webnovel

Kisah Pelacur yang Bercerita Panjang Tentang Akhir Zaman

Kau masih terus menunggu kapan ia mulai bercerita, dan bunyi 'nging kesunyian’ yang memuakkan masih menerkam benakmu bulat-bulat. Lalu, setelah ia menghirup nafas agak panjang, dan kau pun telah bersiap mendengarkan apa yang akan ia ceritakan itu dengan saksama, kemudian setelah ia membuang habis seluruh udara yang tadi ia hirup, ia pun memulai ceritanya; bahwa pada suatu masa yang jauh sekali ke belakang terhitung mulai dari sekarang, hiduplah seorang gadis buta di sebuah kampung di tepi sebuah sungai besar yang telah mengering bernama Plancaisa. Gadis buta itu, ke mana pun ia ingin pergi, maka ia akan selalu dituntun oleh seekor anjing hitam besar yang besarnya hampir sama dengan tubuh gadis itu, dan perihal penglihatan gadis itu, semua orang-orang yang ada di sana tak pernah satu pun yang mengetahui kapan persisnya gadis itu kehilangan cahaya pada kedua matanya—mereka hanya tau bahwa gadis itu tiba-tiba telah begitu saja sejak ada di kampung mereka, dan mereka juga tak pernah bisa memastikan sejak kapan pastinya anjing hitam besar itu mulai menemani sang gadis. Dan untuk yang tadi telah disebutkan, akhirnya membuat semua penduduk kampung itu hanya bisa mengira-ngira perihal apa pun tentang si gadis. Sebagian dari mereka bahkan ada yang beranggapan bahwa keduanya dilahirkan dalam waktu bersamaan; dalam artian mereka berdua itu juga keluar dari lubang yang sama—tentu saja yang dimaksud lubang di sini adalah lubang penanda bagi setiap manusia yang berlubang, dan meski setiap manusia memiliki lubang, tapi lubang yang satu ini bisa digunakan untuk membedakannya antara satu manusia berlubang dengan manusia berlubang lainnya yang tidak memiliki lubang yang satu dan khusus ini, melainkan memiliki tanda yang berbeda dan bukan dalam bentuk lubang, tapi berbentuk seperti sebuah pensil yang ujungnya diraut agak kasar, sehingga ujungnya jadi berbentuk lancip namun tumpul. Lalu suara 'nging kesunyian' tiba-tiba kembali berbunyi dikepalamu, dan kau kemudian melihat kepada bibir perempuan itu; yang ternyata juga telah berhenti bergerak. “Apakah kau masih mendengar ceritaku?” ucapnya kemudian setelah sejenak berhenti untuk memastikan bahwa kau masih mendengar ceritanya. Sementara itu, otakmu tengah melayang-layang terbang jauh menuju tempat yang tadi ia sebutkan dalam ceritanya, tapi sampai detik ini tempat itu masih saja belum bertemu oleh jangkauan radar ingatanmu.

Pati_Barau · Teen
Not enough ratings
4 Chs

Bab 1

Namanya Athena Vivian, ia mengangkat gelas sejajar pada dadanya, mengajak kau bersulang, lalu dengan senyum simpul yang berat, dituntunnya gelas yang berisi setengah itu ke hadapan mulutnya—untuk kemudian ia tuangkan habis dalam sekali tenggak menuju lorong lambungnya, dan selalu saja, entah kenapa, seperti biasanya, yang sudah-sudah, kedua matanya tiba-tiba saja akan memejam—untuk kemudian diikuti oleh dahinya yang mengerut dengan cepat dan buruk sekali; mengernyit sebab menahan sesuatu—saat cairan itu mungkin telah melewati kerongkongannya namun masih meninggalkan sisa rasa pahit yang pekat pada lidahnya, yang padahal menurut perkiraanmu, seharusnya ia sudah terbiasa dengan rasa pahit itu, dikarenakan mau tidak mau kau harus mengakui bahwa ia bukanlah seperti para pemabuk kebanyakan, termasuk kau; dan Ia memanglah benar-benar seorang pemabuk dalam artian sebenar-benarnya, atau lebih tepatnya, ia adalah seorang yang memang sangatsangat pemabuk sekali, sekaligus sungguh sangatsangat lihai dalam membual, tapi pembual yang hidup dengan cara melacurkan dirinya, dan ia tidak bisa hidup dari membual.

