webnovel

Lady's Choice

Lily, seorang gadis yang cantik, ceria dan terlahir dari keluarga yang sangat berkecukupan membuat orang-orang iri akan kehidupannya yang sangat indah tapi di balik semua itu kehidupan Lily sangat menyedihkan. Hingga dimana dia merasa putus asa dan memutuskan untuk bunuh diri, dengan cara meminum racun. Aneh tapi nyata, Lily reincarnasi sebagai tokoh utama dari novel kesukaannya. Sebagai Lilybeth Calesta yang akan mati di tangan ketujuh pangeran berdarah dingin di kerajaan itu. Apakah Lily bisa menyesuaikan diri sebagai Lilybeth Calesta? Apakah dia bisa merubah takdir agar tidak terbunuh? "ingat kau hanya milikku!, siapapun yang berani menyentumu, nyawa mereka taruhannya" -Jhon. "aku akan menyimpanmu hanya untuku seorang" -Tedh. "ingat kata-kataku jangan berdekatan dengan pria manapun, perkataanku adalah muthlak!" -Jimmy. "jika aku sudah mengklaim sesuatu itu adalah milikku maka akan selalu jadi milikku, begitupun juga dengan dirimu!" -Radolf. "jangan tunjukkan senyum itu di depan pria lain selain diriku!, itu hanya untukku" -Hobert. "kau harus bertanggung jawab karena sudah menggangu pikiranku setiap malam, jadilah milikku selamanya" -Maxen. "aku akan membuatmu menjadi ratuku selamanya, kau tidak tergantikan. Jangan menolaknya!, karena itu semua percuma" - Jeron. "aku bisa gila jika mereka seperti ini" -Lily.

K0414 · Fantasy
Not enough ratings
21 Chs

Chapter 21.

Langkah kaki Jhon terdengar di lapangan yang sunyi itu.

Dia berhenti melangkah dihadapan kesepuluh prajurit baru Kerajaan Grissham, terlihat mereka membungkuk hormat kepada Jhon.

"Salam kepada Yang Mulia Pangeran Jhon, semoga kebahagiaan selalu bersama Anda."

Jhon hanya terdiam menanggapinya, dia juga terlihat tidak tertarik untuk membalas salam mereka.

Karena Daniel sudah memberitahu tugas mereka, dia hanya akan memberitahu tugas utama mereka.

Semua ini karena permintaan Tedh.

"Aku tidak akan berbasa-basi. Misi kalian adalah Menginvestigasi sihir di jurang yang ada di sana."

Jhon mengeluarkan batu berlian yang diberikan oleh Tedh.

"Jika batu ini berubah warna, maka di jurang itu terdapat sisa energi sihir. Itu adalah misi utama kalian."

Jhon memperhatikan wajah prajurit baru satu-satu."Itu saja yang ingin aku sampaikan, kembali berlatih."

"Baik Pangeran." jawab mereka serentak.

Kesepuluh prajurit itu langsung kembali berlatih sesuai yang diperintahkan oleh Jhon.

"Ben, kau tahu apa yang harus kau lakukan?" tanya Jhon.

Tanpa bertanya apa yang diperintahkan, Ben sudah langsung mengetahuinya hanya dengan melihat mata Jhon.

Ben langsung membungkuk hormat dan pergi dari hadapan Jhon.

"Daniel terus pantau mereka, jika ada hal yang aneh segera beritahu aku." Jhon memberikan batu berlian itu kepada Daniel. "Berikan batu ini saat mereka berangkat."

"Baik Pangeran."

Jhon meninggalkan area latihan itu, ada sesuatu yang harus ia lakukan. Mengingat perbincangannya dengan Tedh, membuat rasa penasarannya muncul.

Jika sudah begini, dia harus mencari tahu hingga rasa penasarannya hilang.

"Merepokan." gumamnya.

***

"Tuan Jude, apa tidak ada informasi tentang Ratu Isabella?"

Tuan Jude menggelengkan kepadanya. "Maafkan saya Lady."

Aku menghela nafas. Sudah semua perpustakaan aku kunjungi untuk mencari informasi tentang Ratu Isabella, tetapi tidak ada satu pun informasi tentang dari mana Ratu Isabella berasal. Hanya satu orang yang mengetahuinya.

"Lily!"

Aku menoleh. Hobert melambaikan tangannya ke arahku dan dia berjalan mendekat.

"Apa kau sibuk?"

"Tidak."

"Kalau begitu kau harus menemaniku."

