16 Membujuknya

Sebelum mobil sepenuhnya berhenti, Galang juga langsung melompat keluar dari mobil.

Dia langsung mengejar gadis yang terpincang-pincang di depannya itu.

Luna yang berjuang berjalan, tiba-tiba merasakan seseorang memeluknya dengan erat dari belakang.

Dia dapat mendengar suara Galang yang gemetar di telinganya. "Luna. Paman salah. Maafkan aku."

Kenapa dia bersikap seperti ini padaku setelah berbuat semaunya tadi? batin Luna.

Luna segera melepaskan pelukannya, namun tangannya ditarik hingga tubuhnya berbalik dan Galang memeluknya dengan erat lagi.

"Ah!" erang Luna kesakitan saat lutut pria itu tidak sengaja bersentuhan dengan lututnya yang cedera.

Galang melepas pelukannya dan melihat ke bawah, ke arah salah satu kaki Luna yang terluka dan berdarah. Setelah itu, dirinya langsung menggendong tubuh kecil Luna dengan gaya bridal dan terus berjalan ke arah mobilnya walaupun gadis itu terus memberontak dalam gendongannya.

Saat Luna ingin melompat dari gendongannya, Galang memeluk tubuhnya lebih erat.

"Diam dan menurutlah." Saat mendengarnya, bukannya gadis itu menurutinya, malah semakin memberontak di gendongannya.

Melihat kata-kata itu itu tidak berhasil, Galang menyeringai dan berkata padanya dengan penuh ancaman, "Atau aku akan menciummu lagi!"

Fero membukakan pintu mobil untuk tuannya dan menutupnya kembali saat mereka sudah masuk, dan dia masuk mobil lagi dan duduk di sebelah Hitam.

Dirinya dapat melihat Galang yang memangku dan memeluk erat Luna di belakang.

Fero yang mendengar Galang hanya bisa menepuk dahinya saat mengingat kembali ancaman Galang pada Luna.

Apa begitu caranya membujuk gadis itu? batin Fero.

"Galang Mahardika! Turunkan aku!" kata Luna dengan marah sambil memanggil namanya tanpa embel-embel "paman" lagi.

Pria itu hanya tersenyum dan membalasnya dengan tenang, "Hei, kau harus memanggilku Paman!" Luna menatapnya dan memandang Galang dengan pandangan tidak percaya.

"Apa ada paman yang mencium keponakannya sendiri terus-terusan?!" kata gadis itu dengan kesal dan penuh penekanan.

Galang tidak menghiraukannya, menggunakan satu tangannya yang lain untuk menelepon dokter pribadinya, Juan.

Setelah selesai, dia menundukkan kepalanya dan berkata pada Luna, "Hm, ini pertama kalinya aku menciummu."

Luna menatapnya dan memandangnya dengan mata menyipit. "Lalu tadi malam…"

"Hah?" Galang menaruh ponselnya ke saku, kembali memegangnya dengan dua tangan dan bertanya padanya dengan wajah bingung, "Memangnya apa yang terjadi tadi malam?"

Yah, dia tadi malam mabuk, tapi bukan itu masalahnya. Masalahnya adalah bagaimana dia bisa mencium keponakannya sendiri?! batin Luna dengan kesal.

Kenapa dia juga harus kembali bertanya pada orang yang lupa ingatan ini?

Luna hanya terkejut dengan ciumannya tadi malam, dan anehnya tidak merasa jijik. Ramuan, ciuman Galang tadi di mobil, bisakah itu disebut dengan ciuman? ciuman yang kasar?

Gadis itu masih dapat merasakan bibirnya yang bengkak karena ciumannya.

Luna tidak tahu sekarang, dirinya pusing saat memikirkannya, tubuhnya memelas dan semakin meringkuk ke dalam pelukan Galang.

Galang yang melihat itu, malah terkekeh kecil, dan menunduk. Pria itu mengusap-usapkan hidungnya ke hidung kecil Luna sambil berkata dengan penuh kecemburuan,"Kau harus mengerti, Luna. Bagaimana perasaanku saat melihat kau yang dicium oleh pria lain?"

Luna terkejut dan langsung bertanya, "Siapa yang mencium siapa?"

Hah? Berciuman? batin gadis itu dengan kebingungan.

Fero dan Hilma yang berada di dekat mereka dapat mendengar semua percakapan mereka, terutama bagian Galang yang terdengar sangat cemburu saat Luna dicium oleh pria lain.

Galang menyipitkan matanya dan bertanya, "Lalu, bagaimana kau bisa menjelaskan foto itu, hm?" Luna menepuk dahinya pelan dan berkata, "Paman ini kan seorang direktur perusahaan ternama dan tentunya sangat cerdas, bagaimana bisa kau menganggap kami berciuman dalam foto itu?! Kau salah paham. Kami tidak berciuman, hanya angle fotonya saja yang membuat kami terlihat seperti sedang berciuman. Hssh … "

"Heh. Kau mencari-cari alasan saja!" Galang menyentil dahinya pelan dan emangnya dengan pandangan tidak percaya.

"Kau itu yang selalu mengambil kesimpulan dengan cepat. Apa Paman begitu peduli padaku?" Ya. dia memang sangat sangat peduli pada gadis ini dan menjadi kalut dan tidak bisa berpikir jernih saat melihat foto itu.

