4 Tekanan Batin

Ayah Jane berlari ke ruangan dimana Jane di rawat. Terlihat di wajah Ayahnya rasa khawatir yang begitu mendalam. Ibu Jane berdiri ketika melihat suaminya datang dengan tergesa-gesa. Disisi lain selain khawatir, ekspresi marah juga tercetak jelas di wajah sang Ayah.

"Gimana keadaannya? Kenapa dia bisa masuk rumah sakit?" tanya sang Ayah menggebu-gebu pada Ibu Jane.

"Dia....Dia marah-marah, gak tau kenapa? Tapi dia sempet nyebut nama Ayun," jawab Ibu Jane yang sedikit takut memancing amarah suaminya itu karena menyangkut nama Ayun.

"Ayun?" Ayah Jane terkejut mendengar nama Ayun.

"Iya," jawab Ibu Jane yang takut dan khawatir dalam waktu bersamaan.

"Jangan sampai Jane melampaui batasan sama Ayun. Kamu tau kan, Ayun anak bos aku?" Ayun, dia adalah anak dari marga Louisa dimana perusahaan Ayah Jane bekerja sejak beberapa tahun yang lalu, serta menjadi investor utama di perusahaan Ayah Jane.

"Iya, tapi gimana kalau Jane...." Ibu Jane juga akan tetap membela anaknya, bagaimanapun Jane adalah anaknya.

"Aku gak butuh kata tapi! Kamu sebagai Ibunya gimana? Urus anak kamu itu!" kata Ayah Jane yang spontan membuat hati Ibu Jane sakit. Bagaimana bisa suaminya itu mengatakan seperti itu? Jane juga anaknya, tapi kenapa dia berkata seperti itu? Tak habis pikir Ibu Jane pada suaminya.

"Jane anak kamu juga. Kamu gimana sebagai sosok Ayah buat dia?" pertanyaan yang menohok di balas oleh Ibu Jane pada suaminya. Bagaimana bisa dia lebih memilih anak bosnya ketimbang Jane yang anak kandungnya.

"Kalau dia gak bisa jadi seperti apa yang aku mau, mau jadi apa dia?" Aya Jane terus meluapkan rasa marah dan kesalnya pada sang istri.

"Mas, ini hanya masalah Ayun, kenapa kamu bisa semarah ini?" tanya Ibu Jane yang sedikit bingung, kenapa suaminya semarah itu padanya? Lalu jika Ayun adalah anak bosnya, kenapa dia yang menggebu-gebu?

"Ayun itu anak bos aku. Kalau sampai bos aku tau Ayun ada masalah sama Jane, lalu aku di pecat terus kita mau makan apa?" Ayah Jane sebenarnya tidak mau bersikap jahat seperti ini pada keluarganya. Namun, keadaan mengharuskan dirinya bersikap tegas pada keluarganya terutama pada Jane.

"Denger mas, mungkin Jane lagi ada masalah sama Ayun. Tapi bukan berarti dia akan melakukan hal buruk ke Ayun kan? Cukup kamu bersikap seperti ini, mungkin aku masih bisa nerima sikap kamu, tapi juga pikirin perasaan Jane juga," kata Ibu Jane yang juga terpancing amarah.

"Jangan sampai apa yang aku bayangkan akan terjadi!" ujar sang Ayah memperingatkan sang istri lalu pergi begitu saja dari rumah sakit tanpa melihat kondisi anaknya terlebih dahulu.

Ibu Jane bernafas panjang sebelum masuk ke kamar inap Jane. Saat dirinya mendekat ke ranjang Jane, Ibu Jane melihat Jane menangis tanpa ada suara. Sungguh sesak rasanya jika melihat anaknya menangis seperti ini.

"Jane?" tanya Ibunya dengan lembut tanpa ada paksaan. Jane menangis sesenggukan saat Ibunya memeluk tubuhnya yang dingin.

"Ma, kenapa semuanya berpihak ke Ayun?" tanya Jane yang ternyata mendengar percakapan panjang Ibunya dan Ayahnya. Anak mana yang tidak sakit hati jika sosok pahlawan dalam dirinya kini membela dan berpihak pada orang lain.

"Engga nak. Dengerin Mama, Mama akan selalu ada buat Jane," Ibunya berusaha meyakinkan Jane, jika dirinya tidaklah sendirian. Ibunya akan selalu mendampingi Jane apapun keadaannya.