"Bukankah kau sibuk akhir-akhir ini?"

Dahinya mengerut dan sebelah alisnya naik. Ia tampak bingung dengan pertanyaanku. Apa dia tidak sadar?

"Apa aku sesibuk itu? Aku rasa tidak."

"Baiklah lupakan pertanyaanku. Kau ingin mengajakku kemana?"

Hobert tersenyum. "Aku ingin menunjukkan sesuatu kepadamu."

Aku memang tidak sibuk tapi aku harus menyelidiki Ratu Isabella, kalung berlian, dan kotak Pandora.

Melihat Hobert yang sepertinya sedang dalam suasana hati yang baik, tidak mungkin aku menolaknya.

"Baiklah aku akan menemanimu." aku melirik kearah Tuan Jude. "Tolong beritahu Jovan jika Tuan menemukan sesuatu yang berhubungan dengan hal yang sedang saya selidiki."

"Baik Lady." jawab Tuan Jude.

Hobert membawaku keluar dari perpustakaan ini sambil menggenggam tanganku. "Bagaimana kau tahu aku ada di perpustakaan kota?"

"Ketika aku datang ke ruangan kerjamu kau tidak ada, lalu aku bertanya kepada Jovan." dia berhenti sejenak, "Kau tahu suasana hatiku sedang baik dan aku ingin menghabiskan waktu denganmu." lanjutnya.

Aku menatap wajahnya yang terlihat bahagia. Jarang sekali dia terlihat bahagia seperti itu.

"Apa terjadi sesuatu dengan pekerjaanmu?"

Dia menggelengkan kepalanya. "Tidak. Aku bahagia karena bisa bersamamu."

Aku terdiam mendengar alasan yang diberikan Hobert, ia terlihat masing ingin mengatakan sesuatu.

"Aku tahu kau sibuk menyelidiki beberapa masalah. Kau seharusnya lebih memikirkan dirimu, apa kau tidak sadar wajahmu sangat terlihat lelah?"

Dia melirik wajahku sesaat. "Aku hanya ingin membuang bebanmu, meskipun hanya sedikit."

"Terima kasih Hobert, tetapi aku tidak selelah itu jadi jangan khawatir."

Aku memang menjadi lebih sibuk dari biasanya karena banyak sekali hal yang harus di selidiki, belum lagi pekerjaanku sebagai Penasihat Kerajaan yang selalu bertambah.

Mungkin di mata orang lain aku terlihat lelah, padahal aku merasa tidak lelah sama sekali.

"Tentu saja aku khawatir, aku tidak ingin wanitaku mengalami sesuatu yang buruk."

Aku tersenyum. "Baiklah aku mengerti Pangeran."

Aku sudah terbiasa dengan perkataan para Pangeran yang selalu menyebutku 'wanitaku', 'milikku', 'berharga bagiku', dan lain-lain.

Mungkin jika mereka berkata seperti itu kepada wanita bangsawan lainnya, bisa saja mereka menjerit histeris.

"Berhentilah memanggilku Pangeran, aku tidak suka." Aku tertawa kecil menanggapi keluhan Hobert.

"Kita sampai." Aku mengikuti arah pandang Hobert. "Apa ini?"

Banyak sekali penjual makanan, orang yang berlalu-lalang, dan semua orang tampak bahagia.

"Ini adalah festival yang diadakan satu tahun sekali di Ibukota."

Mataku menatap takjud, perasaanku mendadak menjadi bahagia melihat festival dihadapanku ini.

"Jangan diam saja, kita harus mencicipi makanan yang ada disini." ajak Hobert sambil menarik tanganku.

Mataku berbinar-binar di kala melihat makanan manis yang di sedang di putar-putar, setelah jadi ia akan mengembang dan berwarna merah muda.

"Paman, aku ingin permen kapas itu dua." pinta Hobert ke penjual.

Hobert memberikan permen kapas berwarna merah muda, sedangkan dia memakan permen kapas yang berwarna biru muda.

Aku tidak menyangka didunia ini banyak sekali makanan yang aku suka, sama seperti dikehidupanku sebelumnya.

Salah satunya adalah permen kapas. Tentu saja aku sangat menyukainya! Ketika menyentuh lidahku akan terasa lembut dan manis secara bersamaan, dan berwarna merah muda membuatnya terlihat lucu.

Festival ini benar-benar menyenangkan!

"Kau menyukai permen kapas ini?"

"Aku sangat menyukainya!"

Hobert tertawa. "Matamu terlihat berbinar-binar."

