webnovel

Kotak Hitam

Kehancuran membuatnya terpaksa keluar, menghirup udara segar, dan memenuhi takdirnya. Membantu orang yang patah arang, mengisi ambisi yang kehilangan, memenuhi hasrat para bedebah, dan mewujudkan mimpi bagi yang terlelap. Bagi yang beruntung, dia akan datang menghampiri, membantumu berdiri, dan memberi koleksi yang tak ternilai. Hanya istimewa yang terlihat, hanya letupan ambisi dan gemuruh amarah yang terdengar, dan hanya dengki yang lalu-lalang dalam penciuman. Tunggu dia, di lorong-lorong panjang, di bayang-bayang malam, bahkan di cermin-cermin tak bersisa.

Sejuan_Lee · Fantasy
Not enough ratings
156 Chs

Perpustakaan Bergerak [Kanvas]

Asak baru saja keluar dari kelas rancang robot, hari ini cukup berat karena robot yang baru saja Asak buat mengalami kegagalan saat di uji oleh Pembimbing. Dia menghela napas berkali-kali, satu minggu kurang tidur hanya untuk membuat robot kecil penjahit ternyata tidak menimbulkan keberhasilan. Nilai praktek Asak hanya mencapai angka enam, Pembimbing memberi nilai lebih karena robot itu berhasil menambal lubang kecil sebelum meledak.

"Tidak apa, Asak. Aku mendapat nilai empat, nilai enam milikmu lebih baik bukan?" Thom merangkul bahu Asak, membuat pemuda dengan muka masam itu mendengkus dan menepis lengan Thom. Thom hanya menaikkan bahunya acuh saat Asak berjalan mendahuluinya. "Dasar ambisius."

Kelas rancang robot termasuk kelas sepi peminat, pelajaran yang rumit dan membuat otak memanas itu mampu menakut-nakuti para murid untuk tidak mengambil pelajaran minat yang satu ini. Jika dibandingkan dengan matematika dan fisika, murid di kedua kelas itu lebih banyak, mungkin tiga kali lipat dari kelas rancang robot.

Gedung kelas berada di sebelah timur Sekolah Menengah Kosong, terdiri dari delapan kelas dan masing-masing kelas dapat menampung lebih dari dua ribu orang. Gedung kelas berbentuk spiral dengan tinggi hampir dua ratus meter. Di setiap dinding gedung terdapat rel untuk cangkir, itu memudahkan untuk para murid berpindah kelas.

Thom menyipitkan mata saat melihat kelas ilmu alam ramai, layaknya semut yang mengerubuni gula. "Asak! Lihat kelas ilmu alam, " pekiknya sembari menunjuk kerumunan orang yang membludak hingga beberapa murid hanya bisa berada di depan pintu. Asak tidak menoleh, dia sibuk dengan tali penunjuk, dia harus meminjam peralatan di gudang untuk memperbaiki robot kecilnya.

"Asak!" Thom memukul bahu orang yang duduk di tabung dengan tutup di sebelahnya. "Lihat!" Dengan terpaksa Asak mengangkat kepalanya, menoleh ke arah kelas yang mulai hilang dari pandang karena kecepatan cangkir.

"Tekan tombol di pinggir cangkit itu, Thom! Kita ke harus ke kelas ilmu alam!" panik Asak sembari kembali menekan-nekan hologram yang muncul dari benda sebesar koin, dia mencoba meretas kamera pengawas di kelas illmu alam. Thom yang tidak tau apa-apa langsung menekan tombol agar cangkir kembali bergerak ke atas. "Sialan!" pekiknya saat melihat Laten menjadi samsak yang di ikat di pilar ujung kelas.

"Bagaimana bisa?" tanya Thom saat melihat hologram milik Asak menampilkan video Laten. "Kamu meretasnya? Kamu bisa kena masalah, Asak." Thom melompat dari cangkir, menyusul Asak yang sudah lebih dulu turun dan berlari memasuki kerumunan. "Minggir!" teriaknya karena kesal dengan murid-murid yang menghalangi jalannya.

