118 Balas Dendam sang Ibu

Salju berjatuhan dari atas langit yang berkabut, hawa dingin menguar di udara, seluruh jendela di Mansion tertutup rapat dan memperlihatkan kalau lapisan salju telan menumpuk di mana-mana, menciptakan gunungan es yang tebal.

Tidak ada aktivitas apa pun di luar Mansion, dengan salju-salju yang berjatuhan di atas langit terlihat sangat asyik untuk dilihat, terlebih lagi bagi seseorang yang tidak pernah keluar untuk melihat betapa lembutnya tumpukan salju.

"Mina, jangan terlalu lama berdiri di depan jendela."

Ivana mengerutkan kening menatap sang putri yang terlihat ringkih, tubuhnya penuh dengan balutan pakaian yang tebal sehingga ia terlihat seperti boneka, jari-jemari gadis itu sangat kurus dan kecil, sangat rapuh dan wajahnya pucat.

Mina, putri Ivana satu-satunya memiliki penyakit yang mematikan.

Tidak ada tabib yang bisa menyembuhkannya. Putrinya hanya punya waktu yang sangat singkat, betapa tidak adilnya.

Mina tersenyum dengan bibirnya yang pecah, ia seakan sedang menunjukkan dengan sekuat tenaga kalau dirinya baik-baik saja.

Ivana mau tak mau tersenyum miris.

"Masuklah ... kau ingin melihat putra Marquis Matthew, kan? Ayo, mulai hari ini Ibu akan merawatnya."

Mina berjalan dengan langkah yang tertatih, Ivana dengan sabar menunggu putrinya. Ia tahu betapa banyak rasa sakit yang dirasakan Mina hanya karena ia melangkahkan kakinya untuk berjalan setapak demi setapak, sangat menderita.

Ivana hanya bisa melapangkan hatinya dengan semua kesakitan yang dirasakan Mina.

Putrinya tidak pernah mengeluh, bahkan untuk menyuarakan betapa tidak nyamannya tubuhnya saat ini tidak pernah sedikitpun terdengar keluhannya.

Mina menjadi dewasa oleh keadaan, di usianya yang baru tujuh tahun, ia menjadi sosok yang sangat tabah dengan keadaan tubuhnya, senyum tidak kunjung luntur di wajahnya.

Singkatnya di mata Ivana, putrinya adalah malaikat, Dewa terlalu sayang padanya sampai ia diberi kesusahan seperti ini.

"Aku ingin melihat putra Marquis Matthew." Mina sudah terbiasa dengan raut Ivana, ia tidak begitu mempermasalahkannya. "Apakah ia bayi yang tampan?"

"Ya, itu dia." Ivana mengangguk kaku, Ibu dan anak itu berjalan dengan amat pelan ke sebuah ruangan yang luas.

Di tengah ruangan ada boks bayi berwarna biru yang mewah, Mina tersenyum cerah dan dengan bantuan sang Ibu mampu berjalan mendekat.

"Apakah aku bisa melihatnya berjalan nanti?"

Senyum Ivana menjadi kaku, ia bahkan tidak berani menjawab pertanyaan sederhana dari sang Putri, wanita itu dengan cepat menarik napas dan merubah ekspresi wajahnya.

"Mina pasti bisa, Mina kuat."

Mina tertawa, ia mengangguk dan tangannya terulur menyentuh tangan kecil sang bayi. "Aku tahu Ibu, aku pasti kuat."

Tapi itu hanyalah kata-kata yang terucap di mulut. Mina tidak bisa bergerak beberapa hari kemudian dari ranjang dan membuat Ivana menjadi semakin frustasi.

Ia takut sang putri akan meninggalkannya lebih dulu, ia tidak siap akan hal itu.

Membayangkan kehidupannya tanpa Mina, membuat Ivana tidak bisa berpikir jernih. Ia terus mencari dan mencari, seperti orang gila, bahkan jika ia diberikan sejuta kebohongan oleh tabib palsu pun, Ivana akan percaya tanpa kecuali.

Semua itu ia lakukan demi sang putri tercinta, demi Mina, ia harus terus hidup.

Hingga hari ia bertemu orang itu.

Tidak, lebih tepatnya monster itu.