Sedangkan tentang rasa pahit yang sekarang ini tengah ia rasakan dan membuat matanya terpejam dan dahinya mengernyit kusut buruk tadi—pernah suatu kali ia berpetuah padamu perihal itu, bahwa rasa pahit yang ada pada minuman itu sebenarnya tak ubahnya dengan kenyataan yang tiap hari kita lalui, dalam keadaan sadar atau pun dalam keadaan tengah mabuk, selalu atau kadang, pernah atau tak sekalipun, yang akan kita lewati maupun yang tengah kita jalani, atau pun yang telah terabaikan seiring dengan berjalannya waktu.

Untuk hal tersebut, ia lalu mengutip beberapa onggok kata-kata dari setiap perkataan orang-orang suci yang ia tahu: bahwa hidup itu sesungguhnya hanyalah perangkap keji yang terus mengikat dan mengurung jiwa kita dengan kuat, yang padahal, di dalam perangkap itu tak ada apa-apa lagi selain kekosongan, ya, hanyalah murni kekosongan yang sama sekali tak memiliki arti apapun, dan baginya, hal apapun yang tak memiliki arti, sudah pasti itu adalah hal yang tak berguna sama sekali.

Sekali lagi, entah mengapa, katanya, di dalam perangkap itu kita selalu dibuat seolah-olah berarti, padahal tidak, sama sekali tidak! Kita hanya disetel untuk terus berputar-putar tak keruan di dalamnya, atau merangkak lamban-lamban untuk menciptakan arti itu sendiri-sendiri, atau kadang membuat sebuah cetakan 'arti' untuk satu kepala dan kemudian memaksakannya di kepala orang lain; serupa seorang majnun yang menghasta kain sarung, berputar-putar sekehendak hati lalu memaksakan hasil hitungannya tersebut kepada para majnun lainnya, atau seperti seekor ikan gila yang hanya berkeliling dalam akuarium seukuran tas sandang anak sekolah, tapi menyangka itulah lautan tempat ia berada sebelumnya, dan kemudian memaksa ikan lainnya untuk percaya pada omong besarnya. Benar-benar kacau dan balau sempurna, tapi bayangkan saja bagaimana jika si Majnun atau Ikan omong besar tadi itu adalah mereka yang punya pengaruh dan berkuasa dan memiliki banyak senjata!? Bagaimana jadinya!?

Pada akhir kata, ia juga berpesan dan hampir ingin memastikan padamu agar kata-katanya tak usah terlalu kau pikirkan, meskipun menurut keyakinannya yang telah membulat itu, manusia hanya perlu menenggak habis segala macam kepahitan, lalu menerima hidup ini bulat-bulat sebagai sesuatu yang baik dan satu-satunya, karena baginya, semua yang pahit-pahit di atas Bumi ini mestilah mempunyai banyak kebaikan di dalamnya, dan tak lain dan tak bukan diciptakan Tuhan sebagai obat semata-mata, dan katanya lagi, dengan ditambah dengan sedikit penegasan dengan sorot matanya yang melemah tapi tajam itu, hal-hal yang ia sebutkan tadi juga berlaku untuk kenyataan dalam hidup, dan pastinya, juga termasuk rasa pahit yang ada pada vodka yang sekarang ada di hadapannya; adalah obat semata-mata.