Jane yang mendengar apa kata Ibunya berusaha menguatkan hatinya. Disini Jane mulai memberanikan dirinya untuk menyuarakan isi hatinya pada Ibunya, berharap jika Ibunya akan sependapat padanya.

Jane menceritakan masalahnya dengan Ayun, mengapa dirinya mengalami tekanan batin yang disebabkan oleh Yoan, kakak tingkatnya.

"Riyoande Simone?" tanya Ibunya untuk memastikan jika pendengarannya masih baik-baik saja.

"Iya Ma," jawab Jane pasti.

"Nak, Yoan juga berhak memilih. Kalau memang Yoan memilih dekat dengan Ayun, bisa saja bukan maksud Ayun untuk sengaja dekat dengan Yoan. Jangan negative thinking!" kata Ibunya memberi nasihat pada sang anak.

Kali ini Ibunya mengerti mengapa suaminya tadi sempat marah padanya karena masalah Ayun. Ternyata masalah utamanya adalah Yoan. Lelaki bermarga Simone itu adalah sahabat dari suaminya sejak masa di bangku sekolah. Makanya dia tak ingin marga Simone itu bersama Jane, karena sudah tau jika arahnya akan bersama Ayun. Tidak mungkin juga keluarga Simone akan mau menerima Jane.

"Kenapa sih Ma? Kenapa Mama sama kayak Ayah?" tanya Jane yang nadanya mulai meninggi pada Ibunya.

"Diam Jane!" Ibunya juga menaikkan nadanya pada Jane membuat Jane kembali menangis.

"Kalau kamu gak bisa Mama atur, kamu mau jadi apa kedepannya?" tanya Ibunya dengan menahan air matanya. Jujur Ibunya tidak berniat memarahi Jane, namun apa boleh buat, hal ini dia buat agar Jane mau mengikhlaskan Yoan bersama Ayun, mungkin hanya dengan itu saja caranya.

"Kenapa Mama sama Ayah sekarang sama aja?" tanya Jane yang heran, bukankah tadi Ibunya membantu dan membelanya. Kenapa sekarang justru membela Ayun dan Yoan?

"Dengar Jane, posisi Ayahmu juga tidak bisa sembarangan. Jabatan Ayahmu di bawah ayah Ayun, yang artinya kamu juga harus menghormati Ayun," jawab Ibunya dengan sedikit penekanan pada beberapa kata yang di ucapkan.

"Ma, aku selama itu selalu dalam batasan ketika sama Ayun. Tapi untuk masalah hati, apakah aku yang meminta? Engga!" kata Jane yang membela dirinya.

"Kamu mau meminta atau tidak, masalahnya kamu tidak akan mendapatkannya," ujar Ibu Jane membuat hati Jane sakit.

Bagaimana bisa Ibunya sendiri mengatakan hal tersebut?

"Yang pertama, masalah jabatan Ayahmu, yang kedua adalah masalah keluarga Simone," Jane masih bingung.

"Oke, aku paham untuk masalah Ayun, lantas apa hubungannya dengan keluarga Simone?" tanya Jane ingin memperjelas.

"Pak Agra Simone, ayah Yoan adalah sahabat Ayahmu," jawab Ibunya seraya mengupas apel yang ada di meja samping ranjang Jane.

"Bagus dong kalau sudah tau?"

Lalu dimana letak kesalahannya mencintai Yoan? Bukan kah bagus jika kedua orang tuanya mengetahui? Lalu mengapa masih disalahkan?

"Permasalahannya adalah kita berbeda dengan mereka. Kita dan keluarga Simone tidak akan pernah bisa menyatu bagaimanapun caranya," jelas Ibu Jane. Lalu keluar dari kamar inap Jane. Dirinya tak ingin memperpanjang lagi pertanyaan yang sudah jelas jawabannya tidak mungkin. Kenapa anaknya juga tak mengerti?

Kenapa susah sekali? batin Ibu Jane.

Jika pada awalnya restu orang tua tak pernah bisa di dapatkan, maka bagaimana cara mendapatkan restu Tuhan? Bukankah restu orang tua adalah restu Tuhan? Lantas jika aku tidak mendapatkan restu orang tuaku. Apakah artinya aku tidak akan pernah mendapat restu untuk bersamanya? Jika saja Tuhan menjawab pertanyaanku yang penuh akan keraguan ini dengan penuh ketulusan-Nya. Aku akan benar-benar rela akan semua jawaban-Nya. Batin Jane yang berdoa mengharap jawaban pasti dari Tuhan.

avataravatar
Next chapter