5 Praktikum

Jam sudah menunjukan pukul tujuh malam, acara debat paslon pimpinan BEM itu baru saja usai. Adri dan Theo bersiap untuk ke tujuan masing-masing. Namun, Adam menghampiri mereka terlebih dahulu.

"Guys! Thanks ya udah dateng, dan manasin acara banget tadi. Gokil Lo Dri nanya pertanyaan kayak ngasih ujian," ujar Adam heboh.

"Iya nih si Adri, nyalahin rencana, mana pertanyaan asli Gue dimodifikasi sama dia," keluh Theo.

"Kapan lagi kan. Eh tapi tadi Gue kayak intimidating banget gak sih?"

"Yaiyalah anjir, kalo Gue yang didepan juga bakalan nervous. Lo liat dong tadi si Januar sampe agak gagap, sampe si Gandhi akhirnya angkat suara, keren Lo Dri, gak salah Gue ngundang Lo," puji Adam ekspresif.

Tampa disadari oleh mereka, Januar tengah mengamati interaksi mereka dari dekat podium. Jujur saja, Januar merasa kurang maksimal saat menjawab pertanyaan dari Mapres utama itu. Sisi kompetitifnya itu mendorong dirinya untuk berdiskusi lebih lanjut dengan Adri. Tapi bagaimanapun juga, Ia sangat canggung jika harus menanyai Adri langsung.

"Samperin kali Jan, diliatin doang," ujar Gandhi yang sudah tiba-tiba muncul.

"Hah? Samperin apaan?"

"Yaelah dikiranya Gue gak tau apa, Lo ada unek-unek kan sama si Adri gara-gara ada pertanyaannya yang gak kejawab sama Lo? Samperin sana mumpung masih ada Bang Adam."

Januar tampak berpikir, "Iya gitu?"

Gandhi mendorong punggung Januar, "Udah sana samperin. Pantes jomblo, nyamperin cewe aja gak berani," ejeknya.

Januar kemudian berjalan ke arah tiga orang yang semakin asik mengobrol itu.

"Bang!"

"Eh, Jan! Belum balik, Lo?"

"Belum, Bang. Nih mau balik juga."

"Oh gitu. Eh udah kenalan belom nih kalian?"

Adri hanya menggeleng, "Adriana, yang tadi nanya," ujarnya singkat sembari mengulurkan tangan.

"Oh? Januar, iya makasih tadi udah nanya," ujarnya membalas jabatan tangan Adri.

"Kalo gitu duluan ya, udah malem. Yuk, Yo," pamit Adri.

Sebelum Adri melangkah, Januar menghentikan langkahnya terlebih dahulu.

"Adri, besok ada waktu kosong? Aku mau ngajak Kamu diskusi masalah pertanyaan Kamu tadi, Aku rasa penting buat tau dari sudut pandang Kamu," ujar Januar cepat sebelum Adri meninggalkan tempatnya.

Adam menatap juniornya itu heran.

"Oh? Ada, tapi malem ya sekitar jam 7. Kita meeting di coffee shop deket rektorat aja, gimana?"

"Oke, ntar Aku hubungi ya."

Adri hanya mengangguk, Ia bahkan tidak tersenyum lalu pergi meninggalkan Adam dan Januar.

Adam menyikut Januar keras-keras, "Kenapa nih brader, gercep juga Lo sama adek Gue."

"Ck! Paan sih Bang? Kan Gue bilang tadi alasannya."

"Modus Lo Jan ... Jan ..."

****

Keesokan harinya, Adri menjalankan aktivitas seperti biasa, dimulai dari jam 4 pagi. Mahasiswa Teknik Pangan itu sudah bersiap-siap shalat subuh ketika adzan berkumandang. Selesai shalat, Ia lanjut bermeditasi dan berolahraga ringan dikamarnya. Jam enam pagi, Adri mulai beranjak ke dapur, memanggang beberapa roti untuknya dan beberapa teman kosnya yang ada jadwal kuliah pagi. Tak lupa, Ia juga menuangkan susu UHT dari kemasan satu liter sebagai sumber protein.

