1 Ia Yang Dihormati dan Ditertawakan

Ukiran-ukiran kuno dapat terlihat di sepanjang tembok lorong yang dilalui oleh orang-orang. Sepanjang jalan, terdapat tikar merah untuk mereka injak.

Di antara banyak orang itu, ada dua gadis yang berjalan beriringan, saling bertukar cenda dan cerita selama melalui lorong itu.

"Ray, salam sejahtera~"

Ketika menyadari seseorang yang dikenal akan berpapasan dengan mereka, salah satu dari mereka pun berbicara sementara yang lain cuma memberi senyum dan menundukkan tubuh pada pria yang ada di hadapan mereka.

"Salam sejahtera."

Mendapati senyum dari kedua gadis itu, pria tersebut mengembalikan senyum serupa dan kembali berjalan seperti mereka juga.

Pria itu memberi kesan tenang. Poni dari rambut platinum sendiri hampir menutup mata emasnya.

Pakaian yang dikenakan olehnya sama seperti orang-orang lain. Jas putih dengan garis emas di tepi-tepinya.

Namun, pakaian setiap orang memiliki suatu perbedaan. Itu adalah lencana yang mereka pakai.

Semakin rumit bentuk lencana yang mereka pakai, semakin tinggi pula pangkat mereka, serta semakin banyak apa yang dapat mereka akses di tempat bermodel seperti istana itu.

Pria yang dipanggil Ray tadi berhenti di depan suatu pintu. Letaknya, berada beberapa lantai lebih ke atas dari yang tadi. Ini adalah lantai kedua tertinggi di sini.

Tidak ada tulisan atau tanda apa pun yang dapat membuat orang tahu sedang berada di depan ruangan mana. Akan tetapi, karena sudah tahu dan terbiasa, pria berambut platinum itu tahu kalau ia sudah berada di tempat yang tepat.

Ia menghela nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya. Ketika tekad sudah terkumpul, Ray pun mengetuk pintu.

Suara dari seorang pria tua terdengar dari dalam. Sebuah isyarat yang menjadi bukti bahwa ia diperbolehkan untuk memasuki ruangan tersebut.

"Apa kamu ada keperluan denganku di hari yang menjadi hari liburmu ini, Kontraktor Roh Laki-laki Pertama Di Dunia, Ray Alfost?"

Sambil memegang beberapa lembar kertas di salah satu tangan, seorang pria berkumis tebal yang beruban serta kepala botak dan tubuh cukup berisi duduk di atas meja kerja saat bertanya.

"Tuan Arnold, tidak perlu menyebut namaku lengkap dengan julukannya atau mengingatkan kalau aku sedang diliburkan hari ini."

Pria paruh baya bernama lengkap Harvey Arnold—yang namanya bisa dilihat dari tanda nama di atas meja kerja—menyunggingkan senyum pada jawaban tidak senang Ray.

"… Saya ingin membahas sesuatu, mengenai suatu undangan yang saya dapatkan pada malam tadi."

"Undangan?"

Harvey mengangkat sebelah alis, nampak tertarik dengan apa yang dibahas oleh pria yang berada tepat di hadapannya.

"Kontraktor Roh Terkuat, meminta saya untuk datang ke tempat kerjanya, menjalani pekerjaan yang disebut sebagai pengajar di sana."

"Kontraktor Roh Terkuat …. Gadis itu, ya? Jadi maksudmu, ia memintamu untuk jadi pengajar di akademi?"

"Ya."

Ray memberi jawaban. Harvey menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi untuk beberapa saat.

"… Kalau berhubungan dengan gadis itu, kamu terima saja. Pasti ada suatu alasan hingga dia memintamu untuk datang ke sana. Ada masalah yang tidak sederhana, kurasa."

"Masalah? Saya pikir akan hidup bahagia karena seisi akademi itu adalah gadis-gadis muda. Ternyata tidak, ya …."

Mendengar gumaman pelan Ray, Harvey berdiri dari kursi dan meletakkan tangan di kedua bahu pria itu.

"Asal kau tahu, putriku belajar di sana. Sekali saja kau letakkan tanganmu padanya, jangan harap kaudapat berumur panjang."

"Saya cuma bercanda. Jangan dibawa ke dalam hati. Bagaimanapun, saya juga sudah menikah. Bahkan dua kali. Dan istri saya mendapat undangan serupa."

"Rasanya aku senang mendengar itu."

… Keadaan sedikit tenang. Harvey kembali ke kursinya dan mulai membicarakan beberapa hal dengan Ray sampai akhirnya—

"Nah, setelah semua, terimalah undangan gadis itu, dan berusahalah sebaiknya. Untuk misi, organisasi akan tetap memberi, tapi lebih jarang dari biasanya."