Aku tersenyum malu. Setelah itu Hobert mengajakku untuk mencicipi beberapa makanan yang ada di festival.

"Jika kau sangat menyukai festival, seterusnya aku akan mengajakmu."

"Janji?"

"Janji."

Aku dan Hobert menautkan jari kelingking kita sebagai tanda janji kita. Setelah itu kita kembali berkeliling untuk mencicipi beberapa makanan lainnya.

Tapi disaat yang bersamaan Hobert terlihat sangat waspada terhadap sesuatu, aku juga merasa seperti ada yang mengikuti kita, tetapi karena disini sangat ramai aku tidak bisa melihat siapa yang sedang mengikuti kita.

"Lily tunggu sebentar disini, aku ingin melihat sesuatu." kata Hobert.

"Baiklah tapi jangan terlalu lama, aku bisa mati kebosanan."

"Aku tidak akan lama." dia mendekat dan berbisik di telinga kiriku, "Jika merasakan bahaya atau ada yang mencurigakan, teriak dan sebut namaku, mengerti?"

Aku menganggukan kepala, "Kau sebenaranya ingin kemana?"

"Jangan khawatirkan aku akan segera kembali."

Keluarga kerajaan atau orang mempunyai jabatan tinggi di istana akan selalu mempunyai musuh, mereka biasanya memiliki dendam atau iri terhadap kita yang bekerja di istana.

Selama aku tinggal di Istana Ruby, aku selalu di jaga ketat oleh tangan kanan para Pangeran atau Jovan. Tidak jarang aku mendengar suara benda jatuh atau suara pedang yang sedang beradu.

Pembunuh bayaran. Mereka selalu datang untuk menyerangku atau para Pangeran dan Raja, mereka biasanya di perintahkan oleh para bangsawan yang iri terhadap prestasiku dan dendam terhadap keluarga kerajaan.

"Nona, saya bisa merasakan sesuatu yang terpendam didalam dirimu." celetuk seseorang.

Aku menoleh dan melihat seorang wanita yang memakai jubah berwarna ungu gelap, setengah wajahnya tertutupi oleh kain, sehingga aku hanya bisa melihat mata birunya yang indah.

Matanya menatap bola kaca yang berada di hadapannya.

"Saya?"

Wanita itu menganggukan kepalanya. "Mendekatlah Nona."

Aku berjalan mendekat kearahnya.

"Anda terlahir dari sebuah kutukan, karena keputusasaan Jiwa Anda melewati ruang dan waktu, Nona terlahir kembali di dalam tubuh yang tidak mempunyai jiwa."

Kenapa dia bisa mengetahui semua itu? Dia siapa?

"Bagaimana kau-"

"Nona tidak bisa menghindari takdir itu, tetapi Anda harus melawannya karena sesuatu yang musthahil bisa saja terjadi." selanya.

"Tanpa Nona sadari banyak pintu yang terkunci di sekitar Anda, bukalah pintu itu untuk mengetahui kebenaran dan bangkitkanlah kekuatan terpendammu."

Wanita itu menatapku, tatapannya sangat tajam seperti ingin menusukku hidup-hidup.

Peluh keluar dari pelipisku, rasa gugup, dan takut menjadi satu. Badanku tidak bisa bergerak, seolah mata tajam wanita itu telah mengunci pergerakanku.

Aku ingin berteriak memanggil Hobert tapi tidak bisa, bibirku terasa kaku. Nafasku menjadi cepat, udara terasa hilang.

Hobert tolong aku! Batinku berteriak kencang memangil nama Pangeran ketiga. Sebuah cahaya keluar dari kalung Ratu Isabella, cahaya itu sangat terang hingga menyilaukan mata.

Dalam sesaat cahaya itu langsung hilang dan wanita berjubah ungu itu ikut menghilang tanpa jejak.

Tiba-tiba kepalaku terasa berat, pandanganku buram, badanku seperti kehilangan keseimbangan. Tubuhku rasanya akan jatuh ke tanah.

"Lily!"

Aku merasakan sebuah tangan melingkar di pinggangku, samar-sama aku bisa melihat wajah cemas Hobert, tetapi aku sudah tidak memiliki tenaga untuk menjawab perkataan yang terlontar dari mulutnya.

Pandanganku menjadi gelap dan aku tidak ingat apa yang terjadi setelah itu.

***

Suasana di Istana Ruby sangat berbeda dari biasanya. Para pelayan menunduk takut dan tubuh mereka gemetar karena melihat ekspresi wajah menakutkan Pangeran Hobert.

