webnovel

Kotak Hitam

Kehancuran membuatnya terpaksa keluar, menghirup udara segar, dan memenuhi takdirnya. Membantu orang yang patah arang, mengisi ambisi yang kehilangan, memenuhi hasrat para bedebah, dan mewujudkan mimpi bagi yang terlelap. Bagi yang beruntung, dia akan datang menghampiri, membantumu berdiri, dan memberi koleksi yang tak ternilai. Hanya istimewa yang terlihat, hanya letupan ambisi dan gemuruh amarah yang terdengar, dan hanya dengki yang lalu-lalang dalam penciuman. Tunggu dia, di lorong-lorong panjang, di bayang-bayang malam, bahkan di cermin-cermin tak bersisa.

Sejuan_Lee · Fantasy
Not enough ratings
156 Chs

Reka [Curang]

Di dalam Sekolah Menengah Kosong, terdapat tiga buah arena. Arena merah, arena kuning, dan arena putih. Hari ini Asak berada di arena kuning, sudah beberapa kali dia kesana. Saat ujian masuk, pelajaran kosong, dan tentu saja saat arena itu disulap menjadi konser megah. Namun kali ini, dia berada di arena kuning untuk ujian semester satu pelajaran kosong.

Ujian semester satu dimulai dari pelajaran kosong, pelajaran minat akan diadakan setelahnya. Sebenarnya mau pelajaran mana yang lebih dahulu Asak tidak terlalu mengurus, dia hanya belum siap dengan teknik membaca mata.

Sudah enam bulan mereka mempelajari teknik membaca mata, dan tidak ada satupun murid yang bisa melakukan teknik itu saat sedang bertarung. Kalau membaca mata saat sedang duduk-duduk ringan di gedung konsumsi, mungkin bisa saja.

Asak juga sudah menguasai teknik itu, dia bisa melihat siapa yang berbohong. Tetapi jika harus mengaplikasikan saat bersama lawan, Asak akan mengibarkan bendera putih. Itu sungguh sulit, kawan. Lawanmu bergerak sangat cepat, merengsek maju, bergerak ke kanan dan ke kiri. Siapa peduli dengan mata, lebih baik menghidar dari pukulan kosong.

"Satu lawan satu atau dua lawan dua?" tanya Pembimbing sembari mengotak-atik hologram di depannya. Hologram itu berisi nama-nama murid, tersambung dengan layar hologram yang besarnya tujuh puluh kali lipat di depan sana. Pembimbing menatap murid-muridnya dari atas pilar, murid-muridnya seperti kumpukaln domba karena pilar tempat dia berdiri cukup tinggi.

"Jika tidak ada yang menjawab, saya yang akan pilihkan. Dua lawan dua, " ucap pembimbing tegas, suara yang dihasilkan mic kecil di sudut bibirnya membuat Asak menutup telinga. "Asak dengan Thom, melawan Jejap dan Reka."

Nama mereka berempat tertulis besar di layar hologram, Asak mengernyit bingung saat membaca nama lawannya. Bukan Jejap, kalau pemuda dengan senyuman menjengkellkan itu Asak kenal betul. Namun Reka, dia tidak pernah mendengar nama itu dimana pun.

Di kelas, seperti tidak, tak pernah ada nama Reka di layar absen. Atau mungkin Asak pernah mendengar murid-murid perempuan yang berbisik gossip tentang nama itu, sepertinya juga tidak. Asak menoleh ke arah Thom yang berjalan santai di sampingnya, mereka menuju tengah arena kuning. Murid-murdi lain menyingkir dan mengelilingi arena.

"Kau tau siapa Reka, Thom?" tanya Asak sembari merenggangkan tubuhnya. Thom menoleh, matanya membulat dan wajahnya mengerut. Asak yang paham dengan reaksi Thom lantas menggaruk tengkuknya. "Yang seperti kau tau, aku tidak update, Thom."

Thom berdecak, dia bukan kesal dengan ketidak update-an Asak, dia kesal kerena satu lawannya tak kunjung datang. Jangan tanyakan Jejap, dia paling semangat jika perihal bertarung, tetapi dimana pasangannya. Batang hidung Reka tidak kunjung terlihat.

"Reka adalah anak dari salah satu tokoh pemerintah, dia jarang masuk sekolah dan tinggal di rumahnya bukan di asrama Sekolah Menengah Kosong. Jelas saja kau tidak pernah bertemu dengannya, Asak, " ucap Thom dengan nada geram. "Kemana pasanganmu, Jejap! Apa aku harus menarik tabung dengan tutup untuk menunggunya?"

Jejap berdecih, mendelik ke arah Thom dan Asak. "Mana aku tau, Thom!" Jejap hampir saja memberi pukulan kosong, dia berniat memulai pertarungan tanpa Reka. Namun kedatangan pemuda berjubah perak mengkilap membuat Jejap menarik kembali tangannya.

"Maaf terlambat, Thom. Kenapa kamu sangat semangat hari ini? Ini bukan acara menari dan bernyanyi kamu tau? Ini pertarungan, " ledek Reka, pemuda itu menyisir rambut tebalnya ke belakang. Semua murid menyambut ucapan Reka dengan tawa meledak, Pembingbing langsung angkat suara untuk memberhentikan kerusuhan.

Asak pernah bertemu Reka, jika tidak salah pemuda itu adalah murid yang telat dan seharusnya tidak bisa melewati robot gerbang. Namun karena kasta Reka sangat tinggi, dia bisa melewati gerbang. Kepala Asak menggeleng pelan, "Kasta tertinggi memang berbeda, terlambat saja tidak masalah."

