112 Dalam Kegelapan 3

SRAK!

Leo berdiri di depan Renee, ia mengarahkan pedangnya ke sosok berjubah yang duduk di kursi kayu dengan waspada.

"Pedang itu … dari desa Kortham." Sosok berjubah itu masih santai di kursi kayu, terlihat sekali kalau ia sebenarnya tidak begitu khawatir dengan kedatangan Renee dan Leo di tempatnya ini. "Ratu Ginevra sepertinya memilih bidak yang tepat kemari."

"Kau berbicara tentang omong kosong."

Leo adalah orang yang paling dirugikan saat ini, ia adalah sang Marquis, orang yang bertanggung jawab atas kota ini.

"Aku akan menghancurkan semua keluarga Fern."

Sosok berjubah itu mendengar perkataaan Leo, ia tertawa terbahak-bahak hingga kursi kayu yang ia duduki itu sedikit bergoyang,

"Kau memang anak Matthew, sikap dan perkataanmu sama persis dengannya. Orang tuamu juga mengatakan hal yang sama dan kau tahu hasilnya?"

Sosok itu berdiri, ia terlihat lebih tinggi dari kelihatannya, dari bahunya yang lebar terlihat kalau ia adalah sosok laki-laki bugar. "Mereka mati di tanganku."

Leo mengatupkan bibirnya rapat-rapat, mencoba untuk tidak mengumpat.

Masih segar di ingatannya kalau kedua orang tuanya tewas di kecelakaan yang sama dengan dirinya, ia tahu kalau kecelakaan itu adalah sesuatu yang direncanakan, ia tidak pernah mengira kalau orang yang menjadi dalang dari semua penderitaannya bisa berbicara sesantai ini di hadapannya.

"Kau sepertinya sudah hidup terlalu lama." Leo pada akhirnya tidak bisa lagi menahan diri, ia menarik napas dan tiba-tiba saja melesat ke sosok berjubah.

Sosok berjubah itu dengan cepat mengangkat tongkatnya, menghadang pedang Leo.

PRANG!

Pedang Leo dengan kuat bertubrukan dengan tongkat menimbulkan percikan api yang kuat, Leo menarik pedangnya dan menyerang lagi, berkali-kali.

Renee tetap diam di tempatnya, ia tidak ingin gegabah dan memperhatikan serangan demi serangan Leo, pedang yang diberikan sang Ratu memang bukan pedang sembarangan, setiap kali pedang bergerak, ada percikan api yang menambah kesan kalau pedang itu bukan pedang yang mudah dikalahkan.

"Kau cukup bersemangat juga ya, anak muda." Sosok berjubah itu awalnya hanya meladeni Leo dengan tongkatnya, tapi lama kelamaan ia menggunakan kekuatannya, ular muncul dari jubahnya dan berlompatan ingin menggigit.

SRASH!

Leo tidak gentar dengan berapa pun jumlah ular yang berlompatan ke arahnya, pedang yang ia gunakan dengan kuat menebas satu persatu, membuat ular-ular itu berjatuhan ke tanah dengan tubuh yang terpotong-potong, darah mulai berceceran di mana-mana.

"Apa kau tahu seperti apa Ayahmu? Ia terlihat seperti dirimu!" Sosok berjubah itu tertawa, ia memutar tongkatnya dan dua ekor ular berwarna putih dengan cepat menerjang.

"Leo!"

Renee tidak bisa berdiam diri lagi, ia menggerakkan pedang dan menghalau dua ular itu.

Sosok berjubah melompat mundur dan kursi kayu yang sedari tadi menjadi tempat duduknya jatuh ke lantai dengan suara berdebam.

"Ah, kalian benar-benar mirip dengan Matthew dan Istrinya ... membatku ingin bernostalgia ke masa lalu."

Sosok berjubah itu terkekeh, melihat Renee dan Leo secara bergantian. "Benar-benar mirip."

"Berhenti membicarakan kedua orang tuaku."

Renee dan Leo menyerang di saat yang bersamaan, sosok berjubah itu menggerakkan tongkatnya dan suara besi bertabrakan terus terdengar.

"Orang tuamu saja tidak bisa mengalahkanku, apa kau pikir kau bisa?" ejek sosok berjubah itu dengan kekehan nyaring dari mulutnya. "Kau hanya mengantar nyawamu saja kemari."

