5 Bertemu Keluarga Louisa

Yoan kini tengah bersiap-siap, setelah menunaikan ibadah shalat wajibnya. Yoan membuka pintu lemarinya yang bisa dibilang sangat besar pada ruangan walk in closet miliknya. Bisa dibayangkan jika seorang Yoan memiliki lemari sebegitu besarnya hanya untuk baju satu lemari dan banyak koleksi sepatu dan jam tangannya.

Yoan, mengeluarkan seluruh baju yang dia punya hanya untuk ke rumah Ayun. Baju Yoan kebanyakan baju formal yang biasa dia gunakan untuk rapat BEM.

"Pakai yang mana ya?" tanya Yoan pada dirinya sendiri seraya melihat bajunya yang pernah ia pakai sebelumnya.

"Astaghfirullah den Yoan!!" Bi Imah, pembantu rumah tangga di keluarga Simone. Ia terkejut betapa berantakannya isi lemari yang sudah ia tata rapi. Bi Imah menghela nafas panjang, pertama kalinya Yoan melakukan hal ini. Biasanya Yoan hanya akan memakai baju apa yang sudah ia sentuh atau ambil.

"Mau kemana den? Sini biar Bibi bantu!" kata Bi Imah lalu membersihkan baju yang berserakan.

"Mau ke rumah Ayun, Bi. Pakai apa ya? Yang belum pernah aku pakai yang mana?" tanya Yoan bersemangat sekali pada Bi Imah.

Bi Imah merasa aneh dengan tuan mudanya ini yang dulunya tidak terlalu memperhatikan penampilannya, justru kini sangat pemilih.

Bi Imah bingung, baju mana yang akan di pakai oleh tuannya ini. Pasalnya ada dua lemari baju lagi yang belum pernah disentuh dan dipakai oleh Yoan. Lalu yang mana yang harus ia ambil?

"Aden mau pakai warna apa? Di lemari sebelah masih ada yang belum dipakai," kata Bi Imah.

"Emmm.. Warna apa yang bagus? Hari ini langit sedang cerah setelah hujan. Apakah aku harus memakai baju warna cerah Bi?" tanya Yoan pada Bi Imah.

Bi Imah hanya mengerjapkan matanya tak percaya. Apakah tuan muda kesayangannya ini tengah kasmaran?

"Baik den. Sebentar, akan Bibi ambilkan beberapa baju yang menurut Bibi cocok untuk langit yang cerah ini," ucap Bi Imah menahan tawa karena tengah mengejek tuannya ini.

"Bibi jangan ngejek aku ihh... Aku mau tampil perfeksionis di depan orang tua Ayun," kata Yoan seraya menyisir rambutnya yang hitam nan menawan.

Setelah 15 menit bersiap dengan baju terbaiknya. Kini Yoan telah meningkatkan rasa percaya dirinya. Tak lama setelah berkaca di depan kaca yang bisa dibilang sangat besar itu, Yoan lantas berkata,

"Aku pakai sepatu apa ya Bi?"

Bi Imah ingin menangis, sesungguhnya dia ingin tuannya kembali seperti biasanya. Bi Imah dengan segera memilihkan sepatu yang warnanya senada dengan baju Yoan.

"Nah, mantap. Bibi bentar lagi bisa jadi penata baju buat Mamah. Aku berangkat ya Bi," katanya lalu diangguki oleh Bi Imah disertai dengan senyuman yang sepertinya sudah lelah dengan tingkah laku tuannya.

Yoan segera memakai jam tangannya dan mengambil handphone miliknya dan segera berangkat mengingat janjinya jika jam 15.30 ia berangkat dari rumahnya. Dan setelah memilih mobil apa yang akan ia pakai, kemudian ia mengambil kunci dan melajukannya.

Di tengah perjalanan yang panjang, ini kali pertama ia dekat dengan seorang gadis. Ditambah jika kedua orang tua Ayun adalah rekan bisnis dari orang tua Yoan.

Setelah sampai di rumah Ayun, penjaga gerbang langsung membukakan pintu gerbangnya yang tinggi itu. Mobil Yoan terparkir di halaman rumah Ayun.

"Astaghfirullah kok deg-degan?" Yoan menarik nafas dalam-dalam, menenangkan hati dan pikiran Yoan.

"Ayo, lu pasti bisa Yoan. Jangan kecewakan baju pilihan Bi Imah," lanjutnya melihat kaca membenahi rambutnya dan tak lupa berdoa.

Sebelum turun dari mobilnya, Yoan menyempatkan diri untuk mengirim pesan pada Bi Imah.

Yoan : Bibi, doakan lancar ya Bi

Bi Imah : Bismillahirrahmanirrahim den. Allah SWT bersama aden.

Tok.. Tok.. Tok..

