamu tidak perlu menahan diri di depanku, Arabella. Aku tau seberapa menderitanya dirimu akibat Rose. Ibumu, rumahmu, ayahmu, semau sejak awal sudah digenggaman Rose. Apalagi, aku dengar.. " Orchidia menggantung ucapannya lantaran ragu.

" Ibuku diracuni oleh pelayan atas suruhan Selir Rose? Itu benar " sambung Arabella yang sudah menebak maksud Orchidia.

" Astaga.. " lirih Orchidia. Matanya bergerak ke sana kemari lantaran tidak ingin menatap Arabella dengan tatapan prihatin.

" Kamu tau dari mana semua itu, Arabella? Bagaimana bisa.. kamu yang masih semuda ini harus menderita seperti itu. "

" Saya akan memberitahu Anda dari mana saya tau itu semua ketika semua ini sudah selesai, jadi saya harap Anda bisa menemani saya sampai kita terbebas, Selir Orchidia " ucap Arabella ambigu.

Sejujurnya, Orchidia ingin bertanya lebih jauh tapi ia paham sepertinya Arabella tidak bisa memberitahunya saat ini.

" Baiklah, Arabella. Aku akan menunggu saat itu, sambil terus mendukungmu " ujar Orchidia dengan ekspresi wajah tulus.

Mereka melanjutkan perbincangan tentang hal-hal remeh yang terjadi di ibu kota saat ini, Arabella merasa sangat cocok berbincang dengan Orchidia. Sejak dulu, selir kedua Ayahnya itu selalu memperlakukan Arabella dengan baik dan sering membantu Arabella.

" IBU!!!"

" Nyonya Rose!"

Terdengar teriakan beberapa orang di saat yang bersamaan. Seketika Arabella dan Orchidia melangkah keluar pintu untuk mencari tau apa yang tengah terjadi, nama Rose yang disebut membuat mereka tertarik.

" WANITA RENDAHAN SEPERTIMU BERANI-BERANINYA MEMBUATKU MALU, HAH?! Padahal Arabella sudah benar ketika mengatakan bahwa aku akan terlihat kampungan dengan dua Bros, tapi kamu malah membantahnya dan berkata lebih tau tren pergaulan kelas atas. Tau apa kamu, j*lang?!" maki Vivaldi sambil menarik rambut Rose untuk menyeret wanita itu masuk ke dalam mansion.

Air mata dan ringisan Rose mengundang iba dari beberapa orang, namun tidak bagi Arabella. Dulu, ia diperlakukan jauh lebih dari pada itu. Berulang kali, selama bertahun-tahun.

' Ini hanya permulaan, Rose. Masih ada banyak kejutan lain untukmu, ' batin Arabella.

Rose terus menjerit dan membantah bahwa dirinya sengaja membuat Vivaldi malu.

" Apanya yang tidak?! Aku dijadikan lelucon, dikatai seperti orang kampungan, pamer harta, bahkan asal usul ku sebagai anak seorang Baron di ungkit!" bentak Vivaldi. Ia terus menjambak rambut merah Rose dan menampar wanita itu beberapa kali. Wajah rose memerah.

Ah, saatnya Arabella turun tangan. Dengan langkah anggun dan wajah polos, Arabella menuruni tangga. Sementara anak-anak Rose masih menonton dari lantai dua bersama pelayanannya.

" Ayah.. maaf menyela, tapi ini ada apa?" tanya Arabella dengan suara lemah lembut.

Vivaldi menoleh pada sang putri yang masih berdiri di tangga, " kamu benar, Arabella. Rose membuatku malu karena dua Bros itu hingga aku dijadikan lelucon oleh kepala keluarga lainnya. Si*l! Bahkan Grand Duke juga hadir di rapat itu, aku sungguh malu " geram Vivaldi.

Arabella menutup mulutnya seolah terkejut, namun matanya melirik Rose dengan tatapan yang agak.. merendahkan. Rose yang memang sensitif pun melotot, " APA MAKSUDMU MENATAPKU DENGAN MATA MERENDAHKAN SEPERTI ITU, ARABELLA?!" jerit Rose tak suka.

' Kena kau, Rose' batin Arabella memekik senang.

Lagi-lagi Vivaldi mendaratkan tamparan keras di wajah Rose hingga selir pertamanya itu terjatuh sedikit jauh dari tempat awal, " kurang ajar! Sudah membuatku malu, kamu masih berani tidak sopan pada Arabella? Bahkan kamu melupakan etika dasarmu! "

Arabella tertawa dalam hati, terlihat kejam. Tapi mau bagaimana lagi? Yang Rose rasakan sama sekali tidak sebanding dengan hidup yang Arabella jalani penuh dengan siksaan wanita itu, anak-anaknya dan Vivaldi sampai mati.

" Ayah.. Selir Rose pasti kesakitan, " mata Arabella berkaca-kaca seolah ikut sedih melihat Rose, " saya mohon maafkan Selir Rose, Ayah. Mulai sekarang, biarkan saya yang mengurus pakaian dan aksesoris Ayah jika ada pertemuan penting. Bisa kan, Ayah percaya pada saya?" pinta Arabella merayu.

" Tuan, jangan! Biar saya-"

" Biar kamu yang mengurus persiapanku lalu mempermalukan ku lagi seperti hari ini, Rose? Tidak bisa. Aku akan mempercayakan Arabella untuk mengurus persiapanku lain kali. Kamu tau aku kan? " Tangan Vivaldi mencengkeram dagu lancip Rose, " sekali orang berbuat salah padaku, aku tidak akan pernah bisa lagi mempercayakan hal itu padanya. "

' Sekali orang berbuat salah padaku, aku tidak akan pernah bisa lagi mempercayakan hal itu padanya ' ucap Arabella dalam hati. Ia sudah menghafal ucapan Vivaldi itu, karena di kehidupan sebelumnya Vivaldi selalu mengatakan hal yang sama setiap kali menyiksa dan menghukum Arabella atas kesalahan yang sudah direncanakan oleh Rose dan anak-anaknya.

' Ayah tidak berubah, maka teruslah begitu, Ayah. Biar aku, putrimu ini.. membalas semua kesalahan Ayah kali ini ' batin Arabella. Tangannya yang sedang memegang kipas dan roknya mengepal, melampiaskan perasaan emosionalnya.