Pandangan mereka tertuju pada tubuh yang di bawa oleh Pangeran Hobert. Wajah yang tidak asing bagi mereka itu terlihat pucat didalam pelukan Pangeran ketiga itu.

"Astaga! Nona!"

Terdengar pekikkan Marie yang melihat Nona mudanya itu berada didalam pelukan Pangeran.

"Cepat panggil Dokter kerajaan." perintah Hobert.

"B-baik Pangeran." jawab Marie.

Hobert menurunkan tubuh Lily di kasur gadis itu, dia menatap wajah Lily yang terlihat pucat, keringat dingin terus keluar dari dahi Lily.

"Ck!"

Hobert marah dengan dirinya sendiri karena tidak bisa menjaga Lily dengan baik, seharusnya dia tidak meninggalkan wanitanya sendirian ditempat asing.

Pada saat itu dia sedang membereskan para pembunuh bayaran yang mengikutinya dan Lily selama berada di festival, tiba-tiba batu sihir di pedangnya bersinar dan ia mendengar suara Lily yang memanggilnya.

Tanpa menunggu lama, Hobert berlari secepat mungkin, tetapi dia terlambat sebuah cahaya yang menyilaukan keluar dari tubuh Lily.

Cahaya itu sangat menyilaukan mata, hingga tubuh Hobert tidak bisa bergerak.

Ketika cahaya itu menghilang, tubuh Lily terlihat ingin jatuh dengan cepat ia menangkap tubuh Lily dan benar saja wanitanya itu sudah kehilangan kesadaran.

Hobert sangat marah, dia pastikan orang yang berani menyentuh wanitanya akan mati di tangannya.

Pintu kamar Lily terbuka dengan keras, terlihat Tedh, Jeron, Maxen, dan Jhon yang memasang ekspresi cemas sekaligus marah.

Tedh yang terlihat kesabarannya telah habis langsung memukul wajah Hobert.

"Kau tidak menjaganya dengan benar bodoh!!!" marahnya.

Hobert yang terkapar di lantai hanya bisa menyeka darah segar yang keluar dari sudut bibirnya.

Maxen dengan cepat membantu Hobert berdiri. "Tedh tenangkan dirimu, jangan membuat masalah ini lebih rumit." tegurnya.

"Karena kelalaiannya! Lily jadi tidak sadarkan diri!" geram Tedh.

"Cukup!" bentak Jeron. "Bertengkar tidak akan menyelesaikan masalah ini."

"Dimana Dokter kerajaan?" tanya Jhon dengan tatapan dingin kepada para pelayan.

"D-dokter kerajaan sedang di panggil oleh Marie, Yang Mulia." jawab salah satu dari mereka.

Ketika Jhon ingin melangkah keluar, Dokter datang bersama Marie. "M-maaf atas keterlambatan saya Yang Mulia."

"Cepat periksa dia." Perintah Jhon.

"B-baik."

Dokter langsung memeriksa keadaan Lily yang berbaring di ranjang. "Lady pingsan karena stress, kelelahan, dan dehidrasi, saya akan memberikan obat yang di suntikan ke pembulu darah Lady."

Dokter langsung menyuntikkan obat di pembuluh darah tangan kanan Lily.

"Apa dia akan segera siuman?" tanya Jeron.

"Seharusnya akan segera siuman, tetapi tergantung kondisi tubuh Lady." jawabnya.

"Baiklah kau boleh pergi." kata Jeron.

Suasana kamar Lily menjadi sunyi, mereka terdiam sambil berharap ia segera sadar.

"Apa yang terjadi?"

Perhatian semua orang tertuju kepada Radolf yang baru saja sampai. Sama seperti Pangeran lainnya, ia memasang ekspresi wajah cemas.

"Aku akan menjelaskannya." jawab Hobert.

Jeron mengisyaratkan semua untuk keluar. Setelah tersisa hanya para Pangeran, Hobert menjelaskan apa yang terjadi.

"Kalian pasti juga merasakannya saat Lily meminta tolong." kata Hobert.

Maxen menganggukan kepalanya, "Jadi ada seseorang yang memancing dia untuk mengaktifkan kekuatan kalung batu sihir itu."

"Berani-beraninya mereka!" geram Tedh.

"Siapa sebenarnya mereka? Dan apa tujuan mereka?" tanya Radolf.

"Entahlah, kita akan tahu ketika Lily sadar." jawab Jeron.

