111 Dalam Kegelapan 2

Renee mengerutkan keningnya, ia berdiri dan menyentuh Leo.

"Apa yang telah Ratu berikan padamu?"

Ia sudah mencurigai Ratu sejak lama, tapi ia tidak pernah menemukan sesuatu yang aneh, baru kali ini ia akhirnya mengerti bahwa rasa curiganya itu sama sekali bukanlah sesuatu yang tidak berdasar.

"Leo!"

Laki-laki itu terdiam, kaget dengan Renee yang berteriak padanya.

Renee sudah memikirkan semuanya dengan hati-hati, baik keluarga Fern maupun sang Ratu punya sesuatu dibalik tangannya.

Alih-alih penasaran, rasa curiga Renee semakin memuncak.

"Ini bukan sesuatu yang buruk, ini untuk membantu kita …."

"Berikan padaku." Renee mencegat Leo, ia melirik pedang yang berlumuran darah itu. "Apakah ini yang diberikan Ratu?"

"Renee, apa yang kau pikirkan?" Leo mengusap wajah Renee, wanita itu terlihat tidak fokus. "Kau baik-baik saja? Pedang ini ditempa oleh batu suci yang ada di desa Kortham, Ratu memesannya secara khusus dua tahun yang lalu untuk melawan para monster."

Renee menarik napas, ia menjilat bibirnya dengan cepat, jantungnya berdebar dengan kencang. Sepertinya ia terlalu banyak berpikir.

Renee tidak tahu apakah Leo akan berpikir tindakannya sangat keterlaluan, ia menghela napas panjang dan tersenyum tipis.

"Ya, maaf ... aku … aku ... hanya kaget."

"Tidak apa-apa."

Leo sepertinya tidak banyak berpikir seperti Renee, ia memberikan pedang yang diberikan Ratu pada wanita itu.

"Kau bisa mencobanya kalau kau mau."

Leo bukan orang yang pelit, apalagi kalau itu adalah untuk Renee. Bahkan kalau wanita itu ingin semua yang ia miliki, akan ia berikan.

Renee menatap pedang itu, warnanya hitam pekat, terlihat biasa saja dan tidak ada ukiran sama sekali di gagangnya, terlihat sekali kalau penempa pedang membuatnya secara terburu-buru, mungkin di antara pedang yang dibawa Ratu, hanya pedang yang dipegang Leo lah yang merupakan pedang dengan tampilan terburuk yang pernah ada.

"Tidak, Ratu memberikannya padamu maka kau yang harus menggunakannya."

Renee bangkit sambil melambaikan tangannya dan melihat ke sekitar, setelah empat kepala ular itu terpotong, mereka harus mencari jalan agar bisa menemukan sang Tuan.

Meski Renee tidak mengerti mengapa Ratu tidak mengatakan apa pun padanya, ia mencoba berpikir positif.

"Aku menemukan ini." Leo mendekat ke arah kepala ular dan menusuk tepat di kepalanya, ada sebutir kristal berwarna ungu yang menyala di dalam sana. "Mereka berempat memilikinya."

Renee menatap empat kepala ular itu, Leo merogoh batu kristal yang di kepala keempat ular itu dan menyisakan lendir berbau yang menyengat. Wanita itu menggelengkan kepalanya, ia tidak ingin menyentuh sesuatu yang menjijikkan.

"Sebaiknya kau saja yang menyimpannya." Renee melihat Leo tanpa ragu mencuci empat batu kristal dengan air yang masih tersisa di lantai dan memasukkan ke dalam saku.

"Leo, ayo kita pergi ke sana."

Leo tidak banyak bicara, ia berjalan di sisi Renee. Mereka berusaha mengabaikan rasa dingin dari pakaian yang basah dan melihat keadaan sekitar dengan awas.

Ruangan yang tadinya dipenuhi air kini menjadi lebih luas dan gelap, obor yang sudah padam karena air tidak bisa lagi digunakan, mereka hanya mengandalkan penglihatan mereka yang terbatas untuk berjalan lebih jauh lagi ke dalam.

Tidak ada lagi ular atau air, lantai yang mereka pijak cukup bersih dan tidak ada tanda-tanda ada seseorang yang pernah kemari, Renee menyentuh dinding dan samar-samar merasakan sesuatu yang menonjol, sepertinya sebuah ukiran yang tertanam di dinding.

