1 KUKU YANG TERSANGKUT

Raisa terhenyak saat dirinya diminta untuk ikut memandikan jenazah Bu Sapto. Padahal dia baru beberapa kali, mengikuti pelatihan itu bersama emak haji.

"Kenapa harus saya, Bu? Yang lain 'kan bisa," elak gadis manis itu.

"Enggak ada orang. Emak haji lagi pulang ke Padang. Bu Titin ada hajatan di rumahnya. Mbah Sarji sakit, jadi cuman ada kamu, biar dibantu dengan ibu-ibu masjid," ucap Bu Marto panjang lebar.

Dia berusaha meyakinkan gadis itu. Raut wajahnya berubah.

Dirinya tak yakin, jika harus menerima permintaan ini.

"Kasihan jenazah Bu Sapto!"

Raisa mulai berpikir. Ada gejolak dalam benaknya. Antara menerima atau menolak. Namun, dia sudah berjanji pada neneknya, emak haji. Jangan pernah menolak jenazah untuk dimandikan. Siapa pun!

Dengan berat, akhirnya dia menerima. Raisa bergegas mengganti pakaiannya dan menyambar tas kecil.

Hatinya selalu berdoa. Ini adalah pengalaman pertama baginya terjun langsung, tanpa ada emak haji di sisinya.

***

Suasana rumah bu Sapto sudah banyak pelayat yang berdatangan. Berbagai kelengkapan untuk mandi sudah dipersiapkan.

Kali ini, Raisa nampak tegang. Wajahnya hampir tak bisa tersenyum. Kala jenazah sudah memasuki ruang pemandian. Jantungnya semakin berdebar kencang.

"Bismillah."

Saat kain jarik yang menutupi tubuhnya terbuka, bau busuk dan anyir menjadi satu. Ada beberapa luka di bagian tubuhnya. Kata mereka karena diabetes yang diderita. Bagian pergelangan tangan nampak parah.

Berulang kali gadis itu, membaca doa dalam hatinya. Dia mulai mengikuti tata cara memandikan jenazah yang diajarkan selama pelatihan.

Setelah mencuci rambut, membersihkan bagian vital serta kuku dan tubuh. Raisa yang dibantu oleh dua orang ibu pengurus masjid dan satu orang keluarga, mulai menutupi mayat dengan kain jarik.

Ketika hendak diangkat dan dibawa masuk ke dalam rumah. Tiba-tiba, benang jilbabnya seperti terkait pada sesuatu. Saat dia lihat, benang itu terkait pada kuku jempol tangan bu Sapto yang panjang.

Sontak membuat gadis itu sangat terkejut. Saat dia mau mengatakan pada orang-orang, keburu mayat sudah di angkat untuk masuk ke dalam rumah.

"Astagfirullah!" ucapnya.

Kuku itu terlepas, dan menempel diantara renda jilbabnya. Raisa menjadi panik. Dia berusaha untuk menarik kuku dari sela benang yang terurai.

Belum sampai dia mengambil, kuku itu sudah tak terlihat. Kemungkinan terlepas dan terjatuh. Raisa kelimpungan mencari benda kecil itu. Dia mulai panik.

"Uuups! Di mana kuku itu?" gumamnya lirih.

"Kamu cari apa?" tegur Bu Marto.

"Eeeh, ca-cari kuku, Bu," jawabnya dengan melihat ke lantai.

"Kuku siapa?"

"Kuku Bu Sapto," bisik Raisa lirih.

"Haaaaa! Apa?" teriak wanita itu kencang.

Raisa mengabaikan wanita itu, yang masih syok mendengar ceritanya. Kemudian, Bu Marto menarik lengannya, kuat.

"Kamu apa ndak takut? Hati-hati kamu dihantuinya," jelas Bu Marto.

"Makanya Ibu bantu saya cari!"

Mereka berdua terus mencari benda sangat kecil, yang hampir tak terlihat itu. Mustahil mereka akan menemukannya, disaat para pelayat semakin banyak berdatangan.

"Gimana, Bu Marto?"

Raut wajah Raisa terlihat tegang. Keringat dingin mulai membasahi tubuhnya.

"Enggak usah dicari, pasti enggak ketemu," ujar Bu Marto.

Setelah itu, Raisa berpamitan pulang untuk mengganti pakaiannya yang basah. Sepanjang perjalanan, dia merutuki dirinya yang sial.

Kenapa kuku itu harus terselip diantara benang jilbabnya?

'Emak Haji, apa yang harus Raisa lakukan sekarang?' bisiknya dalam hati.

***

Malam ini, gadis itu masih gelisah. Dia masih tidak tenang. Ingin bercerita pada bapak, tapi dia mengurungkan niatnya.

