webnovel

Kompilasi {Empat Novel BL althafjr}

Random, Empat cerita BL althafjr. Melawan Dunia. Anak kota masuk Kampung. Wali Apg. Eternal Love.

Altwp · LGBT+
Not enough ratings
23 Chs

Tanda Cinta

Jam pelajaran Ibu Melda telah selesai, itu artinya selesai juga hukuman untuk Redo, dan Juga Yohan. Dengan langkah letih mereka berdua berjalan untuk kembali ke kelas mereka.

Redo yang sudah tidak sabar untuk menikmati nyamannya bangku sekolah, lantaran berdiri lebih dari satu jam membuat kakinya terasa pegal. Untuk itu Redo berjalan lebih dulu di depan Yohan. Hukuman dari Ibu Melda membuat kaki Redo menjadi lemas, dan tidak sarapan pagi karena terlambat membuat tubuhnya serasa gemetar yang disebabkan oleh lapar, kepalanya-pun sedikit pusing.

Pada saat Redo akan menaiki anak tangga, ia kehilangan keseimbangan, kakinya yang letih tidak mampu menopang tubuhnya, hingga akhirnya Redo hampir jatuh terjengkang.

Untung saja Yohan yang berada di belakang bisa dengan sigap memeluk pinggang sahabatnya, dan menahan supaya tidak sampai terjatuh.

Yohan memluknya begitu erat sementara Redo memutar badanya, sehiangga mata mereka bertemu dan saling beradu pandang. Jarak wajah yang begitu dekat membuat hidung mereka sedikit saling bersentuhan.

Berepa menit mereka terpaku, dan terdiam. Karena suasana luar sekolah yang sepi, sehingga tidak ada satupun yang melihat kejadian itu. Hanya ada mereka di luar sekolah.

Yohan tidak berkedip menatap mata Redo, begitu-pun sebaliknya.

Yohan mengkrenyitkan keningnya, sehingga membuat Redo bergidik dan tersadar. Pelukan-pun lepas dengan sendirinya. Perasaan gugup, dan salah tingkah-pun tiba-tiba datang menghampiri.

Mereka hanya menarik ujung bibirnya masing-masing, dan saling memberikan senyum singkat untuk mencairkan suasana hati yang sedang canggung.

"Makasih," ucap Redo, kemudian ia langsung memutar tubuhnya kembali, untuk naik ke atas tangga.

Terimaksaih, itu adalah ucapan, yang sangat jarang sekali mereka sampaikan. Karena bagi mereka tidak ada kata Terimakasih untuk sahabat. Karena teman pada dasarnya harus saling menolong satu-sama lain. Namun tatapan mata dan sedikit sentuhan hidung membuat keduanya gugup, canggung dan merasa seperti bukan sahabat. Sehingga ucapan terimakasih pun, dengan gugup keluar dari mulut Redo.

Sementara Yohan, hanya memberikan senyum simpul guna menanggapi ucapan terimakasih dari Redo.

Mereka berjalan perlahan, namun tidak ada suara terucap dari mulut keduanya. Mereka terdiam sampai mereka tiba, dan duduk di bangku kelasnya.

Selama bersahabat, tidak pernah sekalipun perasaan canggung itu datang. Meski selalu bersma, bahkan tak jarang tidur bersama, namun keduanya tidak pernah merasakan perasaan yang baru saja mereka rasakan. Perasan Gugup, dan juga kikuk, Yang Mungkin itu adalah

anugerah. Entahlah.

Setelah mereka duduk di bangku masing-masing, Yohan terlihat sibuk mengambil sesuatu di dalam tas miliknya.

"Nih," ucap Yohan seraya menyodorkan bekal yang Ia bawah dari rumah. "Kamu pasti belum sarapan." Tebak Yohan, kemudian Ia tersenyum simpul.

Manik mata Redo menatap bekal yang disodorkan padanya. Kemudian mata itu menatap wajah Yohan. Secara perlahan tangan Redo-pun meraih kotak berisi bekal yang di sodorkan oleh Yohan. "Kamu emang sahabat terbaik," Senyum meringis-pun terbit dari bibir Redo seiring dengan tangannya meraih bekal itu.

"Hem.." gumam Yohan kemudian Ia menyiapkan buku pelajaran, untuk jam berikutnya.

"Yoh," Dengan mulut yang masih penuh makanan Redo memanggil Yohan.

"Ya.." Yohan menjawab hanya seadanya saja, pandanganya fokus pada buku yang baru saja diambilnya.

"Nanti, aku mau latihan futsal sama team."

"Iya, tau." Balas Yohan.

"Apa, enggak papa? Kalo kamu pulang sendiri" Tanya Redo dengan mulut yang masih mengunyah makanan.

Yohan menengok, dan menatap wajah Redo. "Bukanya emang gitu biasanya kan?"