Thom menggeram kesal, perkataan Reka membangkitkan amarahnya. Dia langsung dalam posisi kuda-kuda, tanganya mengepal kuat. "Ingat, Thom. Dalam pertarungan ini kita harus tenang, menggunakan teknik membaca mata akan membuat nilai kita tinggi walau kalah, " ingat Asak kepada Thom.

Teknik membaca mata hanya bisa aktif saat dirimu tenang, hatimu tanpa dendam. Itu yang selalu menjadi masalah, tidak ada manusia yang tak mempunyai dendam, atau setidaknya iri hati. Amarah akan melumpuhkan teknik membaca mata, membuat dirimu buta dan akhirnya mengalami kekalahan.

Asak memasang kuda-kuda, menarik napas panjang dan memejamkan mata. "Kamu bisa, Asak. Kosongkan pikiran dan sunyikan hati." Asak membuka matanya, kilatan kuning hasil dari matanya terlihat menawan bukan main.

Bum, Jejap mengirim pukulan kosong. Keras sekali, tetapi tidak tepat sasaran. Pukulan kosongnya hanya mengenai angina kosong. Asak merengsek maju, menghampiri Jejap yang sudah siap dengan pukulan kosong selanjutnya.

Bum, pukulan itu hampir mengenai wajah Asak. Asak kembali merengsek maju, dia berusaha mendekati Jejap yang terus saja menghindar dan mengirim pukulan kosong. Asak harus dekat dengan Jejap, dia harus melihat mata Jejap dengan jelas agar bisa menggunakan teknik membaca mata.

Bum, entah pukulan kosong Jejap yang keberapa, dia berusaha memukul mundur Asak dan kali ini berhasil. Pemuda berambut pirang itu terpelanting dua meter, kepalanya terbentur lantai arena kuning keras, mengeluarkan sedikit darah dan membuat Asak pening.

Jejap menyeringai puas, dia merengsek maju, berniat menghabisi Asak yang belum siap dengan kuda-kudanya. BUM! Asak memejamkan mata, namun saat dia membuka mata. Thom berada di sampingnya, dia tidak tekena pukulan mematikan milik Jejap.

Pukulan keras itu mengenai lantai arena kuning, membuat lubang cukup besar. Jejap menggeram marah, giginya beregemelutuk keras. Thom menyelamatkan Asak, dia bergerak sangat cepat dan menarik pemuda itu.

Reka sudah beberapa kali kena pukulan Thom, kuda-kudanya tak lagi kokoh. Tubuh Thom yang kecil, membuat lagkahnya ringan dan muda berpindah. Bahkan dia seperti bisa berteleportasi, walau sesungguhnya dia tetap menggunakan kedua kakinya.

"Baca mata mereka, Asak!" teriak Thom sembari membenarkan kuda-kudanya. Tidak perlu disuruh, Asak sudah memejamkan mata, mencoba mengosongkan pikiran dan mengsunyikan hati. "Cepat Asak!" desak Thom sembari melontarkan pukulan kosong keras, Jejap dan Reka tidak terpelanting, namun tubuh mereka jatuh di tempat.

Asak membuka matanya, dia menatap mata Jejap lebih dulu. Jejap seketika terdiam, terhipnotis dengan netra kuning milik lawannya. Saat Asak melakukan teknik itu, jiwanya seperti dihisap dan saat dia kembali sadar dia sudah berada di ruangan gelap.

Ruangan itu sangat gelap, Asak duduk sendirian disana. "Aku dimana?" Kepala Asak terus menoleh ke segala arah, matanya tak berhenti berkeliaran. Tik, suara itu membuat tubuh Asak tersentak. Sebuah video terputar, layar yang mengelilingi Asak menampilkan video dam tulisan.

Ada Jejap disana, pemuda itu sedang berbicara dengan Reka. "Aku tau kau tidak pandai dalam hal ini, Reka. Tapi tak apa, aku akan melindungimu. Kau harus mengincar Thom, pukul bagian telinga dan alat vital lainnya."

Reka mengangguk setuju, menyisir rambutnya ke belakang. "Aku tau, aku tau. Walau nanti kita melanggar peraturan, kita tidak akan dihukum, " ucap Reka sembari tertawa kecil. "Aku sudah memilihmu, Jejap. Aku yang membujuk Pembimbing untuk menjadikan kita rekan satu tim, jadi aku tidak akan membuatmu merugi."

Asak mengernyitkan dahi, ternyata itu rencana mereka. Mereka curang, memanfaatkan kasta untuk menjadi rekan satu tim. Mereka berdua juga berniat melanggar peraturan arena kuning, yaitu memukul alat vital lawan.

"Asak!" Teriakan Thom menyadarkan Asak, jiwanya telah kembali sepenuhnya. Asak lantas memasang kuda-kudanya.

"Thom, jangan mendekati Reka. Terus menghindar, dia berniat memukul telinga dan organ vitalmu, " bisik Asak. Dia merengsek maju lebih dulu, mendekati Jejap yang masih terduduk. BUM! Pukulan yang amat keras mengenai perut Jejap, dia terpelanting lima meter dan jatuh pingsan.

Asak menoleh ke arah Thom, pemuda itu kewalahan karena Reka terus mengarahkan pukulan kosong kepadanya. BUM! Pukulan kosong Thom membuat Reka terpelanting jauh, Asak menutup mulutnya dengan telapak tangan dan berseru keras. Thom menutup pertarungan mereka dengan sangat apik.

Klok, tali penunjuk mengirim hasil ujian pelajaran kosong. Asak mendapat nilai sembilan, sedangkan Thom delapan karena dia tidak menggunakan teknik membaca mata. "Kenapa kau tidak menggunakan teknik membaca mata, Thom?" tanya Asak sembari menepuk-nepuk jubahnya, mereka berdua berjalan kembali ke tepi arena untuk menonon pertarungan murid yang lain.

"Kau akan tau nanti, Asak."