Bum, Asak mengeluarkan pukulan kosong keras. Walau tidak sekeras milik Jejap waktu itu tapi pukulan kosong Asak mampu membubarkan kerumunan, satu-dua siswa terpelanting dan membuat sebuah jalan. "Jejap!" teriak Asak marah, kesabaran dan rasa tidak peduli yang dia lakukan selama ini sudah selesai, amarah menguasainya.

Jejap menolehkan kepalanya, dia duduk di atas tabung dengan tutup sembari menaikkan satu kakinya. "Azmata? Ada apa memanggilku, ingin makan siang bersama?" tanya Jejap sembari terkekeh riang, dia tau bahwa Asak memiliki kasta lebih tinggi darinya, dia harus berhati-hati karena jika tidak Jejap bisa terkena masalah.

Wajah Asak semakin datar saja, Thom yang berada di sampingnya sudah menggaruk telinga karena aura panas Asak membuat suhu di sekitar tinggi. "Aku tidak ingin main-main, Jejap. Lepaskan Laten sekarang, " ucap Asrak sembari mengontrol emosi, dia berbicara lembut walau wajahnya merah padam.

Kedua alis Jejap tertarik ke atas, matanya sedikit membola. "Melepaskan makhluk rendahan ini?" Dia menunjuk Laten dengan jari telunjuk, lantas tersenyum lebar sebelum tertawa lepas. Asak menggeram, dia hendak mengirim pukulan kosong namun ditahan oleh Thom. "Untuk apa aku melepaskannya? Lagipula kamu tidak iba dengan para murid yang sudah datang untuk memenangkan sayembara."

Asak menghembuskan napasnya kasar, di berjalan ke arah Laten yang sudah babak belur. Wajah pemuda dengan hidung bangir itu sudah tidak lagi berbentuk, kaca mata hancur, darah mengalir dari mulut dan hidungnya. "Maaf terlambat, Laten, " bisik Asak sebelum melepaskan ikatan dan membawa tubuh Laten di salah satu pundaknya. "Jangan pernah kau sentuh Laten, Jejap. Atau kau akan benar-benar habis."

"Minggir!" teriak Asak kepada murid-murid yang menghalangi jalannya. Dia melompat ke cangkir, disusul Thom yang masih saja memasang wajah bodoh karena tidak tau situasi apa yang tadi dia hadapi. "Tekan tombol ke lantai paling bawah, Thom." Asak menaruh Laten di tabung dengan tutup, sedangkan dia tetap berdiri sembari menahan tubuh Laten yang menyandah di perutnya.

Gedung kelas bersebelahan dengan bermacam-macam arena, sedangkan ruang medis yang ingin Asak datangi berada di dekat gedung asrama mereka. Berarti Asak harus turun di lantai dasar gedung kelas, kemudia menaiki cangkir berwarna biru untuk menuju ruang medis.

Tidak butuh waktu lama, sepuluh menit di dalam cangkit dan sekarang mereka sudah berada di ruang medis. "Dimana dokternya?" tanya Asak sembari membaringkan Laten di ranjang setinggi satu setengah meter, dia menoleh ke arah Thom yang menggeleng tak tau.

"Bagaimana cara turunnya!" Suara pekikan perempuan terdengar, Asak dan Thom menoleh ke segala arah untuk mencari sumber suara itu. "Aku di atas bodoh!" teriak perempuan berambut ikal dari atas balok penyimpanan alat yang tinggi empat meter, bagaimana bisa perempuan itu berada disana.

"Mey?" Asak mengernyitkan dahi saat melihat gadis yang dia kenal baik, dia berjalan mendekati balok penyimpanan. "Apa yang kau lakukan disitu, Mey. Ayo turun, " ucapnya sembari merentangkan tangan. "Kau lompat saja, aku akan menangkapmu."

Mey mengigit bibirnya, dia sebenarnya kaget dengan kehadiran sahabat karibnya yang tiba-tiba muncul, tapi rasa takut akan ketinggian miliknya membuat dirinya lupa jika pemuda dibawah sana adalah Asak. "Aku, aku tidak bisa, " lirih Mey.