Kemarahan yang diakibatkan karena foto itu saja sudah membuatnya tidak bisa berpikiran jernih! batin Galang.

Namun, Galang harus tetap memastikannya. "Apa kau tidak benar-benar berciuman?"

Luna menatapnya dan menghela nafas pelan dan berkata, "Haruskah aku membuktikannya padamu?"

Pria itu tersenyum dan menyentil hidung kecilnya., "Tidak, aku percaya padamu."

Luna menarik napas dalam-dalam, dan dia mencoba menenangkan dirinya karena telah berhasil meyakinkan Galang.

Tapi, dia masih kesal dan berusaha untuk tidak mengumpat atau memukulnya.

Tiba-tiba dirinya memikirkan sesuatu dan bertanya pada Galang, "Bahkan, jika aku memang benar-benar mencium pria lain, memangnya kenapa?"

Galang menghilangkan senyuman di wajahnya dan memandang gadis itu dengan kaku. "Coba katakan sekali lagi!"

Luna yang melihat reaksinya gemetar dan tidak tahu kenapa bisa setauku ini dengan Galang. Pria itu terlihat menyeramkan saat ini di matanya.

Mungkin, karena ciuman kasarnya tadi terus menyayanginya.

Sedangkan, Galang yang melihat ekspresi ketakutan Luna, hanya memandangnya dengan kesal dan memeluknya lebih erat dalam gendongannya dan berkata, "Luna, berjanjilah padaku untuk tidak terlalu dekat dengan pria lain, oke?"

Jantung Luna berdebar dengan keras saat mendengarnya.

Gadis itu sebenarnya ingin bertanya seberapa besar Galang menyukainya, namun dia urungkan, karena bagaimanapun ini bukanlah tubuh aslinya. Dia bukan Luna yang asli.

Jiwanya yang sudah berusia dua puluh lima tahun tinggal di dalam diri Luna, dan dia masih dapat berpikiran dengan jernih. Walaupun mereka berdua tidak saling berkaitan, namun perasaan seorang paman kepada keponakannya sendiri itu salah.

Entah sudah berapa lama, akhirnya mereka sampai di rumah.

Hilman dan Fero langsung keluar dari Mobil dan bergegas mengikuti Galang yang berlari sambil menggendong Luna.

Saat sudah sampai di kamarnya, Galang membaringkan tubuh Luna yang sudah terlihat lemas dengan pelan dan berhati-hati agar tidak mengenai lututnya.

Pria itu menunduk dan menyampirkan helaian rambut yang menutupi wajah Luna dan bertanya,"Luna sedang memikirkan apa, hm? Ciuman tadi?"

"A-apa … aku tidak .." Luna memandangnya dengan gugup.

Hal ini meyakikan Galang, jika gadis itu memang benar-benar sedang memikirkan ciuman mereka tadi dan dia terkekeh pelan dan menggoda Luna, "Luna masih memikirkan itu?" Gadis itu mengangguk dan berkata dengan lemah, "Ya …"

Galang hanya tersenyum padanya.

"Ahem ..." Keduanya menoleh saat mendengar suara deheman dan melihat sosok Juan yang berdiri dengan canggung di pintu kamar.

Pria itu mengangkat kotak obat yang dipegangnya dan berkata pada Galang, "Sepertinya Pak Direktur masih sibuk? Aku akan memberi kalian waktu dulu kalau begitu … "

Galang bangkit dan memandangnya dengan kaku lalu berkata, "Cepat ke sini! Kaki Luna terluka."

Juan yang menurunkan kotak obatnya dan berjalan ke arah mereka dengan agak cemberut. Dia kemudian berdiri di sisi ranjang, di sebelah Galang.

Saat melihat kaki Luna yang berdarah, dia mengerutkan kedua kalinya dan memandangnya dengan serius.

Hal ini, membuat Galang menegang dan bertanya kepadanya dengan penuh kekhawatiran, "Bagaimana?"

Juan menghela nafasnya dan berkata, "Aku heran bagaimana dia bisa terluka seperti ini saat bersamamu? Jika dokter biasa yang menanganinya, luasnya pasti akan menimbulkan bekas yang jelek."

"Apa kau cari mati?!" kata Galang sambil menatapnya tajam dan menendang kakinya.

"Aw! Pak Direktur!" Pria itu mengerang kesakitan dan memegangi kakinya yang ditendang Galang dengan kuat.

Juan menoleh dan saat melihat ekspresi marah Galang dirinya langsung berkata, "T-tapi jika aku yang menanganinya, lukanya tidak akan berbekas sama sekali! Kulitnya akan tetap putih dan mulus seperti sebelumnya."

Luna merasa terhibur melihat interaksi antara Juan dan Galang dan berpikir sikap Galang yang kenakanakn seperti ini berbeda dengan kesehariannya yang selalu terlihat kaku.

Galang mengepalkan kedua tangannya. "Aku sudah tidak peduli pada bualanmu lagi! Kau dipecat!"

"J-jangan, dong. Pak Direktur …" kata Juan dengan memelas.

Pria itu segera mengobati kaki Luna, dan saat menyentuhnya kaki gadis itu, Galang berteriak padanya, "Beraninya kau menyentuhnya?"

Juan serba salah.

avataravatar
Next chapter