Leo menyipitkan matanya, ia melihat kesamaan demi kesamaan dari keluarga Fern, mereka suka memancing emosi lawan.

"Lebih baik kau diam." Leo menerjang sosok berjubah itu dengan kakinya, sosok berjubah itu terdorong ke dinding.

"Awas!"

Renee mengayunkan pedangnya dan jubah yang menutupi sosok itu robek menjadi dua bagian.

PRAKH!

Leo juga mengayunkan pedangnya dan menyabet dada sosok berjubah tanpa ampun, dua ekor ular langsung muncul dari balik tanah, melilit kaki Leo dan menancapkan gigi mereka ke paha dan lengan Leo.

"Leo!" Renee berseru ngeri, ia hendak berlari mendekat sebelum dua ekor ular lain muncul di bawah kakinya dan langsung melilit kakinya, ia tidak bisa menjaga keseimbangan tuubhnya dan jatuh ke lantai.

"Aku baik-baik saja!" Renee berkata sebelum Leo, ia menatap laki-laki itu sambil menganggukkan kepalanya berkali-kali.

Ular yang melilit tubuh mereka membesar, sosok berjubah itu bangkit dari tanah dan menarik jubahnya yang telah hancur.

"Kalian telah menghancurkan jubahku yang sangat berharga."

Tangan sosok itu menjatuhkan jubahnya ke tanah dan memperlihatkan sosoknya, dengan rambut pirang dan mata biru yang terlihat berkilat-kilat.

Renee mendongak, mata itu terlihat sama persis dengan mata Celia dan wajah itu … adalah wajah yang ia lihat di halaman pertama arsip kerajaan.

"Jangan menatapku seperti itu." Laki-laki keluarga Fern itu bergumam dengan suara rendah, ia tersenyum, meski di arsip kerajaan telah berumur dan terlihat sangat tua, tapi apa yang Renee lihat sama sekali tidak jauh berbeda.

TIdak salah lagi, orang-orang di keluarga Fern adalah orang yang telah hidup lama.

"Keluarga Fern kami memang terlahir dengan ketampanan yang tidak terkalahkan, bahkan jika itu dari keluarga kerajaan pun, tidak akan ada yang bisa menandingi."

Leo mencoba menggerakkan tangan dan kakinya yang terjerat ular, ada perasaan ngilu yang amat kuat mulai menjalar dari gigitan dua ular di tangan dan kakinya, sepertinya kedua ular ini memiliki racun yang membuat tubuhnya perlahan-lahan mati rasa.

Renee menahan napas, Ia memegang pedangnya dengan erat.

"Jangan berpikir aku bisa dikalahkan dengan mudah, dong." Laki-laki berambut pirang itu terkekeh pelan, kemudian ia berdiri di antara Renee dan Leo, menatap mereka berdua secara bergantian, ia menyeringai lebar.

"Yah, saat ini sepertinya kalian tidak boleh terlalu sering bersama."

Leo dan Renee saling pandang, di detik berikutnya laki-laki berambut pirang itu menghempaskan tongkatnya ke tanah.

BRAKH!

Baik Renee dan Leo, mereka terhempas kea rah yang berlawanan, saling berjauhan satu sama lain. Lantai yang mereka pijak terbelah menjadi dua dengan laki-laki pirang yang berdiri di tengahnya, laki-laki itu tersenyum dan mengangkat jari telunjuknya ke atas.

"Jatuhlah, jatuh ke bawah."

DUNG!

Renee mendapati dirinya meluncur lagi ke bawah dan ia sama sekali tidak sempat untuk melihat apa yang terjadi pada Leo, tubuhnya tenggelam ke dalam kegelapan yang dingin, kali ia tidak mendapati tangan Leo lagi yang menariknya untuk mendapatkan ketenangan.

Kali ini, ia benar-benar terpisahkan dari Leo.

Renee menggertakkan gigi, matanya menjadi suram dan ia menatap ke atas, sosok berambut pirang itu lama-kelamaan terlihat mengecil dan menjadi titik cahaya yang meredup seiring dengan cepatnya Renee turun ke bawah.

Renee belum pernah merasakan dirinya tidak berdaya seperti ini, apakah ia dan Leo akan berakhir begitu saja di sini?

Tanpa cahaya jingga, Renee hanya seorang aktris panggung teater.

Ia hanya manusia biasa.

avataravatar
Next chapter