"Yola, Jihan, ayo keluar, sarapan," teriak Adri dari dapur.

Tak lama kemudian, Jihan muncul dari ruang tengah, lalu duduk dimeja makan.

"Rajin banget sih Dri, hidup Gue jadi lebih teratur gara-gara Lo."

Adri tidak menanggapi ucapan Jihan, Ia sibuk menscroll timeline berita internasional sembari mengunyah roti bakar miliknya.

"Good morning bestie!" sapa Yola heboh.

"Gak usah berisik deh, Yol. Nih makan, abis tu berangkat," ujar Adri sudah seperti ibunya.

"Galak amat bosku, berangkat bareng ya, hehe."

"Jangankan Lo Yol, itu dua paslon BEM kemaren dibantai sama si Adri."

"Hah? Serius Lo?"

Jihan mengangguk antusias, "Bener, tanya Bang Adam kalo gak percaya."

"Ngeri juga Lo, Dri."

Setelah menyelesaikan sarapannya, Adri memanaskan mobilnya sebelum berangkat ke kampus. Sampai jam menunjukan pukul 6.30, Adri dan Yola akhirnya berangkat.

"Berangkat dulu, Bang!" pamit Adri pada Adam yang baru saja pulang jogging pagi.

"Yoi. Jangan malem-malem pulangnya bilang Januar," ujarnya berniat menggoda Adri. Namun alih-alih salah tingkah, Adri justru menepuk keningnya keras, Ia lupa kalau ada janji dengan Januar jam 7 malam ini.

"Thanks Bang udah diingetin," ujarnya sembari masuk mobil.

"Dri ... Dri, otak doang Lo pinter."

****

Januar dan Gandhi tengah berdiskusi di perpustakaan untuk mengevaluasi hasil debat tadi malam. Setelah acara debat itu berakhir, kedua paslon memasuki masa tenang menjelang pemilihan dua hari kedepan.

"Menurut Lo apa yang miss dari performance kita kemaren, Gan?" tanya Januar.

Gandhi tampak berpikir, "Menurut Gue nih, kita udah oke, kok. Cuma pas pertanyaan Adri aja kan Lo kagok, dan Gue nangkepnya dia gak puas gitu sama jawaban kita, terutama masalah kesenjangan sosial mahasiswa bidikmisi,"

"Iyasih, bener. Makanya malem ini Gue mau diskusi sama dia,"

"Hah? Yang bener Lo? Kok dia mau sih?"

Januar mengerutkan keningnya heran, "Lah emang kenapa gitu?"

"Dia tertutup dan misterius banget, Jan. Circle dia tuh, cuma Bang Adam, Theo, Yola."

"Kok Lo tau banget soal dia?"

"Gandhi gitu loh, FBI Fakultas Teknik,"

"Ya Gue gak tau, yang jelas udah janjian jam 7. Mau nitip pertanyaan gak?"

"Gak sih. Udah Lo konfirmasi belum sama dia?"

"Belum."

"Konfirmasi aja, siapa tau dia lupa, doi kan sibuk banget."

"Oke deh. Anyway, thanks ya Gan, udah bisa sampe sini sama Gue. Dua hari kedepan kita gak bahas BEM dulu, dan mari berdoa buat yang terbaik, bukan buat menang. Kita udah melakukan semuanya dengan maksimal, gak ada yang perlu disesali walaupun kita akhirnya kalah."

"Ya, thanks juga Jan, Gue banyak belajar dari Lo selama proses ini."

Januar hanya mengangguk.

"Lo ada kelas abis ini?" tanya Gandhi.

"Ada, Gue minor di Tekpang, ada praktikum siang ini."

