110 Dalam Kegelapan 1 

Leo dan Renee melangkah melintasi genangan air, semakin mereka maju, air semakin tinggi. Yang awalnya hanya mata kaki kini menjadi naik ke pangkal paha.

"Aku pikir kita harus mencari jalan lain."

Renee melihat gaunnya yang basah, terasa dingin dan tidak nyaman. Obor yang ia pegang beralih dengan mudah di tangan Leo.

"Sebentar, pasti ada jalan lain."

Renee memperhatikan ke atas, di mana tempat mereka jatuh tadi tidak lagi terlihat, seakan-akan mereka telah jatuh dari kegelapan yang pekat.

Di bawah mereka hanya ada air, tidak peduli jika mereka melangkah ke kanan atau ke kiri, mereka hanya menemukan air dan air.

"Hati-hati," gumam Leo sambil memegang tangan Renee, satu-satunya cahaya yang mereka punya hanya obor yang saat ini ia pegang. "Sebaiknya kita kembali ke titik awal."

Terlalu bahaya kalau mereka tetap berada di dalam air, apalagi di bawah sana mereka tidak akan bisa melihat apakah ada ular yang bergerak atau tidak.

"Ayo." Renee mengangguk pelan, mereka berdua berjalan kembali.

Tapi keadaan mereka jadi tambah buruk, air naik hingga ke pinggang mereka. Jelas saat ini bukan lagi situasi yang normal.

Sebelah tangan Leo menarik pedang di pinggangnya, ia menatap awas ke sekitar, obor tetap menyala dengan stabil.

"Leo," kata Renee sambil melirik laki-laki di sampingnya, di detik berikutnya Leo menggerakkan pedang dan menebas air di depan mereka.

ZRASH!

Air memercik kuat ke sekitar, Leo tidak menemukan sesuatu yang aneh di dalam sana, api di atas obor bergoyang.

"Jangan jauh dariku." Leo berkata tanpa melihat, ia tahu sesuatu pasti akan terjadi pada mereka, cepat atau lambat.

ZRASH ….

Air yang menggenangi pinggang mereka bergolak dengn pelan, berputar seakan ada yang berenang mengelilingi mereka.

Renee memegng pedang di tangannya, ia bisa merasakan suhu di bawah kakinya semakin dingin, seperti air yang perlahan berubah menjadi es.

"Renee," panggil Leo dengan pelan,wanita itu mendongak.

Di depan mereka, di antara pusaran air ada kepala ular yang muncul, ukurannya besar, hampir seperti batang pohon jika dilihat dari tubuhnya yang setengah tenggelam. Lidah sang ular yang panjang itu menjulur dan matanya memicing.

TIdak hanya ada satu, tapi empat sekaligus yang mengelilingi mereka di dalam air, Renee menarik napas.

Entah itu di atas atau di bawah, semuanya selalu saja berkaitan dengan ular, keluarga Fern sepertinya memiliki kebiasaan yang mengerikan memelihara ular sebanyak ini.

"Haruskan saat ini kita mengayunkan pedang di dalam air?"

Leo menggerakkan pedang, situasi mereka tidak menguntungkan dan obor yang ia pegang bisa dipastikan akan jatuh kapan saja.

Empat ular itu mendesis secara bersamaan, gigi-gigi taring mereka mencuat dengan tajam. Tubuh mereka mulai condng ke arah Leo dan Renee.

Renee menarik napas dalam-dalam dan mengangkat pedang sebagai jawaban pada Leo. "Panggil Tuanmu kemari, jangan menjadi pengecut kalau hanya mengirim ular."

PRASH!

Leo dengan cepat mengayunkan pedang ke arah satu ular yang paling dekat dengannya, obor yang ia pegang bergoyang dan api mulai tidak stabil. Air terus memercik akibat gerakan ekor ular yang semakin kuat.

Renee tahu tidak akan mudah bagi mereka berdua melawan empat ular besar, matanya terus memperhatikan sekitar, seharusnya di sini ada sesuatu seperti pintu keluar atau sesuatu yang mirp seperti itu.

Ia harus menemukan Tuan dengan cepat agar sesuatu yang buruk tidak terjadi pada salah satu di antara mereka.