"Baiklah, terima kasih. Saya permisi."

◇ ◇ ◇

Sebuah ruangan dengan interior mewah terlihat di sekitarnya. Seorang gadis bertelinga lancip dan memakai topi baret hitam di atas rambut panjang hijau mudanya, menghadapkan punggung kepada dua orang berhalatkan meja kerja di belakangnya.

Pakaian yang ia kenakan adalah seragam pelaut berwarna dasar hitam dengan corak biru tua dibalik jubah yang biru tua pula.

"Akademi Roh Diamond. Salah satu dari empat akademi resmi dari organisasi yang mana melatih murid-muridnya agar di masa depan nanti kedua dunia tidak mengalami kerusakan lebih buruk di masa lalu."

Gadis berpenampilan sekitar 17 tahunan itu melangkah pelan, menyentuh kaca dan menatap sesuatu di depan sana. Sebuah taman dengan para siswi padanya, yang di ujung jalan terdapat pohon-pohon hijau sejauh mata memandang.

"Tempat yang dikelilingi hutan ini, sebelumnya menjadi tempat suci tanpa ada satu pun laki-laki di sini. Sampai …."

Rambut hijau muda gadis itu sedikit terangkat, terlempar di udara. Ia berbalik dan menatap lurus pria yang terhalat meja kerja dengan sepasang mata merah di balik kacamata bulatnya.

"…. Mereka berdua datang ke tempat ini. Tak lama kemudian, kamulah yang datang, Kontraktor Roh Laki-laki Pertama Di Dunia."

Meski julukannya dipanggil, Ray tidak menunjukkan reaksi berarti. Hanya tetep menyembunyikan tangan di balik punggung serta dan berdiri tegak.

Berbeda dengan sebelumnya, Ray kini memakai jubah berwarna hitam dengan garis biru tua di tepi-tepinya. Di baliknya, terdapat kemeja putih polos.

Tangan gadis tadi meraih sandaran kursi. Ia menarik itu dan menjatuhkan diri ke atas kursinya. Dan terakhir, mendekatkan diri dengan meja kerja lalu melipat tangan di depan dada.

"Kontraktor. Gadis yang telah melakukan kontrak dengan Roh; entitas yang tidak diketahui pasti apa sebenarnya mereka itu. Tidak ada laki-laki yang pernah melakukan kontrak dengan Roh sebelumnya, hingga … kamu melakukannya."

Setelah mengatakan itu, ia meletakkan kedua siku di atas meja, lalu merasukkan jari-jari dari masing-masing tangan sebelum melanjutkan ke topik yang berbeda :

"Sekitar dua minggu yang lalu, tiga orang guru dinyatakan telah gagal dalam misi dari organisasi dan berakhir meregang nyawa. Dan sebagai pengganti, kupanggil kalian ke sini."

Senyum disunggingkan olehnya. Menatap gadis berpenampilan 17 tahunan di samping Ray kemudian kembali kepada pria itu.

"Kusambut kedatangan kalian berdua di akademi ini. Ray Alfost, Lumina de Li– Ah, Lumina Alfost. Kalian berdua kuterima di akademi ini, untuk menjadi pembimbing jalan bagi mereka agar suatu saat nanti dapat berguna untuk organisasi dan tidak menggunakan kemampuan yang didapat dari Roh ke jalan yang salah."

"Sebagai perwakilan, saya akan menerima tugas yang Anda berikan ini. Organisasi ada untuk melindungi perdamaian dua dunia, dan kami bersumpah untuk menjadi senjata serta perisai yang melindungi dua dunia."

Menyentuh dada dengan telapak tangan yang tadinya berada di belakang, Ray menyatakan itu sambil menatap lurus ke arah gadis yang duduk di depan meja kerja dengan tanda nama bertulisan Monica.

Entah karena apa, gadis itu memalingkan wajah ke jendela. Jika ia tidak seperti itu, kedua orang yang berada di belakangnya akan tahu bahwa ia sedang menahan tawa.

"…. Ah~ Aku tidak tahan."

Setelah bersuara begitu, tawa dilepaskan oleh Monica. Disela-sela tawanya itu, ia mengatakan tentang alasan ia jadi seperti itu :

"…. Seperti orang yang pindah agama!"

Gadis lain yang berdiri di sebelah Ray memalingkan wajah ke samping. Ikut tertawa dengan suara yang lebih kecil.

Di sisi lain, pria yang ditertawakan kedua gadis pada ruangan itu mengerutkan keningnya. Ray kesal karena pengakuan yang ia beri malah ditertawakan mereka.

"Padahal itu 'kan bentuk sumpah kuno di organisasi …."

[Bersambung ….]

avataravatar
Next chapter