92 Mawar Merah Darah 4

Leo mengalihkan pandangan ke arah Renee, hendak berlari menyusul ketika pedang Celia bergerak ke arahnya.

PRANG!

Dylan muncul menghadang serangan Celia, Arthur yang telah terseret, mau tak mau ikut membantu.

"Pergilah!"

Dylan memukul mundur Celia, tanpa para monster yang ada di sekelilingnya, Celia tidak ada apa-apanya bagi mereka. "Cepat lihat Renee!"

Leo menanggapi perkataan Dylan dengan langsung melompat mundur menuju Renee yang masih berada di tengah-tengah cahaya, laki-laki itu mengulurkan tangannya.

Awalnya terasa hangat, tapi setelah ia semakin mendekat, rasa panas yang kuat membuatnya mengatupkan bibir rapat-rapat.

Apa yang terjadi?

Kenapa cahaya jingga sepanas ini?

"Renee …." Leo menjatuhkan pedang di tangannya dan menerobos masuk ke dalam cahaya, tidak peduli dengan apa yang ia rasakan, laki-laki itu meraih tubuh Renee.

Leo tidak tahu apa yang terjadi, ia hanya berpikir secara logika, kalau Renee mengeluarkan kekuatannya secara terus menerus, ia takut sesuatu yang buruk akan terjadi.

Tangan laki-laki itu menyentuh bahu Renee, menarik wanita itu dengan kuat ke arahnya.

Cahaya jingga yang bersinar lurus ke atas bergerak, tepat pada saat Leo berhasil memeluk Renee, cahaya yang bersinar ke atas langit goyah dan meledak.

BLAR!

Leo memejamkan matanya dengan erat, ia memeluk erat Renee dan terhempas ke atas tanah, bebatuan beterbangan beserta dengan angin yang berhembus kuat.

Leo tetap memeluk Renee erat-erat hingga cahaya jingga yang bersinar mulai memudar di atas langit, menjadi serpihan cahaya yang menyebar di udara.

Sesaat, suasana terasa hening.

Leo membuka mata, ia duduk dan melihat Renee yang ada di pelukannya, mata wanita itu terpejam erat dan keningnya berkerut.

Leo merasakan jantungnya berdebar karena rasa takut, ia menyentuh Renee dengan hati-hati, tidak peduli dengan seberapa keras pertarungan Dylan dan Celia di sana, ia tidak akan beranjak membantu.

Semua fokusnya sekarang hanya berpusat pada Renee. Jari-jarinya gemetar menyentuh wajah Renee.

"Renee … kau baik-baik saja?" Leo bergumam-gumam dengan suara pelan, tubuh wanita itu perlahan mulai kehilangan kehangatan dan kerutan di dahinya mulai mengendur. "Renee, kau bisa mendengar suaraku?"

Leo tidak pernah setakut ini sebelumnya, ia tidak pernah merasa kalau dirinya takut melihat seseorang yang tidak berdaya di pelukannya. Laki-laki itu memeluk Renee dengan erat untuk kesekian kalinya, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan, antara takut dan bingung.

Renee masih bernapas, tapi perlahan tubuhnya mendingin.

"Apa yang harus aku lakukan? Renee, kau tidak boleh pergi, bertahanlah sebentar …." Leo memeluk Renee lagi dengan pikiran yang berkecamuk, semua yang ia pikirkan di dalam kepalanya terasa berantakan, ia tidak bisa berpikir sama sekali.

Pikirannya sekarang hanya fokus pada Renee.

"Argh!" Celia menjerit, ia marah.

Apalagi setelah melihat Leo yang tanpa pikir panjang berlari ke arah Renee, mengabaikan dirinya dan lebih memilih untuk memeluk wanita itu dengan erat.

Celia marah, ia cemburu.

Bagaimana bisa Renee yang bahkan tidak mengenal Leo dalam waktu yang lama tiba-tiba mendapatkan perhatian penuh dari laki-laki itu?

Kenapa tidak dia saja?

Ia sudah lebih dulu bertemu Leo, ia yang lebih lama ada di sisi laki-laki itu!

Celia mengepalkan kedua tangannya, matanya merah dan giginya gemerutuk. Kabut hitam semakin kuat di sekitar tubuhnya dan pedang yang ia pegang menjadi lebih besar.