"Percayalah, Mey. Aku akan menangkapmu, jika aku berbohong kau bisa mendapatkan kue lemon satu loyang." Mendengar kata kue lemon, Mey langsung melompat. Asak menangkap tubuh kecil Mey, memeluknya erat sebelum melepaskannya. "Kau makin berat, Mey."

Wajah perempuan itu tampak kaget, akhirnya dia sadar jika pemuda yang menolongnya adalah sahabat karibnya. "Loh! Asak! Apa yang kau lakukan disini? Bagaimana bisa kau lulus ujian masuk Sekolah Menengah Kosong? Apa kau terluka? Mari aku obati, " ucap Mey cepat sembari menarik lengan Asak ke arah ranjang, betapa kaget Mey karena sudah ada Laten yang terbaring disana.

"Bisa kau obati temanku, Mey. Aku baik-baik saja."

Mey adalah orang yang paling mengenal Asak, dia sudah berteman dengan pemuda itu sekitar sembilan tahun. Ceritanya panjang, mungkin lain kali aku akan membahasnya. Sekarang, keadaan Laten lebih penting. Mey menjahit beberapa luka Laten, menyuntikan obat dan memperban luka-luka basah itu.

"Aku tidak tau apa yang terjadi dengan temanmu sampai keadaannya bisa separah ini, namun aku sudah menyuntikan obat yang membuat proses penyembuhan luka berjalan lima kali lebih cepat. Dia harus tinggal disini satu malam, akan ada aku yang menjaganya." Mey menaruh kembali alat-alatnya dan melepas sarung tangan karet.

"Kalau begitu aku pamit, Mey. Ada hal penting menunggu di perpustakaan bergerak." Thom menoleh ke kanan, menatap Asak bingung. "Benar bukan, Thom? Kita ada urusan di perpustakaan bergerak. Sampai jumpa, Mey." Asak menarik lengan Thom hingga pemuda itu terseok-seok.

"Kapan aku bilang kita akan ke perpustakaan bergerak, aku tidak menyukai tempat yang selalu berputar itu. Kepalaku akan terkena vertigo jika membaca kertas-kertas lama disana, Asak, " protes Thom dengan penuh drmatis.

Asak mendelik kesal. "Itu hanya alasan, Thom. Dan aku pun juga tidak akan mengajakmu ke perpustakaan bergerak. Aku duluan." Asak menepuk bahu Thom sebelum menaiki cangkir berwarna hijau jurusan daerah barat Sekolah Menengah Kosong, perpustakaan bergerak berada di sebelah gedung konsumsi.

Perpustakaan adalah tempat yang paling Asak sukai dari semua tempat di Sekolah Menengah Kosong, suasana senyap dan sepi membuat dirinya bisa fokus mencari kesalahan dari robot kecilnya. Dinamakan perpustakaan bergerak karena gedung berbentuk bola itu selalu berputar, bukan gedungnya tapi rak buku yang ada disana. Memang sedikit sulit mencari buku karena rak akan terus bergerak dan berpindah, tapi itu ada latihan meningkatkan daya ingat untuk Asak. Dia biasanya akan menghapal pergerakan rak dan rute perjalanan rak itu tiap waktu ke waktu.

"Seharusnya saat ini rak buku rancang robot berada di dekat sini, " ucap Asak sembari memperhatikan sekitar, rak akan berputar setiap satu jam dan Asak tidak mau hal itu terjadi sebelum dia mendapat buku yang dia inginkan. "Harusnya disini, " gumam Asak.

Asak kembali menyusuri lorong, hingga dia menemukan kanvas setinggi dirinya di ujung lorong. "Sejak kapan cermin ini berada disini?" Tangan Asak mencoba menyentuh kanvas itu, dingin merambat, suhu terlalu tinggi menyakiti kulit jemari Asak. Dia mengaduh dan meniup jemarinya. "Kanvas apa ini?"

"Selamat siang, Asak."