"Apa ini?"

Leo ikut menyentuh dinding, karena penglihatan mereka yang terbatas, mereka hanya bisa mengira-ngira ukiran apa yang ada di dinding, awalnya Leo mengira itu adalah sulur daun, tapi setelah diraba lagi lebih lanjut.

"Ini ular." Leo bergumam, sepertinya di keluarga Fern mereka sangat terobsesi dengan ular, tidak … lebih tepatnya mereka terobesi menjadi ular.

Renee mengerutkan keningnya, ia mengangguk pelan.

"Apa kau tahu sesuatu tentang ini? Ular? Apa mereka punya hal khusus yang berhubungan dengan ular?"

Leo menggeleng, selama yang ia tahu Celia dan keluarga Fern yang lainnya tidak pernah menunjukkan minat yang khusus pada ular, mereka semuanya terlihat normal.

"Di arsip kerajaan juga tidak ada tercatat hal ini."

"Aneh."

Renee menelan ludah, semakin ia meraba ke bawah, ukiran berbentuk ular yang ada di sana semakin membesar dan tidak dapat dipungkiri bentuk ularnya semakin mengerikan.

"Leo, aku pikir kita akan berhadapan dengan sesuatu yang sangat buruk."

Leo di samping Renee memegang pedang yang ada di pinggangnya, tidak bicara. Laki-laki itu tahu kalau mereka akam menghadapi sesuatu yang buruk di sini.

Mereka berdua sesaat menjadi hening ketika suara mengetuk datang dari sudut lain ruangan, Leo dan Renee saling pandang.

Mereka berdua tanpa kata berjalan ke sudut lain dan menemukan ada lorong yang menjorok ke bawah, lengkap dengan tangga yang terbuat dari bebatuan.

Renee tidak suka ruangan seperti ini, rasanya seperti ia mengalami mimpi buruk karena harus berada di tempat-tempat seperti ini dari waktu ke waktu.

Tapi karena ada Leo, ia merasa sedikit nyaman berada di sini, entah kenapa ia merasa laki-laki itu tidak akan mengingkari apa yang ia katakan.

Renee berjalan di belakang Leo, ia akan membiarkan laki-laki itu bertindak di depannya, ia ingin melihat bagaimana laki-laki itu melindunginya.

Mereka sampai ke bawah, kali ini mereka tidak menemukan ular atau sesuatu yang lain lagi, melainkan seseorang berjubah hitam yang duduk dengan santai di sebuah kursi kayu yang megah, ada lilin di atas meja kayu yang menyala di sekitar, tongkat berbentuk ular yang mirip dengan milik Celia bersandar di sebelah kakinya.

Renee melirik Leo, laki-laki itu masih memegang pedang di pinggangnya, matanya menatap lurus ke arah sosok berjubah itu.

"Kalian datang terlalu cepat." Sosok itu bergumam, suaranya berat dan jelas kalau ia adalah seorang laki-laki.

Renee mendadak menjadi teringat laki-laki berambut pirang yang ia lihat di arsip kerajaan.

"Kau adalah sang Tuan?" Leo bertanya tanpa basa-basi, ia menarik pedangnya dan menatap tajam pada sosok yang masih duduk di kursi kayu.

"Aku? Siapa yang mengatakan hal seperti itu?"

Sosok itu terkekeh pelan, ia bertopang dagu dan wajahnya masih tidak bisa terlihat dengan jelas karena tudung jubahnya. "Kalian sangat cocok, apa kalian sudah menikah?"

"Apa yang kau katakan?" Renee tidak mengerti kemana arah obrolan ini berlanjut. "Aku dan Leo pasangan atau tidak, bukan urusanmu."

"Hah, Nona ini pemarah sekali." Sosok berjubah itu menggeser posisi duduknya dan bibirnya terlihat menyunggingkan senyuman tipis. "Sama seperti leluhurmu di masa lalu, kalian ini memang terlahir berdarah panas, ya?"

Renee diam, ia mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Sepertinya leluhurnya dan keluarga Fern memiliki hubungan yang rumit di masa lalu.

avataravatar
Next chapter