"Apa kita akan baik-baik saja?" Arthur di belakang Dylan berbisik, ia tidak yakin Renee baik-baik saja, wanita itu mengeluarkan banyak kekuatan dan sepertinya tidak mungkin akan menyembuhkan mereka lagi kalau-kalau anggota tubuh mereka terpisah karena serangan Celia dan kabut hitamnya.

"Aku tidak tahu."

Dylan tidak berminat berbasa-basi dalam situasi seperti ini, apalagi Celia sepertinya tidak bisa dibendung lagi, wanita itu mungkin sudah berada di ambang batas kewarasannya.

"Kurang ajar! Aku akan menghancurkan kalian semua!" Celia berteriak hingga wajahnya memerah, urat-urat yang ada di tubuhnya terlihat menonjol, membengkak seakan-akan bisa pecah kapan saja.

"Sial, bagaimana wanita ini begitu gila …." Dylan menggerakkan pedangnya menepis Celia yang sekarang bergerak tidak karuan mencoba mendekati Leo dan Renee.

Arthur tidak berkata-kata, pedangnya bertabrakan dengan pedang Celia dan langsung mengalami retakan, patah menjadi dua.

"Dy …." Arthur terhempas ke tanah dihantam oleh kabut hitam milik Celia, laki-laki itu mengerang.

"Awas!" Dylan berseru pada Leo, Celia jelas tidak akan melepaskan Renee begitu saja, wanita dengan kabut hitam pekat di sekitarnya bergerak mendekat.

Celia muncul di depan Leo, mengayunkan pedangnya dengan kuat, hatinya sudah buta, tidak peduli lagi dengan Leo atau cintanya lagi.

Semuanya harus dihancurkan, hancur sampai jadi debu.

Kalau tidak ia yang akan hancur lebih dulu!

"Mati kalian!" Celia menatap leo dengan tajam, kedua tangannya mengayun dengan kabut hitam yang semakin pekat ke arah Leo, dari kejauhan Dylan berteriak.

Kabut hitam menyebar ke sekitar Leo dan Renee, seakan-akan bisa mencekik mereka berdua kapan saja.

Leo masih memeluk Renee, matanya yang penuh kekhawatiran itu menjadi suram dan pelukannya semakin mengerat.

Ia tidak akan membiarkan satu orang pun menyakiti Renee lagi.

Sekarang adalah gilirannya untuk membalaskan semua yang telah Renee lakukan.

Ia juga, tidak akan tanggung-tanggung lagi melakukannya.

Leo terkekeh pelan, di detik berikutnya, sebuah pedang berputar menghantam tubuh Celia, wanita itu membelakakkan mata terkejut, ia terdorong ke samping. Kabut hitam yang menjadi pedangnya patah menjadi dua karena cahaya jingga yang muncul dari pedang Leo.

Celia masih tidak bisa menguasai dirinya ketika lagi-lagi ayunan pedang berikutnya berayun mengarah ke kepalanya.

BRAKH!

Celia melindungi kepalanya dengan kedua tangannya, ia menggertakkan gigi saat luka goresan muncul dan darahya menciprat keluar, wanita itu menoleh ke arah Leo, ia tidak habis pikir, dulu mata hitam Leo yang terlihat suram itu adalah mata yang sangat ia sukai, bagaimana bisa ….

Bagaimana bisa sekarang mata itu terlihat begitu mengerikan?!

Sekarang Leo tidak hanya membencinya, tapi laki-laki itu memiliki aura membunuh yang sangat kuat, laki-laki itu jelas tidak akan bersikap lembut padanya hanya karena kasihan.

Celia tidak bisa berpikir jernih, begitu pula dengan Leo. Laki-laki itu sudah dipenuhi dengan kabut amarah dan dirinya juga sama-sama tidak mau mengalah.

Mereka berdua berada di ambang krisis pertaruhan masing-masing, tidak ada lagi obsesi atau keinginan untuk menguasai seseorang. Yang ada dalam pikiran mereka berdua adalah mengakhiri hidup salah satu dari mereka, secepatnya.

Mereka sama-sama ingin mengakhiri semua ini dengan cepat.

"Kau yang akan mati." Leo berucap tanpa suara, ayunan pedangnya cukup kuat dan kabut hitam milik Celia bergerak dengan berantakan. Wajah Celia menjadi pucat, ia menatap Renee yang masih dipeluk Leo.

Sialan!

Ia tidak ingin mati di tangan orang yang sangat ingin ia miliki!

avataravatar
Next chapter