webnovel

[14]. Nenek Gong

"Eunghh… kenapa panas sekali?. Aku jadi berkeringat."

Vien mengucek matanya sambil sesekali mengusap keringatnya. Ketika matanya terbuka ia terdiam

"Kebakaran?!. Astaga!." Vien menatap nanar pohon yang ia tiduri itu yang mulai terbakar

Dengan panik gadis itu melepas tali yang mengikatnya, setelah terbuka berpapasan dengan pohon itu yang mulai ambruk. Vien memutuskan untuk melompat

"Argh sial, apinya menyebar!." Saat ingin berlari ternyata kakinya keseleo, mau tak mau Vien harus berteleportasi mencari tempat aman

Hingga tiba-tiba ia terjatuh

"E-eh?. K-kenapa?. Tenagaku habis?!." Vien gemetar melihat api yang siap meraupnya

Namun momen-momen indah yang selama ini ia alami membuat hatinya bergetar

"Kau meremehkan ku hah?!." Vien menutup matanya dan menetralkan dirinya

Setelah cukup tenang, Vien membuka matanya yang berwarna biru terang dengan sebuah lambang air. Gadis itu mengangkat tangannya dan tiba-tiba ombak besar muncul dari tanah lalu memadamkan seluruh api itu

Vien diam sesaat untuk menerima apa yang sudah terjadi.

'aku baru saja … mengeluarkan air?!' pikirnya

Nenek Gong yang menjadi pelaku dibalik itu semua tersenyum, sementara para pelayannya terkagum-kagum

"Ma'am berikan perintah."

"Sudah kubilang, keluarkan semuanya."

Tersadar sesuatu, nenek Gong mengeluarkan sebuah tempat lalu menyuruh pelayannya mengirim itu ke Vien

    Tukk…

"Ha?." Vien mengambil guci kecil yang tiba-tiba berteleportasi ke tempatnya

"He aku benar-benar di dunia Hunger Games." Vien membuka guci itu dan menemukan obat oles, langsung saja ia menggunakan itu untuk memijat kakinya

Sesaat ia mengerti jika semua ini adalah rekayasa seseorang. Dan orang itu tak lain adalah nenek Gong

Setelah merasa kakinya membaik, Vien lantas berdiri dan melanjutkan perjalanannya

Dipertengahan jalan Vien memutuskan untuk beristirahat dan memakan bekalnya yang dibuat oleh Emelie. Sesaat ia berpikir apa tidak ada Chimera yang tinggal di gunung?, seperti desa misalnya

"Mungkin memang tak ada. Sudahlah aku harus terus berjalan." Vien menyimpan kotak bekalnya yang masih sisa setengah lalu berjalan kembali

Kenapa tidak berteleportasi?. Karena itu akan membuang banyak tenaga, lihat kan?. Baru tiga kali berteleportasi tenaganya sudah habis, bahkan untuk bangun pun tak bisa

"Oh apa itu?. Terowongan hutan ya?." Vien tersenyum kecil, sayangnya ia tak membawa kamera untuk mengabadikan momen indah itu

Vien masuk ke terowongan hutan itu. Tapi baru setengah, tiba-tiba ada pasukan lebah beracun yang tiba-tiba mengejarnya

"Argh sial!!." Vien berlari dengan kencang dan tak peduli jika ia hampir saja tersandung

Ketika keluar dari terowongan, lebah-lebah itu berhenti. Sepertinya mereka tak bisa terkena cahaya matahari

"Seperti vampir saja, tapi MoonArk lebih baik karena mereka murid Alarice. Ahh ada-ada saja, aku hampir jantung- WOAHH."

Vien menahan tasnya saat badai salju menerpa wajahnya. Sial, aku lupa memakai sweater, pikirnya. Vien menapakkan kakinya secara perlahan diatas salju-salju itu

Karena kelelahan, Vien memutuskan untuk berlindung dibalik pohon dan kemudian tertidur

"Hey bangun kebo!."

Vien terbangun dengan tepukan di pipinya. Setelah nyawanya terkumpul, Vien terkejut melihat Ryan didepannya

"S-sedang apa kau disini?!." Sentaknya

"Daripada kau tidur, sebaiknya kembali berjalan." Ujar Ryan

"Aku lelah kau tahu!. Nenek itu memberikan banyak rintangan, ugh aku jadi kesal." Sungut Vien

"Dia hanya mengujimu, apa kau layak bertemu dengannya atau tidak."

"Emang kenapa harus begitu?." Tanya Vien seraya mendongak karena Ryan berdiri sambil menyender sementara ia duduk diatas salju

"Dia adalah orang yang paling tua di dunia Chimera jadi banyak yang menghormati dan juga menjaganya. Tak banyak orang yang bisa bertemu dengannya secara langsung seperti kau. Kau salah satu orang yang beruntung."

Vien ingin berbicara namun dicegat Ryan

"Aku tak bisa berlama-lama disini karena aku adalah seorang monster. Sampai nanti." Ryan berubah menjadi kelelawar lalu menghilang

Sesaat Vien berpikir, bagaimana Ryan bisa tahu mengenai nenek Gong sementara dirinya tak diperbolehkan masuk ke dunia suci yang penuh doa ini?. Apa mungkin dulunya dia orang yang baik?

"Oke masuk list misteri. Dah ayo lanjut." Vien menatap kesal kakinya yang tersangkut di salju

Susah payah Vien melewati salju-salju itu, akhirnya ia sampai di puncak gunung Chimera. Ia terpana melihat pemandangan kota dari atas sini, sampai matanya melihat sebuah tenda besar dan megah seperti tenda bazar

Vien pun melangkahkan kakinya disana

"Anu, permisi." Vien diam melihat seorang nenek yang duduk dengan kerudung berwarna putih yang menutupi tubuh dan rambutnya

Nenek itu mendongak dengan wajah seram. Vien menelan ludahnya

"Selamat datang, Vivien La Vida."

Vien terkejut saat ada beberapa pasukan yang mendorongnya masuk, lalu mereka keluar dan menutup pintu meninggalkan Vien dengan nenek itu

"Anu, nenek Gong?."

"Kemarilah cucuku."

Vien lalu duduk di sebuah bangku kayu

"Apa masalahmu?."

"Ha?. Ahh, sepertinya ini akan menjadi cerita panjang." Vien lalu menceritakan semua yang ia alami dan juga alasan ia datang

Sebenarnya nenek Gong sudah tahu, cuman dia lebih suka mendengar cerita secara langsung

"Takdirmu bagaikan sebuah dongeng ya."

"Eh?. A-apa maksudnya?."

Nenek Gong menepuk tangannya, tiba-tiba di langit-langit ada sebuah cahaya petir yang membentuk simbol aneh lalu sebuah kertas persegi muncul dan terbang ke dahi Vien

Seketika Vien melihat ilusi sebuah kaca dengan bingkai tua dan penuh corak unik, dan kaca itu mengeluarkan cahaya violet yang membuat Vien tersadar

"A-apa itu tadi?."

"Itu adalah takdirmu. Kau mau tahu alasan kau berbeda?. Karena sebenarnya bukan kau saja yang menanggung semua ini."

Vien mengerutkan keningnya bingung

"Seharusnya takdir ini dipegang oleh kalian berdua." Gong menjeda ucapannya

"Berdua?. Dengan siapa?. Ivory?. Violen?. Amora?. Atau kakak-kakakku?." Gong menggeleng

"Dengan kembaranmu … Vallen."

Vien membeku