"Ini hanya pendapatku saja, tetapi ada sesuatu aneh yang terjadi ketika kita mulai menyelidiki tentang kotak pandora dan tanah kelahiran Ibunda." ungkap Jhon.

Tedh menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa kau berpikir seperti itu?"

"Jika masalah pembunuh bayaran itu sudah sering terjadi, penyebabnya adalah para petinggi istana dan para bangsawan yang iri, tetapi jika kalian sadar keseharian kita telah di amati oleh seseorang." jelas Jhon.

"Beberapa hari ini aku memang merasa ada yang memperhatikan gerak-gerik kita, tapi orang itu sangat pandai dalam menyembunyikan diri." kata Radolf.

"Kau pasti sudah mengetahui siapa pelakunya." kata Jeron kepada Jhon.

Jhon menyeringai. "Tenang saja orang itu sudah di urus oleh orang yang tepat."

"Baiklah kita akan mulai menyelidiki kasus ini secara rahasia dan kita akan selalu bergantian untuk menjaga Lily hingga ia sadar." perintah Jeron.

"Tedh, sebaiknya kau meminta maaf karena telah melukai wajah kakakmu." Saran Maxen.

Tedh menghela nafas panjang, setelah itu dia menatap Hobert. "Maafkan aku."

Hobert tersenyum kecil. "Aku memaafkanmu."

"Ternyata adik kita ini sudah dewasa." puji Radolf sambil menepuk pundak Tedh.

Tedh menepis tangan Radolf dan langsung memasang wajah kesal. "Tentu saja! Aku sudah berumur 19 tahun!"

Setelah rapat kecil itu selesai, Hobert menawarkan diri untuk menjaga Lily malam itu.

"Aku akan melindungimu." lirihnya sambil memegang tangan Lily yang terasa sedikit dingin.

Sedangkan yang lainnya mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi secara diam-diam.

Keesokan harinya. Kesepuluh prajurit yang di berikan misi oleh Jhon sudah berangkat.

"Aku harap mereka menemukan sesuatu." kata Tedh yang terlihat fokus membaca bukunya.

"Kenapa kau tidak menyelidikinya sendiri?" tanya Jhon.

"Seandainya aku bisa kesana." dia melirik sekilas kertas-kertas yang ada di mejanya.

"Bagaimana dengan penyelidikanmu?"

Jhon menghela nafas. "Tidak ada informasi tentang tanah kelahiran Ibunda dan kotak pandora."

"Hanya tinggal satu cara."

Jhon mengangguk yang bertanda setuju dengan ucapan Tedh. Disisi lain Jeron memijit pelipis karena melihat perdebatan di hadapannya.

"Jika seperti ini terus Dewan Penasihat Kerajaan harus di ganti."

"Tapi tidak ada orang yang lebih baik dari Lady Calesta."

"Lady Calesta sedang tidak sadarkan diri dan kita tidak tahu kapan ia akan sadar."

"Benar. Jika kursinya kosong maka harus cepat di gantikan, pekerjaan Dewan Penasihat Kerajaan sangat banyak dan tidak boleh di telantarkan."

"Apa kita harus membuat ujian Dewan Penasihat Kerajaan kembali?"

"Semua keputusan ada di tangan Yang Mulia Raja."

"Kita harus cepat mengambil tindakan."

Jeron menghela nafas panjang, para petinggi langsung berhenti berbicara.

"Mengganti Dewan Penasihat Kerajaan? Omong kosong kalian sangat lucu." Jari telunjuk Jeron mengetuk-ketuk meja. "Baiklah akan aku izinkan jika kalian ingin Lady Calesta di gantikan."

Para petinggi menatap heran kearah Jeron.

"Tapi sebagai gantinya, jabatan kalian akan aku cabut dan seluruh kekayaan kalian akan di masukkan kedalam kas kerajaan. Bagaimana? Cukup adil bukan?"

Semua langsung terdiam. Batin mereka mengutuk mulut mereka yang telah salah berbicara.

Tentu saja mereka tidak mau kehilangan dua hal yang di sebutkan oleh Jeron. Pangeran di hadapan mereka sangat kejam.

"Apa kalian pikir aku akan menyetujui rencana itu? Naif sekali." Jeron melirik mereka semua, "Jika kalian masih berani membahas hal ini, aku pastikan kepala kalian terpisah dari tubuh itu." Jeron memincingkan matanya membuat para petinggi ketakutan.

