webnovel

Kotak Hitam

Kehancuran membuatnya terpaksa keluar, menghirup udara segar, dan memenuhi takdirnya. Membantu orang yang patah arang, mengisi ambisi yang kehilangan, memenuhi hasrat para bedebah, dan mewujudkan mimpi bagi yang terlelap. Bagi yang beruntung, dia akan datang menghampiri, membantumu berdiri, dan memberi koleksi yang tak ternilai. Hanya istimewa yang terlihat, hanya letupan ambisi dan gemuruh amarah yang terdengar, dan hanya dengki yang lalu-lalang dalam penciuman. Tunggu dia, di lorong-lorong panjang, di bayang-bayang malam, bahkan di cermin-cermin tak bersisa.

Sejuan_Lee · Fantasy
Not enough ratings
156 Chs

Mata [Jendela Kata]

Lapisan kubah yang tebalnya tak terhitung itu kini memperlihatkan awan gelap diluar lapisan, pemilik sepasang mata biru kelam tak segan-segan mendongakan kepala hanya untuk menatap hujan yang turun namun tidak membasahi dirinya. Asak merindukan rintik membasahi wajahnya, dia ingin kembali ke Daerah Perisai hanya untuk mandi hujan.

"Melihat hujan, hah?"

Asak berdiri, tubuhnya tersentak sampai-sampai ingin mengeluarkan pukulan kosong. Pemuda di sampingnya tertawa keras, Asak dengan posisi kuda-kuda cukup lawak untuk pemuda berjubah coklat. Itu pemuda yang sama di hari pertama ujian, dia yang membantu Asak menemukan tombol tali di pergelangan tangan.

"Perkenalkan, Thom. " Pemuda dengan rambut hitam pekat itu mengulurkan tangan, mata minimalis miliknya semakin menyipit lantaran tersenyum. Perawakan pemuda itu jelas lebih kecil dari Asak, tinggi mereka tidak terlalu berbeda, mungkin Thom hanya tertinggal sepuluh centi namun bahu Thom sempit dan membuat dirinya terlihat mungil.

"Asak, " ucapnya pelan sembari menjawat jemari yang lebih pendek darinya, dia pikir kemarin Thom adalah anak Sekolah Menengah Perdana yang tersasar tapi tidak mungkin karena Sekolah Menengah Perdana berada jauh dari kawasan Hutan Kematian.

Hutan Kematian berada di ujung utara Kota Jerahak, pinggiran hutan dipagar dengan dinding batu setebal lebih dari sepuluh meter, ditambah lapisan bening yang menutupi seluruh hutan berbentuk kubah. Jalan masuk ada empat, gerbang barat, gerbang timur, gerbang selatan, dan gerbang utara. Gerbang-gerbang tersebut mengelilingi Sekolah Menengah Kosong, sekolah berada di tengah Hutan Kematian.

"Untuk apa menatap hujan, kelas akan segera dimulai, " ucap Thom sembari membenahi jubah coklatnya, menarik tudung hingga menutupi sebagian wajahnya. Jubah yang dipakai Thom memiliki arti pesohor, kasta di tingkat ke empat.

Asak menolehkan kepalanya, menaikan bahu lebarnya sekali. "Aku tidak tau kenapa aku suka hujan, dan mari ke kelas." Dia berjalan mendekati cangkir dan melompat masuk, Thom menyusul. Mereka berada di depan asrama, berarti di area timur sekolah. Sedangkan kelas berada di area selatan, mereka harus menggunakan cangkir agar tidak lelah berjalan lebih dari lima kilometer.

Cangkir memiliki kecepatan yang sama dengan kereta cepat, walau tidak secepat mangkuk terbang tapi ini sudah cukup untuk menghemat waktu dan tenaga jika ingin pergi mengelilingi Sekolah Menengah Kosong.

Mereka berdua melompat turun, berjalan cepat melewati pintu yang lapisannya telah dibuka karena untung saja mereka tidak terlambat. Mata Asak mengedar, kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri untuk menemukan tabung dengan tutup. Dia menemukan tabung dengan tutup yang kosong di dekat dinding transparan, lantas mengambil langkah cepat untuk duduk. Tanpa Asak sadari, Thom membuntutinya hingga duduk di tabung dengan tutup yang berada di sampingnya.

Pembimbing menekan-nekan tombol di samping pintu, lapisan kembali timbul. Tepukan tangan dua kali juga menyadarkan Asak yang tadi sempat termenung menatap luar gedung dari dinding transparan di sebelahnya. Layar hologram besar muncul, menampilkan tulisan dan gambar-gambar yang tak asing bagi Asak.

