85 Menantang sang Tuan 2

"Bagaimana …."

Celia melihat ke pipinya, ia akhirnya menyadari kalau kabut hitam yang selama ini menutupi wajahnya telah hilang.

Ia ketahuan, mengejutkan sekali kalau cahaya jingga memiliki kekuatan yang jauh lebih kuat daripada yang ia ingat di masa lalu.

"Bagaimana aku tahu?"

Renee menusukkan lebih kuat pedang ke bahu wanita itu, meski ia tidak mengenai titik vital Celia, tapi tidak masalah, ia bisa menghancurkan bahu dan tangan Celia dengan pedangnya.

"Apa kau pikir aku bodoh?"

Renee tersenyum miring dan cahaya jingga di sekitarnya berubah menjadi garis-garis lurus, membentuk pelindung yang menghindarkan mereka dari ular yang ingin menyerang.

"Sejak kau menyatakan cintamu pada Leo, kau pikir aku tidak tahu?"

Renee mengamati Celia sejak awal, bagaimana ia satu-satunya bangsawan di kota Dorthive yang bisa baik-baik saja di tengah kekacauan ini, ia bahkan masih bisa mengadakan perjamuan dan mengundang Leo.

Padahal semua orang di kota Dorthive tahu, kalau sang Marquis, tidak bisa keluar di siang hari karena tubuhnya akan terbakar.

Orang bodoh mana yang tidak curiga dengan hal sekecil itu?

Renee memulai kecurigaannya dari hal itu, meski ia tidak mengatakan hal ini pada siapa pun, tapi ia tahu, ia harus bersikap sebaliknya, Ivana ada di sekitarnya dan Renee membuat dirinya seakan-akan ia mengagumi Duchess yang baik hati di depannya.

Ia menjadi yakin melihat reaksi Dylan dan juga Arthur yang terlihat tidak senang dengan sang Duchess, apalagi Bella yang raut wajahnya tidak bisa dibohongi sama sekali.

"Apa yang kau katakan?"

Celia tidak mengerti, apa yang ia lakukan sangat sempurna, bagaimana bisa ada seseorang yang baru saja tiba di kota Dorthive mengetahui apa yang ia rencanakan?

"Aku bisa melihat matamu pada Leo seperti apa, mata yang terbakar gairah seperti itu tidak bisa berbohong!" Renee mengayunkan telapak tangannya, menampar Celia dengan bunyi yang keras.

Ia jijik melihat mata Celia pada Leo, ia jijik melihat mata yang seakan-akan bisa memerangkap orang lain dalam genggamannya.

Orang yang baik-baik saja dan bertingkah paling baik di kota Dorthive adalah orang yang plaing mencurigakan di mata Renee, wanita yang ada di depannya ini, benar-benar manipulatif.

Kalau saja ia bukan seorang aktris yang pandai menilai karakter orang, ia akan tertipu.

"Jadi kau memastikan dalam waktu yang lama rupanya bahwa itu adalah aku?" Celia terkekeh, darah yang merembes keluar dari bahunya dan membasahi tanah di sekitarnya. "Lantas kenapa kau tidak memberitahu Leo?"

"Aku bilang, aku curiga." Renee mengibaskan tangannya yang terasa panas setleah menampar Celia. "Tapi aku terkejut teryata kecurigaanku berbuah besar seperti ini."

Tuan yang sering disebut-sebut Ivana dan Arthur ternyata adalah Celia, tidak heran.

Renee rasanya bisa menarik sebuah benang merah dari semua misteri yang ada di kota Dorthive.

"Kita adalah musuh bebuyutan," kata Celia, meski dalam keadaan yang tidak memungkinkan, ia tidak mau meyerah begitu saja, di luar cahaya jingga yang mengurung mereka, satu-satunya ular yang tersisa menghantamkan ekor dan tubuhnya, berusaha menggapai tuannya.

"Kau pasti tidak tahu apa-apa tentang masa lalu, tapi aku akan memberitahumu sedikit." Celia terkekeh, wajahnya pucat pasi dan rasa sesak di dadanya semakin menjadi-jadi. "Kau dan aku, sejak awal kita ada di sisi yang berlawanan."

