webnovel

Ancaman

Luna terkejut, dan dengan cepat menarik tangannya kembali. "Paman, kau tidak perlu melakukan ini."

Namun, Galang kembali meraih tangannya dan menggenggamnya dengan erat, lalu berkata dengan penuh ancaman, "Aku akan menciummu jika kau tidak menurut padaku, Luna!"

Luna yang terkejut hanya bisa terdiam. Dirinya juga tidak tahu jika pamannya sendiri bisa mengancam keponakannya seperti itu.

Apa dia mengancamku? Dasar tak tahu malu! batin Luna dengan kesal.

Pada saat ini, ujung jarinya dihisap pelan-pelan oleh Galang. Luna yang melihatnya merasa sangat malu dan dia dapat merasakan rasa hangat di jari-jarinya.

Kemudian, Galang berhenti dan berkata padanya, "Ikut aku. Akan ku obati tanganmu."

Luna menggelengkan kepalanya dan menolak, "Sakitnya sudah berkurang, kok, Paman. Tidak usah diobati lagi."

Galang yang mendengarnya hanya bisa setuju dan mereka berdua segera kembali ke meja mereka.

Saat melihat Luna dan Galang yang sudah kembali dari kamar mandi, Fransisca buru-buru bertanya pada gadis itu dengan prihatin, "Nona Luna, apa tanganmu tidak apa-apa?"

Galang sedikit tercengan saat Fransisca memanggil Luna dengan sebutan "Nona Luna" dan itu membuatnya cemberut juga kesal.

Luna menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Nenek, aku baik-baik saja." Kemudian, dia menunjuk Cindy dan melanjutkan, "Dia hanya menjulurkan kakinya dan membuatku tersandung, jika bukan karena refleks yang cepat, aku tidak tahu bagaimana keadaanku tadi! Itu sangat berbahaya!"

Cindy kesal ketika dia mendengar kata-kata itu.

Luna, Sialan! Bagaimana kau bisa berkata seperti itu pada nenek?! Mengapa aku melakukan ini? batinnya kesal.

"Apakah kau punya bukti kalau aku sengaja menjegal, ha?" kata Cindy membela diri.

Fransisca tidak bisa berkata-kata saat melihat keduanya bertengkar seperti itu, dirinya dibuat pusing oleh kedua gadis itu juga.

"Apa kau melihatku menjulurkan kakiku padamu tadi?!" ucap Cindy.

Wanita itu juga berpikir itu tidak mungkin, lagi pula, seperti yang dikatakan Cindy, gadis itu tidak mungkin melukai orang lain

Luna membalas ucapanny, "Nenek, aku juga tahu bahwa mungkin ini terdengar sepele. Yang ingin aku tanyakan adalah, apakah tidak ada pengawas dan CCTV di sini? Dia bisa memberi tahu kita jika gadis ini menjulurkan kakinya atau tidak, kan?"

Cindy tampak panik saat mendengar jika ada pengawas di situ. Dia telah belajar di luar negeri selama empat tahun, dan sudah lama lupa bahwa ada pengawas khusus yang dibekerjakan di restoran milik Keluarga Mahardika ini.

Bahkan jika memang ada, apa pengawas itu memang melihatnya tadi? batinnya.

Karena terlihat panik, Brian menepuk tangannya untuk menenangkan dirinya. Saat dia melihat putrinya terlihat panik karena mendengar kata-kata "pengawas" tadi. Mungkin putrinya sudah lupa karena sudah lama berada di luar negeri. Jadi, lupa dengan pengawasan yang ketat di restoran Keluarga Mahardika.

Lagipula, Brian yakin putrinya, Cindy, tidak melakukan kesalahan apapun. Bagaimana gadis itu bisa mengira jika putrinya yang menjegalnya?

Fransisca berpikir sebentar, kemudian berkata, "Panggil Danu ke sini."

Hal itu membuat orang memandang dirinya dan berpikir jika masalah ini akan benar-benar wanita itu selidiki.

Kepala pelayan segera memanggilkan Danu, Ketua Pengawas.

Setelah beberapa saat, seseorang yang berwajah kalem datang dengan membawa tas laptop di tangannya.

"Nyonya." Pria itu mengangguk sebentar pada Fransisca.

Wanita itu langsung berkata padanya, "Periksa CCTV untuk setengah jam sebelumnya."

Memang sudah hampir setengah jam setelah kejadian tersandungnya Luna tadi.

Danu melakukan seperti yang diperintahkan wanita itu, dan setelah mengoperasikan laptopnya beberapa saat, dengan hati-hati dia berkata, "Nyonya, video CCTV untuk tiga jam sebelumnya telah terhapus."

Fransisca mengerutkan kening dan bertanya, "Kenapa bisa hilang?"

Danu menggelengkan kepalanya tanda tidak yakin. "Mungkin dibajak oleh seorang hacker."

Fransisca yang mendengarnya menjadi curiga dan dia segera memandang Cindy.

Sedangkan, Cindy hanya balik memandangnya dengan panik.

Namun, dalam hatinya dia bersyukur karena videonya terhapus. Selain itu, videonya terhapus untuk tiga jam sebelumnya, bukan hanya setengah jam yang lalu dan itu menandakan jika video yang terhapus tidak berkaitan dengan masalah dirinya dan Luna.

Luna mendecih kesal dan berkata pada Danu, "Kau bisa pergi sekarang. Tinggalkan laptopmu di sini."

