1 Membuka jalan ke sekte Rufeng

Senyuman penuh arti tercipta dari seorang gadis bergaun merah, dia menyandarkan tubuhnya di sebuah cabang pohon di salah satu pohon besar sambil melihat pemuda yang sedang bertarung mati-matian melawan mayat hidup yang lumayan banyak.

Pemuda itu bernama Jing Yi dia adalah seorang pemuda berusia dua puluh tahun seorang anak laki-laki dari pasangan ketua sekte besar. Malam yang gelap ini Jing Yi sedang berkultivasi di hutan sendirian, dia ingin menyendiri di tempat favoritnya, Jing Yi sudah sering berkultivasi di tempat ini.

Biasanya dia tidak pernah mendapatkan gangguan apapun di tempat ini, karena tempat ini masih dalam kawasan sekte Rufeng, dan bisa di bilang cukup aman.

Tidak ada kultivator yang akan berani bertingkah sewenang-wenang di tempat ini apalagi mayat hidup, mereka pasti akan cari mati di sini. Tapi malam ini entah dari mana datangnya mayat-mayat hidup ini yang tiba-tiba menyerang Jing Yi.

Wanita itu menikmati kacang yang ada di tangannya tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun dari pemuda yang kuwalahan menghadapi mayat-mayat hidup itu yang seperti tidak bisa di musnahkan.

Mereka akan terus menyerang meski anggota badan mereka sudah terpisah dari badan, Jing Yi di buat kerepotan dengan jumlah mereka yang banyak.

Pada awalnya Jing Yi bisa menghadapi mereka dengan mudah, namun semakin lama tenaganya yang terkuras dan mereka masih sama kuatnya seperti awal mereka bertarung.

Jing Yi sudah melakukan apa yang dia bisa mengeluarkan cambuk sulur willownya untuk menghadapi mereka, tapi yang membuat Jing Yi heran biasanya cambuk sulur willow ini mengenai sasaran mereka akan mengerang kesakitan bahkan akan membuat luka yang dalam namun mayat-mayat ini seperti tidak merasakan sakit apapun, mereka masih dengan ganasnya menyerang Jing Yi, meski mereka sudah kehilangan sebagian anggota tubuh mereka, dan juga mengeluarkan cairan berwarna hitam kental dari bagian tubuh mereka yang terpotong.

Sepertinya Jing Yi tidak bisa menghadapi mayat-mayat hidup yang sangat ganas ini, mereka seperti di suntik darah sapi, sangat ganas dan berapi-api, mereka sudah seperti tidak makan seumur hidup. Dan di mata para mayat-mayat hidup itu Jing Yi adalah sebuah makanan yang lezat yang menanti untuk di santap.

Sebuah cairan hitam keluar dari mulut mereka membuat Jing Yi jijik dan ingin muntah, bisa di pastikan jika liur mereka mengandung infeksi yang menular, bisa saja siapapun yang mendapatkan gigitan dari mereka akan menjadi bagian dari mayat-mayat hidup itu.

Jing Yi sudah tidak bisa lagi bertahan sendirian, lebih baik dia akan kabur untuk mencari bantuan, dia tidak bisa kabur begitu saja dan membiasakan mayat-mayat hidup ini akan berkeliaran. Saat ini Jing Yi yang menjadi sasaran penyerangan mereka, tapi bisa saja para murid sekte Rufeng yang menjadi target selanjutnya, karena hutan ini masih di kawasan sekte Rufeng.

Jing Yi lengah dan sebuah gigi menancap pada lengan Jing Yi yang membuat dia berteriak kesakitan sambil menendang satu mayat yang menginginkan.

Dengan cepat Jing Yi berusaha dengan sekuat tenaganya untuk melepaskan gigitan mayat yang sedang mengigit lengannya itu.

Jing Yi terus berusaha menghalau mayat-mayat itu mendekati Jing Yi yang sudah terluka, dengan menahan rasa sakit pada lengannya Jing Yi terus berusaha mempertahankan hidupnya sampai titik darah penghabisan.