Tenggorokan Redo seperti tercekat mendengar pernyataan Yohan. Yah, memang begitu biasanya, tapi tidak biasanya Redo bertanya demikian. Redo sendiri bingung, kenapa tiba-tiba ia mengatakan hal seperti itu.

Bell Tanda pulang berdering sangat nyaring. Semua siswa berhamburan keluar kelas dengan wajah riang. Semua murid di sekolah itu rasa bahagianya melebihi burung yang baru terbebas dari sangkar-nya.

Yohan berjalan sendiri keluar kelas, karena Redo sudah lebih dulu keluar untuk pergi ke-lapangan futsal yang lokasinya masih satu sekolah.

"Yoh..." Suara Seorang siswa dari kelas berbeda namun masih satu angkatan memanggil Yohan.

Yohan menghentikan langkahnya, memutar badan untuk melihat pemilik suara yang memanggilnya.

"Kamu pulang sendiri kan?" Tanya Ozan setelah ia berada tepat dihadapan Yohan.

"Iya kok tau?"

"Iya lah, Redo kan ikut team futsal di kelas ku," Jelas Ozan. "Jadi amu tau, kamu pasti pulang sendiri!" Imbuh Ozan menjelaskan.

Bukan hanya Ozan, hampir semua teman sekolah yang masih satu angkatan, sudah tau akan persahabatn Redo dan Yohan. Mereka tau jika Yohan dan Redo selalu pulang dan pergi bersama. Tidak sedikit pula yang sudah tau jika rumah mereka masih satu komplek.

Kepopuleran mereka yang membuat teman-temanya ingin tau lebih jauh tentang Redo dan Yohan.

"Trus...?"

"Pulang bareng aku aja yok?" Ajak Ozan, "Lagi males latihan ni..." Imbuh Ozan. Ozan juga sebenarnya masih satu team futsal bersama Redo.

Yohan hanya diam, wajahnya datar menatap Ozan sambil memikirkan tawaran Ozan yang akan memberikannya tumpangan.

Ozan menarik pergelangan tangan Yohan seraya berkata. "Udah, ayok" ajak Ozan setengah memaksa. "Rumahku kan nglewatin komplek kamu."

Sementara Yohan hanya pasra mengikuti tarikan Ozan. Hingga akhirnya ia menerima tawaran Ozan. Memang sulit untuk menolak sesuatu yang gratis.

Di tempat berbeda, namun masih satu halaman, Redo nampak terlihat ceria, bercanda dengan team futsalnya. Redo dan kawannya saling dorong, dan bergurau dengan teman-temannya. Gurauan khas anak remaja pada umumnya.

Namun, saat kepala Redo menoleh ke gerbang sekolah senyum Redo memudar. Redo nampak mengkrenyitkan keningnya,  matanya menatap tajam ke arah pintu gerbang sekolahnya.

Di sana, di ambang pintu gerbang sekolah itu Redo melihat Yohan jalan beriringan dengan Ozan. Redo merasa heran dengan Ozan, yang tiba-tiba saja jalan berdampingan dan terlihat begitu akrab dengan Yohan.

Perasaan tidak suka, tiba-tiba muncul dalam diri Redo saat melihat Yohan, yang mungkin akan pulang bersama dengan Ozan. Entah mengapa perasaannya menjadi tidak nyaman melihat  pemandangan itu.

***

"Duh, jadi ngerepotin kamu," ucap Yohan setelah menutup pintu mobil Ozan.

"Santai..." jawab Ozan seraya memasang sabuk pengaman. "Rumah kita kan satu arah, tenang aja aku antar sampai depan Rumah," imbuh Ozan yang kemudian tersenyum simpul menatap wajah Yohan.

Seperti biasa Yohan hanya tersenyum, dan ia selalu terlihat tenang.

Tidak lama setelah itu Ozan menjalankan jazz kesayangannya.

Ozan menjalankan mobilnya dengan pelan. Sudah beberapa menit mereka dalam perjalanan pulang, namun tidak ada suara terucap dari mulut mereka. Ozan nampak fokus mengemudi, sementara Yohan duduk nyaman bersandar pada jok mobil.

Hanya suara musik yang mengalun indah, terdengar dari mobil Ozan, mengiringi perjalanan pulang mereka.

Tiba-tiba tubuh Yohan terdorong kedepan, lantaran Ozan mendadak memberhentikan mobilnya. Yohan terkejut, namun Ia tidak bertanya kenapa Ozan mengerem secara mendadak. Ia sudah melihat, ada seorang remaja yang menghalangi perjalanan mereka.

Yohan mendongakan kepala, Ia mengkerutkan kening, sorot matanya lurus menatap ke arah kedepan.

"Redo?" Ucap Yohan saat melihat motor ninja milik Redo berhenti tepat di depan mobil Ozan.

Yohan dan Ozan saling berpandangan, wajah bingung dan heran nampak pada mereka saat melihat Redo sudah berjalan mendekati mobil Ozan.