Ivana tidak pernah mempercayai adanya monster sebelum ia melihat dengan kedua matanya sendiri, Celia Fern benar-benar menunjukkan beberapa keajaiban yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Bagi Ivana, mungkin saja … Celia Fern bisa membantu dirinya mengatasi penyakit Mina. Wanita itu hidup lama, tidak pernah menua dan mungkin saja … mungkin saja ia bisa membuat Mina sama seperti dirinya.

Ivana tidak perlu kecantikan atau harta, ia hanya ingin putrinya tetap hidup lebih lama daripada dirinya, sehat dan bisa melakukan apa pun yang ia inginkan.

Sial, Ivana benar-benar kalap, ia hanya memikirkan keadaan Mina yang terus memburuk dari hari ke hari, keinginannya untuk menyembuhkan sang putri semakin kuat dan membuatnya merasa ia harus menuruti apa yang dikatakan Celia tanpa kecuali.

Entah keyakinan ata kebodohan yang ia miliki waktu itu, ia justru mengirim Mina pergi ke sarang ular, dengan harapan Mina sembuh dan ia juga mengorbankan jiwanya pada sang ular.

Tapi pada kenyataannya, dirinya sendiri yang mengirim Mina lebih awal ke kematiannya, ia sendiri yang membunuh Mina. Ivana juga perlahan kehilangan dirinya sendiri.

Ivana berusaha membodohi dirinya bertahun-tahun sampai ia sendiri merasa lupa dan tidak mengerti lagi apakah Mina ada atau tidak ada lagi.

Ia benar-benar benci dirinya.

Dirinya yang benar-benar bodoh.

"Mina, adalah anakku." Ivana menggertakkan gigi menatap Karren yang tersedak oleh darahnya sendiri. "Aku paling tahu seberapa banyak penderitaannya dan aku juga tahu seperti apa rasanya … menjadi Mina."

Air mata Ivana menetes melewati pipinya, Ivana yang sekarang memiliki penampilan yang menyedihkan, matanya bengkak dan keningnya berkerut dalam, terdapat gurat-gurat kelelahan yang sangat jelas.

"Jangan pernah sedikitpun … berpura-pura jadi Mina," lanjut Ivana lagi, tangannya yang memegang belati itu semakin menguat, Karren untuk sementara tidak bisa bergerak dari genggaman Ivana.

Tubuhnya yang tadi bisa berubah menjadi ular-ular kecil kini tidak bisa lagi, sepertinya hal itu dikarenakan belati yang dipegang oleh Ivana menusuk tepat di jantungnya atau karena ada sesuatu hal yang lain.

Karren tidak bisa menebaknya, yang jelas saat ini ia merasa sangat kesakitan.

"Lepaskan … aku …." Karren meronta, tapi Ivana sepertinya sudah terlalu sakit hati karena ia menggunakan wajah Mina, entah mendapatkan kekuatan darimana Karren merasa Ivana jauh lebih kuat daripada sebelumnya.

"Aku tidak akan memaafkanmu."

BRAKH!

Karren tidak menduga kalau Ivana akan menghempasnya ke tanah, punggungnya langsung menghantam tanah yang dingin dan ia merasakan rasa sakit yang kuat dari belati yang semakin menancap di dadanya, wanita itu membulatkan mata.

Karren merasakan krisis, matanya melirik Dylan.

Laki-laki itu awalnya terkejut dengan serangan Ivana, tapi kemudian ia menggerakkan pedangnya ke arah Karren.

"Sial, kalian berdua …." Wanita itu menggertakkan gigi, Ivana mencengkeram lehernya dan membuat Karren terpaksa menatap seringai yang aneh di wajahnya.

"Ini akibat kau memakai wajah Mina." Ivana tiba-tiba menarik belati di dada Karren, di detik berikutnya ia kembali menghujamkan dengan kuat.

JLEB!

Dylan juga menyerang Karren, wanita ular itu menjerit dengan mata yang terbelalak lebar, tubuhnya tidak bisa berubah lagi dan kini terluka di sana-sini.

"Dan ini karena kau berpura-pura menjadi Mina!"

Ivana menarik belati lagi dan menghujamkan ke arah Karren, tapi kali ini bukan dada yang sudah terluka parah itu, melainkan wajahnya.

"Rasakan saja, kemarahan seorang Ibu!"

Dylan hanya bisa mengalihkan pandangan ketika mendengar jeritan melengking dari Karren dan suara cipratan yang mengalir kemana-mana.

avataravatar