Dia tahu jika ini tidak akan berakhir dengan baik, namun dia tidak akan menyerah dengan ke adaan, dia masih bisa bergerak dan dia harus berusaha sekuat tenaganya. Namun sepertinya luka menganga di lengannya semakin terasa sakit dan itu memecah konsentrasi Jing Yi, mungkin dia sudah mulai tertular.

Jing Yi masih terus melawan mayat-mayat hidup itu meski sekujur tubuhnya sudah mulai mengeluarkan keringat dingin di sekujur tubuhnya, dan dia sudah tidak bisa berpikir dengan jernih, Jing Yi merasa jika mayat-mayat hidup itu menjadi dua kali lipat di matanya.

Itu karena ilusi Jing Yi sendiri, kepalanya sudah terasa berat dan dia bisa tidak sadarkan diri kapan saja di tengah-tengah gerombolan mayat hidup yang sedang kelaparan ini.

Dengan sisa-sisa tenaganya Jing Yi mengayuhnya cambuk sulur willownya dengan asal namun itu tidak bertahan lama, pada akhirnya Jing Yi tumbang. Pandangannya kabur dan dia sudah tidak bisa mengangkat kepalanya sendiri, cambuk sulur willownya terlepas dari genggaman dan dia tidak dapat melihat apapun lagi saat ini.

***

Saat pertama kali membuka matanya Jing Yi berpikir jika dirinya sudah berada di alam lain, namun saat memperhatikan dengan seksama langit-langit yang di lihatnya amat familiar bagi Jing Yi, itu adalah langit-langit kamarnya sendiri.

Jing Yi memproses apa yang ada di depannya dan mencoba mengingat kembali apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya, dia ingat betul jika dia sedang berkultivasi di hutan dan datangnya banyak mayat-mayat hidup yang menyerang.

Dan Jing Yi tumbang karena kelelahan menghadapi mayat-mayat hidup itu sendiri, dan dia terinfeksi oleh gigitan mayat-mayat hidup itu dan setelah itu dia pingsan dan tidak sadarkan diri.

Namun saat ini dia ada di dalam kamarnya, apakah dia sedang bermimpi namun kejadian itu amat mengerikan untuk hanya sekedar menjadi sebuah mimpi.

Namun saat Jing Yi akan mengerahkan tubuhnya dia amat kesusahan, tubuhnya terasa berat dan panas namun dia merasa cukup kedinginan dan saat Jing Yi berusaha bangun dari tempat tidurnya sakit kepala mendadak menyerang Jing Yi.

Dan pada akhirnya Jing Yi menyerah dan kembali merebahkan tubuhnya ke ranjang, tidak beberapa lama ada seorang murid sekte Rufeng masuk dan melihat Jing Yi sudah siuman dia segera pergi keluar kembali untuk memanggil penatua Jing Hao.

Penatua Jing Hao adalah ketua sekte Rufeng dan hanya memiliki Jing Yi sebagai penerusnya karena putrinya yang kedua tidak beruntung untuk berumur panjang.

Tetua Jing Hao segera datang dengan tergesa-gesa dengan sebuah tabib di belakangnya.

"Putraku kamu sudah sadar?" Nampak terlihat sangat jelas jika laki-laki itu amat menyanyi putranya.

Tabib itu memeriksa seluruh tubuh Jing Yi, dari ujung kaki sampai ujung kepala bahkan mata Jing Yi tak luput dari pemeriksaan.

"Ayah ...," Suara lemah Jing Yi memanggil ayahnya.

"Katakan?" Dengan sabar laki-laki itu ikut duduk di samping Jing Yi.

"Siapa yang menolong ku? Apakah Shizun?"

"Bukan, Shizun mu waktu kejadian sedang pergi bersamaku."

"Lalu siapa?"

Jing Yi tidak bisa memikirkan nama lainnya karena hanya ada nama gurunya yang ada di pikirannya yang bisa menolong dirinya di saat-saat genting seperti ini.

"Dia seorang gadis, namanya Qin Yi Yue."

"Qin Yi Yue? Siapa dia?" Jing Yi amat asing dengan nama yang di sebutkan oleh ayahnya.

"Dia kultivator individual."

avataravatar
Next chapter