Dan dari ceritanya yang lain lagi, rasa pahit yang ada pada vodka yang ada di hadapannya kini itu sebenarnya belum ada apa-apanya bila dibandingkan dengan rasa pahit pada bunga-bunga indah penuh warna yang selalu tumbuh di halaman istana kepresidenan—yang menurutnya rasa pahit bunga-bunga itu mungkin akan setara apabila vodka yang sekarang ada di hadapannya itu dicampur dengan empedu sapi jantan yang dulu dijadikan persembahan oleh Samiri sewaktu mengisi waktu luang untuk bersenang-senang ketika mereka ditinggal oleh Musa yang pergi ke Bukit Thursina selama empat puluh hari demi melihat wajah Tuhannya.

Sebenarnya, dari semua cerita yang telah ia ceritakan padamu, yang paling kau suka sejauh ini adalah saat ia menceritakan kisah masa lalunya yang tumbuh dari belukar berduri ke belukar berduri lainnya, dari lembah ke lembah, dari rimba ke rimba lainnya, juga dari pelukan seorang mur ke pelukan seorang tartar, dan semua itu ia jalani bersama seorang teman yang selalu ia akui lebih gila dari pada dirinya sendiri, orang itu bernama Maria, dan ia selalu menceritakan cerita itu dengan menyebut nama Maria sambil wajahnya berbinar dan nada bicara yang sedikit direndahkan, dan itu membuatmu berpikir jika mungkin apa yang ia lakukan tersebut adalah sebagai ganti ketakjubannya kepada pribadi Maria yang mungkin jauh lebih gila darinya, atau mungkin dan bisa jadi hanya sebagai penghormatan bagi masa lalu mereka berdua yang begitu menakjubkan yang telah mereka jalani. Setidaknya begitu lah yang kau kira—meski sebenarnya kau tak mengerti apapun tentang siapa perempuan yang bernama Maria itu, selain dari apa yang telah ia ceritakan padamu.

Bersama Maria, akhirnya kau menjadi yakin sekali jika sepertinya perempuan bernama Athena Vivian itu telah tumbuh dengan begitu keras, layaknya Romulus dan Remus yang diasuh dan disusukan dan dibesarkan oleh seekor serigala betina yang ganas dari rimba ke rimba, mengarungi perburuan ke perburuan, dari kekalahan ke kekalahan, dari satu perayaan ke perayaan lainnya, dan juga dari keputusasaan ke keputusasaan lainnya yang tak putus-putus. Tapi, tak seperti Romulus dan Remus yang tertarik pada kekuasaan dan nama besar untuk kemudian mendirikan sebuah kota, ia dan Maria malah menjauh dan menyembunyikan keinginan-keinginan itu dalam sebuah identitas yang sama sekali lain dan samar-samar, dari kota ke kota.

Dan kau masih ingat sekali waktu, saat ia pernah mengatakan padamu bahwa temannya itu, si Maria, tidak dilahirkan seperti orang kebanyakan—yang keluar dari lubang yang letaknya tepat di tengah-tengah selangkangan kaum perempuan. Maria kecil justru keluar dari mulut ibunya pada suatu malam ketika ibunya dalam keadaan mabuk berat pada sebuah bar, lalu memuntahkan semua isi perutnya, dan menurutnya bersama muntahan itu lah Maria kecil dikeluarkan oleh ibunya, tentu saja tanpa sengaja.

Lalu setelah meletakkan gelas yang telah ia kosongkan, mata Athena Vivian yang tajam kemudian menatap ke arahmu, dan bagimu itu bagaikan sebuah pisau yang siap mengulitimu hidup-hidup, sebab dikepalamu terlintas janjimu sendiri pada malam sebelumnya.

"Bukankah seharusnya kau tak di sini, Tuan?" tanyanya kemudian padamu dengan wajah sedikit memperlihatkan keheranan sambil meletakkan gelas sloki terbuat dari plastik yang ada dalam genggamannya di samping botol vodka di sebelah kanannya.