"T-tapi yang mulia jika pekerjaan Lady Calesta dia abaikan maka akan berdampak besar bagi kerajaan kita." salah satu dari mereka.

"Apa kalian tahu kenapa aku mengadakan rapat ini?" tanya Jeron yang berusaha mendinginkan kepalanya.

"Ingin membahas tentang pekerjaan Dewan Penasihat." jawab salah satu dari mereka.

"Ternyata kalian sangat bodoh dari perkiraanku." ejek Jeron.

Beberapa dari para petinggi kerajaan tidak terima dengan perkataan Jeron yang menghina harga diri mereka.

Jeron tahu hal seperti itu akan terjadi, tetapi dia selalu bersikap masabodoh, karena kita tidak bisa memaksakan orang lain untuk menyukai kepribadian kita.

"Aku ingin klarifikasi, Lady Calesta memang sedang tidak sadarkan diri dan kita tidak tahu kapan ia sadar. Jadi untuk sementara pekerjaaan Lady Calesta akan diambil alih Jovan Bavol." jelas Jeron.

"Ini adalah perintah langsung dari Raja, jika kalian ingin protes silakan temui Raja." kata Jeron.

Setelah itu dia langsung keluar dari ruang rapat, karena tidak ada lagi yang harus dia jelaskan.

"Sabastian, perhatikan pergerakan mereka, jika mereka berani berbuat nekat bunuh saja mereka." perintah Jeron.

"Baik Pangeran."

Jeron tidak akan membiarkan para bangsawan itu menyakiti wanitanya.

***

"Apa yang kau lakukan kepadanya?"

Pertanyaan itu membuat seorang wanita yang memakai jubah berwarna ungu itu menyeringai.

"Aku hanya membuat dia sadar dengan kekuatan yang ada di tubuhnya."

"Kau membuatnya hingga tidak sadarkan diri!" geramnya.

"Itu bukan salahku, yang membuatnya tidak sadarkan diri adalah kekuatan dari kalung batu sihir dikenakan olehnya." sanggah wanita itu.

"Jika kau berani berbuat lebih akan aku pastikan pedangku ini memutuskan lehermu itu."

Mendengar ancaman dari laki-laki dihadapannya membuat wanita itu tertawa.

"Aku mengerti Pangeran Jimmy." alis wanita itu naik dan senyum kecil terukir di wajahnya, "Aku tidak menyangka kau akan mencari kami hingga sedalam ini."

Jimmy menatap kosong kearah langit-langit ruangan itu, "Aku akan melakukan apapun untuk melindunginya."

"Apa kau tidak berniat untuk pulang? Sepertinya mereka sedang menyelidiki tanah kelahiran Ibumu dan kotak pandora."

"Belum saatnya aku pulang, masalah sihir terlarang harus cepat diselesaikan, karena mereka akan terus mengincar Lily."

Jimmy menyandarkan punggungnya ketembok dan menyilang kedua tangannya di dada, ia melakukan perjalan sudah lebih dari 3 bulan.

Semakin dia mencari tahu, ia semakin terkejut dengan fakta-fakta yang ada.

Salah satunya wanita dihadapannya adalah salah satu murid Penyihir Agung, kekuatannya adalah meramal.

Jimmy bertemu wanita ini, di rumah yang ia temukan beberapa bulan yang lalu ketika sedang mencari informasi tentang sihir terlarang.

Wanita itu memberitahu Jimmy sebuah informasi kalau sihir terlarang di buat oleh salah satu murid Penyihir Agung yang haus akan kekuatan.

Awalnya Jimmy mengira itu adalah ulah Raja Junot dari kerajaan Aland, tetapi wanita itu membantahnya.

Hingga saat ini dia belum memberitahu siapa sebenarnya orang yang menciptakan sihir jahat itu.

"Tubuh Nona Calesta memiliki sesuatu yang unik dan kebetulan 'orang itu' sedang mengincar hal unik yang ada didalam tubuh Nona Calesta, aku tidak terkejut kalau ia akan terus mengincarnya."

Itulah kata-kata yang keluar dari wanita itu ketika Jimmy menjelaskan situasi yang sedang di hadapi Lily.

Dia juga berkata kalung batu sihir akan selalu melindungi Lily, jadi ketika sihir terlarang menyerangnya, kalung itu akan melindunginya.

Jimmy menyimpulkan kalau 'orang itu' sedang menunggu saat yang tepat untuk mengambil Lily. Sebelum hal itu terjadi Jimmy harus memusnahkan orang itu.

To be continue...