"Teknik kosong terbagi menjadi empat level. Membaca mata, pukulan kosong, tendangan kosong, dan menggunakan senjata kosong. Ujian masuk kemarin semua peserta melakukan pukulan kosong, dan yang terbaik adalah kalian yang kini duduk di atas tabung dengan tutup di hadapan saya."

Tangan pembimbing mengudara, bergerak ke kiri seakan mengusap angin untuk menggeser layar hologram. "Membaca mata memang di level pertama, dianggap remeh oleh orang macam kalian yang sudah berhasil melakukan pukulan kosong. Tapi siapa sangka ada murid yang tidak naik kelas karena tidak bisa menggunakan teknik ini."

"Membaca mata adalah teknik dimana kalian hanya perlu melihat mata lawan untuk tau isi pikiran dan hati mereka, seperti peramal memang tapi teknik ini mampu membuat kalian membaca gerakan lawan. Strategi lawan akan bocor, mereka akan kelimpungan karena gerakan mereka sudah diketahui oleh kalian. Pertama-tama, mari lihat layar di hadapan kalian."

Tangan kanan Asak terjulur ke depan, mengusap angin kosong. Layar hologram berukuran 50x30 centimeter muncul seketika, Asak membaca materi yang berada disana. "Aku seperti pernah melakukan ini, " gumamnya sembari menekan-nekan layar hologram.

Thom menepuk bahu Asak, menarik perhatian pemuda itu untuk menoleh dan menatapnya. "Warna kesukaanku?" tanya Thom tiba-tiba, pemuda di hadapannya mengernyitkan dahi sebentar sebelum akhirnya tenggelam mencari jawaban lewat sepasang mata berwarna hitam pekat itu.

Ada percikan disana, seperti kembang api namun menyemburkan cahaya putih. Percikan itu semakin menyala, membuat silau. Asak memejamkan mata, percikan itu menyakit matanya. "Aku tidak bisa melakukannya." Asak memutuskan pandangan, menoleh ke depan dan kembali melihat Pembimbing

Teknik membaca mata berbeda dengan pukulan kosong atau pun tendangan kosong, semua orang bisa belajar pukulan kosong dan tendangan kosong walau level kekuatannya tidak akan bisa melampaui para Suri. Namun teknik membaca mata harus dipelajari dari ahlinya, tidak bisa hanya dengan membaca buku hologram.

Mata adalah jendela hati, mereka selalu berucap itu seakan-akan kita mampu membaca pandang. Padahal teknik ini lebih rumit, tidak menggunakan kekuatan, tidak perlu kekerasan. Melainkan teknik ini butuh hati dan pikiran tenang, itu yang sulit. Bagaimana bisa tenang saat kamu ditodong pukulan dan tendangan? Tidak ada waktu untuk menarik napas dan melihat mata lawan karena pergerakan yang sangat cepat, kalian bisa terpelanting lebih dulu sebelum bisa melakukan teknik ini.

"Saya tidak akan memberi tahu bagaimana cara melakukan teknik membaca mata." Pembimbing menatap murid-murid bergantian. "Materi yang muncul tadi akan saya kirim ke tali penunjuk, ada beberapa data baru yang akan saya kirim juga. Baca, teliti, maknai, dan saya yakin lusa kalian bisa melihat mata seakan buku harian."

Cangkir berkapasitas empat orang nampak penuh, ada lima pemuda disana, empat duduk di atas tabung dengan tutup dan sisanya berdiri bersandar di dinding pinggir cangkir. Asak menekan-nekan hologram yang dihasilkan oleh tali penunjuk, dia membaca data-data baru.

"Untuk apa membaca tulisan membosankan itu? Sia-sia, " celetuk Thom yang duduk di samping Asak. Pemuda berjubah merah itu melirik Thom sedikit, mengangkat salah satu sudut bibirnya hingga membuat seringai.

"Ini kuncinya, Thom."

Asak bukanlah seorang Azmata yang beruntung, tidak seperti adik kecil yang mampu melakukan apapun hanya dengan mempelajari dalam waktu semalam. Dia harus mengeluarkan tenaga lebih hanya untuk mendapat hal kecil, berusaha berlari cepat walau terkadang dia hanya berjalan di tempat dan tertinggal.

Beban memang, hidup dengan gelar yang tidak mencerminkan diri. Mengenakan jubah merah tetapi memiliki rambut pirang dan bermata kuning, sungguh bukan gaya Azmata. Asak tidak menyalahkan sang ibu karena menurukan semua hal itu kepadanya, namun sayang saja karena tidak ada keberuntungan di dalam dirinya.

Dia selalu gagal, pukulan kosong miliknya saja tidak bisa meruntuhkan dinding. Entahlah kenapa saat ujian kemarin dia bisa mendapat nilai sembilan, sepertinya Asak sudah menggunakan keberuntungan satu-satunya.