Setelah itu, pria itu segera pergi dari sana, tanpa membawa laptopnya

Sedangkan, Galang yang sedarati tadi mendengarkan, menjadi curiga dengan adik laki-lakinya, Brian.

Apa ini ulahnya? batinnya bertanya-tanya.

Namun, semua orang malah memandang Luna dengan curiga. Mereka melihat Luna yang duduk di depan laptop dan segera mengetikkan sesuatu pada keyboardnya menjadi penasaran dengan pandangannya dilakukan oleh gadis itu.

Sepuluh jarinya dengan gerakan cepat mengetikkan sesuatu di sana. Kemudian, pada layarnya muncul beberapa baris kode yang tidak mengerti orang-orang.

Tiga menit kemudian, Luna mengklik mousenya dan sebuah video muncul di layar.

Video itu merupakan video CCTV dalam restoran setengah jam yang lalu. Kemudian, Luna membalikkan laptopnya, agar semua orang di sana bisa melihat videonya.

Dapat mereka lihat di videonya, Luna berjalan dengan mangkuk yang berisi sup di tangannya.

Cindy yang melihat itu menjadi sangat terkejut, tubuhnya berubah kaku, tidak bisa bergerak dari duduknya.

Sedangkan Brian juga melihat video itu dengan wajah kesal karena para hacker yang dia sewa ternyata tidak secerdas gadis itu.

Bagaimana mereka bisa kalah dari seorang gadis muda seperti Luna! batinnya.

Namun, pria itu sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Sudah ada bukti di depan mereka dan dia tidak bisa mengelak.

Semua orang di sana dengan jelas melihat bahwa ketika Luna berjalan melewati Cindy, gadis itu tiba-tiba menjulurkan kakinya dan membuat Luna tersandung.

Mereka terkejut dan memandang Cindy dengan penuh hinaan.

Sedangkan Luna yang melihat wajah pucat Cindy menyeringai kecil.

Fransisca tiba-tiba menggebrak meja dan berkata dengan marah, "Kenapa kau bisa berbuat seperti itu?! Apa dalam keluarga Mahardika mereka mendidikmu seperti itu?! Pergi dari sini, dan renungkanlah perbuatanmu, Cindy!"

Fransisca tahu jika memang Cindy sengaja menjegal kaki Luna karena sudah ada cukup bukti kuat.

"N-nenek, bukan seperti itu ... Aku ... A-aku melakukannya dengan tidak sengaja, ... Aku tidak menyangka dia akan lewat saat itu ... Nenek ..." kata Cindy sambil menangis, kemudian tangannya langsung diseret oleh pengawal dan mereka segera pergi dari situ.

Brian yang melihat putrinya langsung merasa cemas. "Bu …" katanya dengan nada memelas.

"Diam!" Fransisca memelototinya.

"Dia telah seperti ini karena kau tidak bisa mendidiknya dengan baik! Aku tidak bisa menoleransi perbuatannya!" ujar wanita itu dengan marah.

Brian benar-benar tidak bisa berkata-kata.

Ketika Fransisca menoleh ke Luna, dia tersenyum padanya, "Aku hampir membuatmu celaka. Sudah malam, jadi menginaplah di rumah."

Sebelum Luna menjawab, Galang berdiri dan berkata, "Tidak perlu. Luna harus kembali sekolah besok, dan di juga sudah merasa tidak nyaman berada di sini."

"Ah, benar. Aku lupa jika Luna masih sekolah. Baiklah, kalian pulanglah. Hati-hati di jalan, ya" ucap Fransisca.

Fransisca bangkit dari duduknya begitu pula dengan Galang dan Luna. Wanita itu kemudian mengantar mereka ke depan restoran milik Keluarga Mahardika.

Galang dan Luna setelah berpamitan, masuk ke dalam mobil dan segera pulang.

Saat sudah sampai di restoran milik keluarga mahardika, Luna segera keluar dari mobil dan langsung berlari ke kamarnya.

Di kamar, Luna memikirkan ekspresi aneh Galang yang menatapnya tad saat mereka berada di mobil. Namun, dia tidak terlalu memikirkannya kembali dan memutuskan untuk mandi.

Setelah mandi, Luna mengeringkan rambutnya dan terdengar suara pintu yang diketuk.

Galang yang hanya memakai jubah mandi membuka pintu kamarnya dan masuk dengan membawa kotak obat di tangannya. "Aku akan mengobati tanganmu."

"Aku tidak ..."

"Tidak ada bantahan" ujar pria itu sebelum Luna menyelesaikan kata-katanya.

Luna duduk di tepi ranjangnya dan menatap Galang di bawahnya, yang dengan telaten mengobati lukanya dengan salep. Namun, Luna dapat melihat ekspresi aneh di wajahnya.

Gadis itu dapat merasakan rasa dingin karena salep di jarinya, namun entah kenapa hatinya seperti menghangat saat diperlakukan Galang seperti ini.

Luna juga sedikit tidak nyaman saat tahu mereka sedekat itu dan dirinya juga tidak memakai baranya. Dia jadi malu saat melihat kepala Galang yang dekat dengan dadanya.

Gadis itu tidak tahu berapa lama mereka berada di posisi itu, dan melihat Galang yang mendongak, dia terkejut, dan tanpa sadar memundurkan tubuhnya.

Galang bangkit berdiri dengan agak sedikit membungkuk dan mendekat pada Luna.

Terus mendekat, mendekat, dan mendekat, sampai Luna berbaring di ranjangnya.

Luna menopang tubuh Galang dengan kedua tangannya dan berkata dengan gugup, "P-paman, apa yang kau …"

Next chapter