webnovel

Chapter 10

Rimbunnya pepohonan memenuhi mata, warna gelap yang kentara meneduhi semua hal yang berada di bawahnya. Cahaya bulan yang lebih bersinar seolah memanjang, menembus dedaunan tebal guna menerangi gulita yang tercipta.

Corin Yudhistira seharusnya tidak memiliki penglihatan sebaik ini, tetapi dengan anehnya ia bisa melihat suasana yang tercipta dari malam yang hanya mengandalkan penerangan bulan.

"Hutan?" tanpa sadar remaja itu membeo, tercenga dengan apa yang ada di sekitarnya.

"Ya," Phoenix mengangguk, sukses mengalihkan perhatian remaja yang masih tercenga.

Corin berkedip, sulung Yudhistira menoleh menatap sekelilingnya dan mendapati bahwa ... ada sebuah kereta kuda beberapa meter dari tempat mereka berdiri. Kereta itu terlihat megah dan tua, tanpa kuda yang seharusnya menjadi hewan penariknya. Warna gelap pada kereta bersamaan dengan derit ketika Joshua membantu Lin untuk menaiki kereta tertutup itu sekali lagi membuat remaja berkuncir satu menelan liur paksa.

Terlihat tua dan rapuh ... apakah mereka semua akan menaikinya?

"Nona?" suara kekanakan sukses membuat Corin membuyarkan lamunannya. Remaja itu refleks menoleh, mendapati gadis kecil yang memeluk tasnya berdiri beberapa langkah di dekatnya. Sepasang iris kelabu itu menatap gugup Tuannya. "Nona ... tidak naik?"

Tindakan dan suaranya dibuat serendah dan selembut mungkin, seolah takut Nonanya akan ketakutan dan menjauh.

Corin menatap gadis kecil itu selama beberapa detik, lalu menatap Phoenix yang berdiri tepat di samping pintu kereta yang terbuka. Sosok jangkung itu tersenyum ke arahnya, jelas menunggu penumpang selanjutnya untuk naik.

Dengan jantungnya yang berdebar gugup, kaki berlapis kets melangkah mendekati kereta kayu dan mendapati bahwa kereta ini jauh lebih besar dari apa yang ia kira. Bahkan ketinggian roda melebihi pinggangnya!

Remaja berkuncir satu itu menelan liur paksa. irisnya tanpa sadar menatap tangga kecil yang akan membantunya naik, lalu menatap Phonenix dengan ragu.

"Nona ingin bantuan saya?"

"Tidak," Corin refleks menolak. Ia tidak terlalu menyukai kontak fisik, terutama kepada lawan jenis. Genggaman tangan kucing hitam ini masih terasa panas dan tidak nyaman di tangannya. "Aku bisa sendiri."

Setelah mengatakannya, kedua tangan putih itu terulur, memegang sandaran yang berada di ambang pintu dan menginjak tangga setinggi lutut. Dengan sekali dorongan, remaja itu langsung melompat dan dengan ringan masuk ke dalam kereta tanpa hambatan sama sekali.

"Ah, ini cukup tinggi, tetapi kau cukup fleksibel," mendadak Joshua bersuara, agak kaget melihat Corin dengan mudah masuk tanpa bantuan siapa pun.

Entah itu pujian atau sindiran, Corin tidak tahu. Remaja itu hanya tersenyum canggung, memandang bagian dalam kereta yang cukup luas dan jelas bisa menampung lebih kurang 10 orang.

Bagian dalam kereta terdiri dari dua baris kursi yang saling berhadapan, dengan sebuah meja kayu yang menjadi pembatas di antara kedua kursi. Ada sebuah jendela pada ujung kursi dan bagian pintu.

Corin, tanpa ragu memilih kursi yang berada di seberang Joshua dan Caroline. Sepasang partner itu duduk berdampingan. Namun, Lin jelas terlihat sangat kelelahan. Gadis blesteran tanpa ragu bersandar pada pemuda di sebelahnya, terlihat sangat bergantung dan intim.

Entah bagaimana, Corin benar-benar merasa canggung. Ia merasa seperti melihat orang pacaran dan dirinya menjadi obat nyamuk. Sungguh, rasanya sangat ... tidak menyenangkan.

Drak.

Suara berderak dan sedikit goyangan mengalihkan perhatian Corin. Sepasang iris gelap itu mendapati Gadis kecil dan Phoenix melangkah memasuki kereta. Lalu, ketika pintu tertutup, sepasang Kucing Hitam sudah memilih tempat duduk.

Phoenix dengan sadar diri duduk di barisan yang sama dengan Tuannya, sementara Gadis Kecil yang memeluk ransel besar, dengan gugup menempatkan tas berat itu di samping Corin, lalu duduk di barisan yang sama dengan majikannya. Keduanya terhalang oleh sebuah tas penuh dengan isi, tetapi jarak yang diambil memang cukup dekat. Corin tidak keberatan sama sekali, tetapi tindakan berhati-hati itu membuat remaja berkuncir satu merasa dicubit rasa bersalah.