"Aku tidak peduli." Renee sudah bosan mendengarkan omong kosong, mulai dari Ivana, Arthur hingga Celia mereka sepertinya memiliki kesamaan untuk mengoceh di saat-saat terdesak. "Leluhurku dan leluhurmu saling kenal atau berteman di masa lalu pun, aku tidak peduli."

Renee mencabut pedang dari bahu Celia secara paksa hingga terdengar robekan yang amat keras, Celia menggertakkan gigi, menahan jeritan yang keluar dari mulutnya.

Mata Renee berkilat-kilat, raut wajahnya tidak berubah sama sekali, jika Celia lihat sekilas ia sangat mirip dengan Leo.

Raut wajah Leo yang selalu menolaknya.

"Yang aku pedulikan adalah apa yang aku lihat sekarang," kata Renee sambil memutar pedang dan meletakkan di leher Celia. "Dan apa yang akan terjadi di masa depan."

Renee sudah banyak bertemu dengan orang yang punya masa lalu yang buruk di kota Dorthive, dari Leo, Dylan, Arthur, mereka semua terperangkap dalam masa-masa kelam mereka.

Ia tidak ingin menjadi orang yang seperti itu, baginya masa lalu adalah masa lalu. Masa depan adalah sesuatu yang pasti akan ia hadapi.

Renee menggeser pedangnya mendekati leher Celia, ia menatap wanita itu dengan tajam.

"Apakah kau tidak mengerti?"

"Apa?" Celia merasakan lehernya tergores dan rasa pedih menyebar. "Kau ingin aku memohon padamu dan menyerah, Renee?"

Celia tersenyum, meskipun tubuhnya terasa lemah karena darah yang terus keluar dari tubuhnya, ia hanya bertahan sebentar lagi.

Ya, bertahan sebentar lagi, ia harus mengulur waktu.

"Aku tidak akan melakukan itu, Renee." Celia bergumam dengan suara rendah dan matanya itu terbelalak lebar. "Aku mencintai Leo, jauh lebih mencintainya daripada siapa pun, bahkan jika itu Karren atau dirimu, tidak akan ada yang bisa menghalangi kuatnya perasaan cintaku!"

Kalau sudah berbicara tentang kegilaan dalam mencintai seseorang, maka Celia lah yang menjadi juaranya, perasaannya itu membuatnya buta dan rela melakukan apa saja asalkan ia bisa mendapatkan Leo yang patuh di sisinya.

Renee tidak mengatakan apa-apa, tapi pedangnya semakin bergeser maju.

"Kau tidak akan pernah tahu bagaimana rasnaya mencintai seseorang sekuat aku!" Celia terkekeh, mengabaikan rasa sakit yang ia rasakan. "Leo, aku harus membuatnya melihatku seorang, bukankan itu adil?!"

"Kau sudah gila, sebaiknya kita akhiri sa …."

"Argh!"

Terdengar suara teriakan Arthur dari belakang sana, belum sempat Renee menggerakkan pedangnya untuk mengakhiri Celia, seseuatu melesat ke belakang dan menghantam tubuhnya.

BRAKH!

Renee terhempas dari tubuh Celia, pedang yang ia pegang jatuh ke atas tanah dan cahaya jingga yang menyelimutinya meredup.

Renee mengerang, ia langsung bangkit dan melihat sosok apa yang menyerangnya, tanpa ia duga bayangan hitam menerjang hingga ia lagi-lagi terhempas ke atas tanah.

BRUKH!

Renee merasakan tubuhnya remuk, ia terbatuk-batuk, dalam waktu singkat keadaan telah berbalik, ia yang terpojok dan Celia yang lebih baik darinya.

"Aku sudah mengulur waktu," kata Celia yang bangkit dari atas tanah, ia menggerakkan tanganya dan kabut hitam menyebar di tubuhnya, membuat pendarahannya terhenti, tapi lukanya masih menganga lebar. "Sampai bantuanku datang."

Renee mendongak dan langsung membulatkan matanya ketika melihat sosok yang berdiri di hadapannya.

Awalnya ia pikir, bantuan yang dimaksud oleh Arthur dan Celia itu adalah monster atau ular jenis lain.

Tapi nyatanyanya, bantuan yang Celia maksud adalah ….

Leo.

Bantuan yang datang untuk menyelamatkan Celia justru Leo.

avataravatar
Next chapter