"Sshh!" Salah satu ular membuka lebar mulutnya dan menerjang ke arah Renee, wanita itu dengan cepat menghalau dengan pedang, di bawah kakinya salah satu ekor ular mulai membelit.

Leo berada di dalam situasi yang tidak jauh berbeda dengan Renee, tinggi air di sekitar mereka semakin naik hingga ke dada.

Renee menyadari, bukan mereka yang berjalan ke tempat yang rendah, tapi air yang semakin naik di sekitar mereka dan membuat mereka kesulitan bergerak, sepertinya seseorang yang merencanakan ini ingin membuat mereka tenggelam hidup-hidup dalam kegelapan.

BLASH!

Obor yang sedari tadi dipegang oleh Leo bergoyang, air yang terus menciprat membuatnya tidak mampu bertahan lagi, cahaya itu padam.

"Sshh!"

Ular mendesis nyaring, ekornya dengan sengaja membelit kaki Leo, dalam satu kali tarikan laki-laki itu terjatuh ke dalam air dan menimbulkan suara kecipak yang keras.

"Leo!" Renee berseru, ia tidak punya waktu untuk memperhatikan Leo karena pinggangnya dililit ular dan ia ditarik secara paksa ke bawah.

"A … kh …." Renee tersedak, air berlomba-lomba masuk ke dalam mulutnya, ia menggerakkan tangan, berusaha menggapai permukaan, tapi sang ular dengan kuat terus menyeretnya ke bawah.

Ini mengerikan, Renee hampir tidak bisa bernapas. Matanya tidak bisa melihat satu titik cahaya pun dan telinganya penuh dengan air, semuanya terasa sesak dan dingin.

"Kheeh …." Renee mencoba tetap tenang dalam situasi seperti ini, ia tidak tahu apakah Leo juga dalam keadaan yang sama atau tidak.

Ia tidak boleh berakhir di sini, seandainya cahaya jingga tidak menghilang, ia pasti bisa melakukan sesuatu dengan mudah. Wanita itu mengatupkan bibirnya rapat-rapat dan memutar pedangnya dengan susah payah.

Pedang yang akan ia hunus ke ekor ular yang melilitnya dengan mudah ditangkap ular lain yang tiba-tiba saja muncul, pedang itu terlempar entah kemana dan Renee kehilangan pegangannya.

Ia merasakan tubuhnya melayang lebih kuat ke dasar.

ZRASH!

Sesuatu tiba-tiba mengibas, Renee merasakan lilitan di pinggangnya mengendur. Wanita itu berusaha membuka matanya dan samar-samar ia bisa melihat kalau Leo mengulurkan tangan ke arahnya dan air menjadi lebih rendah daripada sebelumnya.

"Kau baik-baik saja?" Leo bertanya dengan khaawatir, pedang yang ia pedang berlumuran darah ular dan di belakangnya kepala-kepala ular telah terpotong menjadi dua bagian dengan setengah tubuhnya mengambang di atas air.

"Ya, aku … baik-baik saja." Renee mengangguk dengan pelan, masih sedikit linglung. "Apa … apa yang terjadi?"

Leo membantu Renee berdiri, mereka basah dari ujung kepala sampai ujung kaki, tidak ada cahaya di sini sehingga mereka hanya mengandalkan mata mereka yang perlahan mulai terbiasa melihat dalam kegelapan.

Renee masih bingung, ia mencoba mencerna keadaan sekitar di otaknya yang terasa lebih lambat daripada biasanya.

Leo tidak mungkin menebas keempat kepala ular dalam waktu secepat ini, kan?

Tunggu, itu mungkin.

Renee menatap Leo dan pedang yang berlumuran darah itu, laki-laki itu tersenyum tipis.

"Aku bilang aku akan melindungimu," kata Leo dengan jejak kebanggaan yang ada di suaranya. "Sekarang kau bisa mengandalkan aku untuk melindungimu, Renee."

Karena saat ini adalah saat dirinya membalas semua perbuatan Renee padanya, sekarang adalah saat dirinya melindungi Renee.

avataravatar
Next chapter