"Kereta ini ... ," Corin menelan liur gugup. Suaranya sukses memecahkan keheningan di dalam ruangan yang mulai terasa sempit. "Kereta ini berjalan? Bahkan tanpa kuda?"

Bila bukan merasakan kereta ini mulai berjalan, Corin tidak mungkin berani untuk buka mulut dan memecahkan keheningan di dalam ruangan sempit ini. Meski gadis berkuncir satu ini berada tepat di samping jendela, tetapi sepasang iris jelas tidak berani mengintip ke arah hutan gelap yang suram.

"Ini adalah kereta sihir," Joshua dengan baik hati menjawab. Nadanya sangat ramah, tidak ada ejekan sama sekali. "Jadi, meski tanpa kuda atau hewan lainnya yang mendorong, kereta tetap akan berjalan, sayangnya, kereta hanya akan menjadi kereta biasa ketika matahari terbit."

"Kenapa?" Corin tidak bisa menahan mulutnya untuk bertanya.

"Ini adalah kereta sihir, jadi tentu saja digerakkan oleh sihir," Joshua terkekeh, seolah pertanyaan Corin cukup lucu. "Jadi, tentu saja tidak akan bisa bergerak ketika matahari muncul. Yah ... tentu saja tetap akan bisa bergerak bila yang menggerakkannya adalah Penyihir Absolut."

"Penyihir Absolut?"

"Ya," pemuda brunette itu mengangguk. Namun beberapa detik kemudian, ia seolah menyadari sesuatu. "Ah ... apakah belum tahu soal Penyihir? Tipe kekuatan dan jenisnya?"

Bingung, Corin menggelengkan kepala dengan jujur.

Joshua terlihat canggung begitu mendengarnya. Sepasang iris birunya menatap ke arah Phoenix, lalu melirik ke arah Partnernya yang telah tertidur lelap.

"Biar saya yang menjelaskannya," Phoenix tanpa ragu mengambil alih. Senyuman pria itu mengembang dengan lembut. "Tuan Joshua silahkan beristirahat dan berkonsentrasi mengemudi" ujarnya lembut.

Pemuda brunette itu menghela napas lega mendengarnya. Sepasang iris biru kembali menatap Corin, terlihat bersalah dan canggung. "Maaf, aku harus menggerakkan kereta jadi ... aku tidak bisa menjelaskannya, biarkan Phoenix yang menjelaskan, tidak apa-apa?"

Corin tidak keberatan sama sekali, sebaliknya, ia merasa bersalah saat tahu pertanyaan bodohnya justru akan mengganggu perjalanan mereka. Ia dengan panik menggelengkan kepala.

"Tidak apa-apa," ujarnya cepat. "Biarkan Phoenix yang akan menjelaskan semuanya, kamu ... silahkan beristirahat."

Joshua tersenyum canggung dan tidak mengatakan apa pun kembali. Pemuda itu dengan lembut mengubah posisi partnernya agar lebih nyaman bersandar, lalu dengan hati-hati memiringkan kepala hingga pipi pemuda itu menyentuh ubun-ubun remaja di sebelahnya.

Dalam seketika, sepasang partner saling besandar dan tertidur bersama.

Corin menatap mereka selama beberapa detik, lalu mengalihkan pandangan ke arah Phoenix. Pria tampan bermata biru menatapnya, terlihat sangat sabar dan tetap mempertahankan senyuman yang sama.

"Baiklah, saya akan menjelaskannya dari awal," melihat Corin siap mendengarnya, Phoenix tanpa ragu buka suara. "Pertama, Penyihir terdiri dari dua jenis, yaitu tipe Absolut dan tipe biasa. Hal ini dilihat dari kapan para Penyihir bisa mengeluarkan sihir mereka. Umumnya, Penyihir hanya bisa melakukan sihir saat matahari tenggelam, dengan kata lain saat di malam hari."

"Namun, untuk Penyihir Absolut, ini adalah hal yang berbeda. Penyihir Absolut adalah mereka yang bisa melakukan sihir baik di malam hari, atau bahkan ketika matahari telah muncul, tetapi Penyihir ini sangat jarang. Biasanya, bila bukan karena garis keturunan mereka yang kuat, tipe Penyihir Absolut adalah mereka yang memiliki Kucing Hitam."

Corin membeku, refleks ia melirik Lin. "Jadi ... Lin adalah Penyihir Absolut?"

"Ya," Phoenix tanpa ragu membenarkan. "Begitu juga dengan Nona Corin, Nona Corin akan menjadi Penyihir Absolut bila Nona sudah membuat Kontrak."

Jeda beberapa detik, pria lembut itu menatap pendengarnya dan membiarkan sepasang Majikan dan Kucing Hitam mencerna apa yang ia jelaskan. Bagaimanapun, ia sangat sabar. Tidak akan terburu-buru untuk menjelaskan beberapa hal. Malam masih panjang, biarkan mereka menghabiskannya dengan beberapa pengetahuan dasar yang penting untuk diri mereka sendiri.