webnovel

[13]. Gunung Chimera

    Tukk…

"Anu bu…"

"Hm?. Ada apa?. Tehnya tak enak?." Tanyanya panik

"Ah t-tidak. Saya ingin berterimakasih karena sudah membantu saya masuk." Ujar Vien sopan. Wanita bersayap kelelawar dan ekor harimau itu tersenyum

"Tidak masalah. Ayo diminum lagi tehnya!."

Vien kembali mengambil gelasnya

   (Flashback On)

"Siapa kau?!."

"A-ahh…"

"Kau penguntit ya?!."

"Eh sembarangan!." Sentak Vien galak membuat mereka berdua mundur

"Ha jiwamu tak murni, cepat pergi!."

Vien menggeretakkan giginya kesal

"Dia tamuku."

Semuanya menengok. Vien memiringkan kepalanya bingung dan terpesona melihat kecantikan wanita itu

"T-tamu anda?."

"Dia hendak datang berlibur dan melihat-lihat. Biarkan dia masuk."

"Tapi-." Dua penjaga itu bergidik melihat tatapan maut wanita itu

Begitulah Vien berhasil masuk dan berakhir di rumah wanita itu yang diketahui bernama Emelie

      (Flashback Off)

"Oh ya…"

Vien menengok

"Apa kau manusia?. Dan darimana asalmu?. Bumi?."

Vien tersentak karena pengetahuan tentang manusia dan planetnya sangatlah minim. Tapi melihat usia wanita ini, wajar ia tahu

"Tidak." Vien menutup matanya dan sebagian wujud aslinya terlihat

"Saya seorang Werewolf. Saya dari Alarice Academy."

"Sekolah itu rupanya."

Melihat ekspresi sendu Emelie membuat Vien terhenyak

"Anu, apa ada sesuatu?." Tanya Vien pelan

"Ya. Saya dan kembaran saya, Amber, dulu juga murid disana. Setelah peperangan Mythgium dengan manusia. Tapi kemudian … Daimonter menyerang Alarice, sehingga banyak yang menjadi korban. Termasuk kembaran saya." Cerita Emelie

"Maaf saya-."

"Tidak nak. Kau pasti tak tahu karena memang cerita gelap seperti ini tak boleh diceritakan agar kalian menjadi murid yang pemberani. Namun Vien, saya bisa melihat dan merasakan potensimu. Untuk itu saya mendatangimu, kau adalah gadis spesial Vien." Ujar Emelie membuat Vien kagum

"Terimakasih, saya pun kemari karena suatu alasan."

"Dan apa saya boleh tahu?."

Vien diam

"Daimonter menyerang murid Alarice dua bulan yang lalu." Emelie terkejut sampai menutup mulutnya dengan tangan

"Dia mengincar 5 murid dan sengaja membawa angin puting beliung untuk memperingati saya. Untungnya saya cukup peka dan bisa menyelamatkan mereka. Namun sekarang sudah tak ada." Emelie menghela nafas lega

"Lalu apa yang kau cari nak?." Tanya Emelie

"Roh Kebencian atau Odium Spiritus juga menyerang kami."

"Roh Kebencian?!. Setelah berabad-abad akhirnya mereka muncul kembali." Dialog Emelie

Vien mengangguk

"Mereka menghasut para murid termasuk teman saya, saya dan Madam Fantasia bisa melihatnya. Namun berbeda dengan Madam yang hanya bisa melihat bentuk mereka, saya bisa melihat masa lalu orang yang mereka hasut. Dan hanya dengan argumen saya bisa mengalahkan mereka." Ujar Vien

"Lalu kau datang untuk mencari alasan mengapa kau berbeda?." Tebak Emelie

"Em, kakak kelas saya memberitahu jika nenek Gong bisa membantu saya."

"Dia tinggal di gunung salju. Butuh 2 setengah hari untuk sampai kesana. Kalau begitu, biarkan saya membantumu. Besok suami saya baru pulang, kau bergabunglah dengan saya." Tawar Emelie

"Terimakasih banyak, saya akan membalas budi nanti."