Cukup lama dia terduduk di atas kasur, dengan mendekap lututnya. Seperti teringat sesuatu, dia mengambil sebuah gunting dan tas plastik.

Raisa berjalan ke ruang belakang, mencari jilbabnya yang sudah tertumpuk pakaian kotor. Dia berniat mencuci bersih, setelah itu membuangnya.

Saat mencuci, telapak tangannya merasakan duri tajam yang menusuk walau tidak sakit. Sontak kedua matanya terbelalak, manakala melihat kuku itu ternyata terselip dibalik renda.

"Aaaahhh!"

Dia mendengkus kasar. Seolah mempersalahkan dirinya yang kurang teliti, gadis itu mengambilnya. Kemudian dia letakkan dalam kantong plastik kecil, dan mengikatnya.

Dia membungkus jilbab yang masih basah, dan berjalan keluar rumah untuk membuangnya ke tempat sampah.

Namun, dia merasakan seperti ada seseorang yang mengikutinya dari belakang. Seketika dia menoleh. Tak ada siapapun.

Raisa kembali masuk ke dalam rumah. Adik dan bapaknya sibuk menonton televisi. Gadis itu masuk ke dalam kamar kembali. Plastik yang berisi kuku bu Sapto, diletakkannya bersebelahan dengan Alquran.

Entah apa alasannya?

Dia mulai merebahkan tubuhnya yang terasa penat. Raisa berpikir besok pagi, akan menguburkan kuku itu.

Raisa mulai gelisah. Antara bicara pada sang bapak. Atau, diam.

"Tapi, pasti Bapak marah. Dan, pasti minta diantar ke rumah Bu Sapto. Lalu--"

Raisa menutup wajahnya, dengan kedua telapak tangan. Dia terlihat kebingungan.

"Apa yang harus aku lakukan?"

Dia membolak balik tubuhnya. Pikiran dan hati Raisa mulai tak karuan. Kerisauan mulai melanda gadis itu.

"Apa, aku bilang aja ya ... sama Bapak?"

Sesaat dia terbangun lagi. Duduk dengan mendekap bantal. Memeluk bantal itu kuat.

Lalu, Raisa menggeleng.

"Enggak, ahhh! Pasti Bapak ajak aku ke rumah Bu Sapto. Dan ... semua orang akan membicarakan masalah ini. Mereka pasti menyalahkan aku."

Kembali Raisa menggeleng. Lalu merebahkan tubuhnya. Dia berusaha keras untuk bisa tertidur. Raisa mulai memejamkan mata.

Entah mengapa?

Tiba-tiba, bulu kuduknya berdiri. Sampai Raisa mengusapnya perlahan.

"Kok aku jadi merinding begini ya?"

Dia pun merasakan keringat dingin yang aneh. Seakan mengaliri seluruh tubuhnya.

Jantung Raisa mulai berdegup lebih cepat. Berdetak lebih kencang. Sampai membuat Raisa menekan dadanya kuat.

"Aneh? Ada apa ini? Enggak biasanya aku merinding gini."

Raisa membuka kedua matanya. Dia melihat ke sekeliling kamar. Tak terlihat apa pun, atau sesuatu yang aneh.

Gadis itu menarik selimut. Hingga menutup ke sekujur tubuhnya. Hanya menyisakan wajah yang terlihat.

Dia mencoba kembali untuk tertidur. Rasa penat, dan lelah yang menyerang. Belum mampu membuat Raisa bisa terlelap,

Namun, dia merasakan belakang tubuhnya saat ini terasa hangat. Ada yang aneh, membuatnya bergidik. Bulu kuduk Raisa ikut berdiri. Merinding.

"Si-siapa ... yang ada di belakangku ini?" Suara Raisa terdengar berbisik.

Raisa pun mencoba untuk berbalik, dan seketika jantungnya berhenti berdetak. Saat melihat, seseorang tidur di sebelahnya. Dengan tubuh miring menghadap dirinya.

Tatap mata sosok itu, melihat tajam pada Raisa. Bau busuk pun menguar. Seolah menyengat hidung gadis itu.

"Raisaaaa ...!"

Dia mendengar sosok wanita itu tengah memanggilnya. Walau pun bibirnya yang mengering, kebiruan. Terkatup rapat. Tapi, Raisa bisa mendengar dia memanggil dirinya.

Saat Raisa tersadar. Dirinya pun berteriak kencang.

"Aaaaaargh!"

"Bu ... Sapto!"

***

Hai jangan lupa, subs dan ikuti cerita ini ya.

Follow IG : Raifiza_Lina

avataravatar