Ayun ternyata sudah menunggu beberapa menit. Heran, mengapa Yoan tak kunjung turun dari mobilnya. Yoan membuka kaca mobilnya.

"Ngapain?" tanya Ayun, kali ini Ayun terlihat sangat cantik.

"Masyaallah, sungguh indah ciptaan-Mu," ucap Yoan saat melihat Ayun.

"Turun gih!" kata Ayun lalu masuk ke rumahnya.

"Bismillahirrahmanirrahim Ya Allah, lancarkan pertemuan pertama ini," doa Yoan.

Lalu dia turun dari mobil dan masuk ke rumah Ayun.

"Assalamualaikum wr wb," salam Yoan memasuki rumah Ayun.

"Riyoande?" tanya Ayah Ayun memastikan bahwa benar-benar Yoan.

"Iya Om. Selamat sore, maaf belum bawa apa-apa Om, Tante," ujar Yoan menundukkan tubuhnya menyapa.

"Gak perlu canggung sama keluarga sini. Anggap keluarga sendiri. Gue Zein Hamid Louisa, kakak Ayun yang pertama," Zein mengenalkan diri ke Yoan. Dan Yoan menerima sambutan yang baik dari kakak pertama Ayun.

"Riyoande Simone," kata Yoan sambil berjabat tangan dengan Zein.

"Widih, serius si Yoan ini?" tanya seseorang di belakang Yoan.

Dia membalikkan tubuhnya dan terlihat kakak tingkatnya yang berada di satu organisasi yang sama dulunya.

"Kak Dharmasraya?" Yoan terkejut, mengapa bisa kakak tingkatnya ini.

"Woah.. Masih inget lu? Adek tingkat gue yang paling pinter ini bisa di rumah gue, ada apa nih?" Dharma juga bingung mengapa Yoan bisa di rumahnya.

"Rumah lu? Berarti lu..." kata Yoan menunjuk Dharma lalu berganti menunjuk Ayun.

"Iya. Dia adek gue,"

Ternyata dunia itu sempit. Demis BEM periodenya dulu ternyata adalah kakak kedua Ayun.

"Skuy makan bareng!" ajak Dharma pada semuanya yang ada di ruang tamu.

"Mama tau gak? Dulu waktu Dharma jadi ketua BEM, si Yoan ini jadi Sekretaris satu di BEM Universitas. Keren banget Ma," kata Dharma membuat Mamanya itu bangga.

"Sekarang di periode ini, lu jadi apa?" tanya Zein pada Yoan.

"Jadi..." belum sempat Yoan menjawab, Ayun dengan cepat menyambar jawabannya.

"Ketua BEM," kata Ayun yakin.

"Yang bener? Beuh... Adek gue emang the best," Dharma dengan tiba-tiba memeluk tubuh Yoan dengan rasa bangga.

"Gak sia-sia gue dulu marah-marahin lu.. Hahaha" kata Dharma.

"Yoan, kamu ketua BEM?" tanya Ayah Ayun.

Yoan yang tidak menyangka jika Ayah Ayun ikut nimbrung dalam obrolannya dengan Dharma.

"Iya Om. Melanjutkan periode bang Dharma," jawab Yoan merendahkan suaranya.

"Dulu, Om juga ketua BEM Universitas, lalu ayah kamu jadi ketua BEM fakultas. Eh, sekarang nyuruh Ayun masuk organisasi itu susahnya minta ampun," curhat Ayah Ayun sambil melirik ke arah Ayun.

"Pa, aku gak mau ikutan organisasi!" seru Ayun cemberut.

"Yoan, nanti kamu ada acara?" tanya Ibu Ayun pada Yoan.

"Kosong Tante. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Yoan sopan.

"Nah gini Ayun. Kalau Mama nanya itu jawabnya kayak Yoan. Jangan selalu bilang 'Sibuk Ma' padahal main game. Hih dasar!" ternyata tak jauh beda. Ibu Ayun juga tak kalah seru untuk diajak bicara. Dan justru masih sempat untuk mengejek anak perempuan satu-satunya itu.

Ayun hanya terdiam, cemberut karena keluarganya memihak pada Yoan.

"Tante, Om. Yoan izin mau mengajak Ayun jalan-jalan, boleh?" tanya Yoan memberanikan diri.

"Mau kemana? Ogah gue kalau..." belum juga selesai Ayun menjawab, kakaknya yaitu Zein langsung menyahut.

"Boleh. Boleh banget. Ajak si cewek bar-bar ini keluar. Bosen gue liat dia... Hahaha," kata Zein yang disambut tawa oleh semuanya kecuali Ayun.

"Ke pasar malam, mau?" tanya Yoan.

"MAUUUU!!"

avataravatar
Next chapter