Emelie menggeleng

"Tak perlu. Kau adalah pahlawan Alarice, dan dewa mengutus kami untuk menjagamu. Kami tak bisa menolak hal ini."

Vien mengangguk pasrah lalu diantar ke kamar tamu. Gadis itu menatap keluar jendela untuk melihat kota Chimera yang penuh dengan lampu lampion indah, setelah itu ia berbaring sambil merenung

'pahlawan Alarice?. He padahal dulunya aku adalah seorang berandal yang selalu menghancurkan peraturan. Bahkan leluhurku sendiri'

    Keesokan Paginya…

"Sarapan sudah siap!." Pekik Emelie seraya menaruh nampan berisi bermacam-macam makanan membuat perut Vien semakin meronta

"Ayo dimakan nak Vien." Ujar Haries, suami Emelie yang baru pulang tadi subuh

Vien mengangguk lalu mengambil makanan porsinya. Mereka bertiga pun makan dengan lahap

Setelah selesai, Emelie membasuh piring, Haries memanasi mobil, dan Vien memeriksa barangnya sekali lagi takut ada yang tertinggal

"Semua sudah siap?." Ujar Haries. Vien mengangguk

Mereka bertiga lalu berangkat. Disepanjang jalan Vien merasa begitu gugup dan juga … tak enak. Entahlah, tapi kali ini ia akan percaya dengan dewa

Sudah setengah hari mobil itu masih terus berjalan. Sekarang mereka melewati jalanan tol yang di pinggirnya terdapat hutan

"Ah apa itu gunungnya?!." Sentak Vien tiba-tiba membuat pasutri itu terkejut karena mengira dia tertidur

"Em, sebentar lagi kita sampai." Ujar Emelie

"Haha kau terlihat sangat tak sabar ya." Kata Harries

Vien mengangguk antusias lalu kembali duduk dengan tenang. Seperempat jam kemudian mereka sampai

"Kenapa berhenti?." Tanya Emelie

"Maaf Vien. Sepertinya kami tak bisa ikut masuk karena jalannya sangat terjal. Bahkan untuk seseorang pun akan susah, terlebih kami ini sudah tua dan mata kami rabun." Ujar Harries

"Ah begitu ya, gapapa kok. Kalian cukup mengantar saja, terimakasih banyak. Saya akan mengingat kalian."

"Itu suatu kehormatan untuk kami. Berhati-hatilah Vien."

Vien mengangguk lalu mengambil barang-barangnya dan menatap gunung itu sesaat

"Ayo Vien, kau bisa." Gumamnya

Vien menjalankan kakinya lalu masuk ke hutan itu

"Terjal?. Bahkan mobil pun bisa masuk." Ujar Emelie

"Apa kau tak mengerti?. Gadis itu sangatlah berbeda, dia tau harus berbuat apa." Kata Harries sambil menatap punggung Vien yang lambat laun menghilang dibalik hutan

"Ah sudah mau malam. Tak baik berjalan waktu malam hari. Sebaiknya aku tidur dimana ya." Vien terus berjalan hingga matahari pun menghilang dibalik gunung

"Mungkin pohon ini cocok." Vien berteleportasi ke atas pohon yang lebih tinggi dari yang lain lalu mengambil posisi nyaman

Vien membuka tasnya lalu mengeluarkan seulas tapi panjang yang lalu diikatnya di pinggang dan pohon yang ia senderi. Itu cara dari film yang ia tonton di dunia manusia bersama dengan teman-temannya

"Wahh, berasa main film Hunger Games. Sebaiknya aku tidur." Vien pun memejamkan matanya

Tanpa dia tahu sebenarnya ada sesosok wanita yang memperhatikannya dari sebuah bola sihir

"Betulkah dia ma'am?."

"Aku belum tau pasti. Cepat keluarkan semuanya dan uji dia."

"Baik!."

'Vivien La Vida … benarkah kau gadis itu?. Tapi mengapa hanya satu?. Bukannya mereka harusnya kembar?. Dimana lagi yang satunya?'