"Gila Lo minor di Tekpang, berat amat, orang ngambil minor di Ilkom, FE," ujar Gandhi heran melihat temannya yang juga ternyata ambisius masalah akademik.

"Penasaran aja Gue, lagian masih mirip-mirip TI, kok."

****

Tepat pukul 13.00, Januar tengah mengantre presensi untuk memasuki Laboratorium Rekayasa Pangan di lantai tiga gedung fakultas teknik. Ia sudah siap dengan jas lab, dan kuis pre-lab di buku catatan sakunya. Itu adalah tugas wajib khas mahasiswa teknik, jika tidak membawanya, tidak akan diizinkan masuk.

"Lah Bang Januar, ngambil matkul ini?" tanya adik tingkat Januar tiba-tiba, padahal Januar tidak mengenalnya. Ah biasa, mahasiswa populer, siapa yang tidak kenal dengannya.

"Haha, iyanih. Bantuin ya nanti," ujarnya seraya tersenyum membuat gadis itu salah tingkah.

"Darren Januar Winata," panggil Asisten Laboratorium dari depan pintu masuk.

Januar mengangkat tangan kemudian terkejut melihat siapa sosok asisten lab itu, Adriana.

"Ha ... hadir, Kak!" ujar Januar sedikit gugup hingga Ia salah memanggil Adri dengan panggilan 'Kak' padahal mereka seangkatan.

Adri tidak menghiraukan panggilan yang seharusnya aneh itu, "Dari Departemen Teknik Industri?"

"Iya,"

"Boleh tunjukan KTM dan KRS?"

"KTM ada, tapi KRS Saya gak tau kalau itu perlu."

Adri tampak masih fokus memeriksa KTM milik Januar itu.

"Soft-file nya kan bisa didownload dari portal akademik mahasiswa," ujarnya cuek.

"Oh ... oke."

Beberapa menit kemudian, Januar menunjukan KRS onlinenya pada Adri.

"Oke, silakan masuk dan selamat datang di Teknik Pangan," ujarnya sembari tersenyum tipis.

****

Praktikum pertemuan pertama itu berjalan seperti biasa diawali dengan penjabaran materi dan kontrak perkuliahan oleh dosen pengampu mata kuliah, dilanjutkan penjelasan teknis praktikum oleh asisten lab.

"Sekarang kita buat kesepakatan untuk kuis ya, kalian mau kuis berapa kali seminggu?" tanya Tian, rekan asisten lab Adri yang bertugas bersamanya.

"Sekaliiii," sahut seluruh mahasiswa itu kompak, kecuali Januar. Ia masih merasa asing berada di sana.

Sementara itu, Adri mengamati suasana lab dari belakang, Ia menangkap ekspresi Januar yang sepertinya masih canggung. Sejujurnya, Adri mengapresiasi sekaligus heran kenapa mahasiswa TI yang kuliahnya sudah berat, ditambah seorang aktivis kampus seperti Januar mau mengambil mata kuliah yang relatif sulit bahkan untuk mahasiswa teknik pangan itu sendiri.

"Eh, mumpung disini ada calon ketua BEM, coba Kak Januar, kasih saran berapa kali kuis nih kita sebaiknya per minggu?" tanya Tian.

Semua orang kini melihat ke arah Januar, termasuk Adri yang sedari tadi memperhatikan pria itu.

"Hmm, satu kali cukup, tapi sekaligus, biar sekalian belajarnya, gimana?"

Adri tersenyum, Januar memang khas pimpinan organisasi, Ia tidak akan mengambil keputusan sendiri meskipun itu keputusan terbaik. Ia akan menyerahkannya pada kelompok terlebih dahulu. Adri kemudian membandingkan karakter Januar itu dengan dirinya.

"Bener, harusnya kita mengambil pendapat dari multiperspektif, selama ini Gue selalu mengambil keputusan sendiri walaupun itu benar," batinnya.

avataravatar
Next chapter