webnovel

Persiapan Pernikahan

Setelah selesai makan Theana mendatangi pedagang bakso itu dan menyodorkan uang, namun Yudis lebih dulu membayar makanan Theana.

"Eh, gak usah!" Ucap Theana tidak enak hati.

"Gak apa-apa kok, hitung-hitung sebagai teman yang baik."

"Tapi kan-"

"Udahlah gak apa-apa, aku ikhlas kok. Lagi pula, uang segitu gak seberapa buat aku," ucap Yudis menyombongkan diri.

"Oh, terima kasih ya. Kalau begitu aku duluan."

Theana yang akan pergi langsung dicegah oleh Yudis. "Eh tunggu!"

"Iya, kenapa?" Tanya Theana.

"Aku anter ya? Aku anterin gak apa-apa?"

Theana berpikir sebentar kemudian mengangguk senang. Ya, anggap saja dia sedang beruntung sekarang karena dia tidak jadi mengeluarkan uang lebih, tabungannya bisa aman. Bisa hemat tenaga juga buat sampai ke kostnya.

Di sudut jalan lain sosok Keyra menatap tajam pada keduanya. "Siapa perempuan itu? Awas aja kalau Yudis berani macam-macam!" Ucapnya sambil mengepalkan tangan.

"Terima kasih ya," ucap Theana pada Yudis.

"Ya, ya udah aku pulang dulu."

Theana mengangguk sambil tersenyum. Ia kemudian menatap datar motor Yudis yang perlahan menjauh.

Theana melangkah menuju kamarnya. Dia pun memutuskan untuk mandi karena tadi dia tidak sempat. Gara-gara perutnya yang terus berbunyi meminta diisi Theana  terpaksa tidak mandi, mungkin Yudis mencium bau apek di tubuhnya, tapi apa peduli Theana.

*

Pagi ini adalah hari yang sangat tenang bagi Theana. Dia selalu menantikan hari-hari libur seperti ini, karena dia bisa tidur nyenyak di atas kasur.

Namun, rencana Theana tersebut harus digagalkan karena suara bel. Dengan langkah berat Theana berjalan membuka pintu untuk melihat si pengganggu.

"Tuan Aresh sudah menunggu di depan."

Theana sontak membuka mata lebar, melihat Bayu yang berdiri tegak di hadapannya. "Kamu ngapain di sini?"

"Hari ini Tuan Aresh dan kamu akan pergi fitting baju pengantin."

"Hah?" Theana langsung melupakan kantuknya mendengar perkataan Bayu. "Fitting baju pengantin? Ah, hilang deh suasana tentramku!"

"Lebih baik kamu cepat siap-siap, Tuan Aresh tidak suka menunggu lama. Dan juga ... kamu bau belum mandi." Bayu pun meninggalkan Theana dan kembali ke mobil untuk menemani Aresh.

Theana melongo mendengar ejekan Bayu. Bau katanya?

"Ck, namanya juga baru bangun ya belum mandilah, makanya bau!" Teriak Theana sebal.

Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, Theana mendatangi mobil Aresh yang sudah terparkir di depan kostnya.

"Lama banget sih! Cepat masuk!" Pinta Aresh.

"Kenapa sih?" Tanya Theana yang sebenarnya tahu Aresh kesal karena menunggu lama. Theana memang sengaja mandi lama berharap Aresh segera pergi dan membatalkan acara fitting baju, namun setelah Theana mengintip dari jendela ternyata dia masih menunggu dan mau tak mau Theana harus mendatangi.

"Kamu mandi perlu bersemedi dulu?" Tanya Aresh sarkas.

"Bersemedi apaan, aku memang mandinya lama. Siapa suruh kamu ganggu waktu liburku?!" Sahut Theana tidak peduli dengan raut kesal Aresh.

"Kalau bukan sekarang kapan lagi? Kamu berharap kita perginya pas waktu kerja supaya kamu bisa bolos?"

"Berharapnya sih gak pernah pergi," gumam Theana.

"Kamu ngomong apa? Jangan bisik-bisik kayak ngomong sama semut kamu tuh!"

"Sensi banget sih, lagian kenapa kamu kepo banget sih? Bukan urusan kamu kalau aku ngomong sama semut kek, sama nyamuk, sama kuman sekali pun."

"Apa bertanya gak boleh?"

"Boleh aja, tapi cara kamu bertanya itu membuatku kesal!"

"Cih, dasar perempuan sukanya marah-marah gak jelas," ejek Aresh.

Theana mendesis seraya menatap Aresh tajam, kemudian dia melengos mengabaikan Aresh. Lebih baik dia melihat pemandangan di luar daripada melihat wajah menyebalkan Aresh.

Mereka sampai di butik yang cukup besar dan terkenal. Theana mengikuti langkah Aresh. Sepanjang jalan semua pegawai menunduk hormat pada Aresh.

"Selamat datang Tuan Aresh, apa Anda jadi memesan gaun yang kemarin saya tunjukkan?"

"Biar calon istriku yang memilih mana yang dia suka," sahut Aresh.

"Baik, mari Nyonya saya akan memperlihatkan gaun yang paling indah yang ada di tempat ini."

Theana menatap gaun yang ditunjukkan perempuan paruh baya itu. Indah, definisi yang Theana sebutkan saat melihat gaun itu.

"Bagaimana Nyonya? Gaun ini adalah gaun keluaran terbaru dan sangat langka karena dibuat hanya seratus di seluruh dunia."

Theana hanya mengangguk seraya matanya yang tidak bisa mengalihkannya matanya dari gaun tersebut.

"Baik, saya akan meminta pegawai saya untuk membungkus dengan serapi mungkin."

Setelah selesai memesan baju Aresh mengajak Theana ke toko perhiasan untuk mencari cincin.

"Anda bisa memilih yang ini Nyonya, cincin ini terbuat dari berlian murni yang sangat langka, harganya memang terbilang cukup mahal namun sesuai dengan kualitasnya," ucapnya.

Theana menoleh pada Aresh meminta persetujuan pria itu. "Menurutmu bagaimana?"

"Kalau kamu suka ya ambil saja," sahut Aresh.

Theana mengangguk. "Saya ambil yang ini."

"Baik, ini notanya. Terima kasih sudah datang ke tempat kami."

Theana membalas dengan senyuman. "Setelah ini kita pulang kan?" Tanya Theana penuh harap pasalnya dia sudah lelah.

"Kita ke mansion dulu, kamu harus bertemu dengan calon mertuamu."

"Apa?" Theana terkejut. Dia belum siap untuk bertemu keluarga Aresh.

"Kenapa? Kamu gak mau?"

"Boleh ketemunya nanti saja setelah aku siap?"

"Kapan kamu siap?"

"Itu ...." Theana bingung harus membuat alasan seperti apa dan terpaksa dia harus mengiyakan permintaan Aresh, meski dia merasa takut.

Mobil itu kini berhenti di depan mansion yang besar, lebih besar dari tempat yang mereka datangi kemarin yang merupakan rumah Theana.

"Ayo masuk!" Ajak Aresh menarik tangan Theana pelan.

'Aduh, aku harus gimana ya? Apa aku kabur saja. Tapi nanti Aresh pasti marah dan akan melakukan sesuatu yang buruk padaku.'

Theana terus membatin sampai dia tidak sadar sudah sampai di ruang keluarga.

"Siapa yang kamu bawa Aresh?"

Theana menatap pria paruh baya yang tengah menatap datar ke arahnya. Theana semakin takut melihat reaksi orang tua Aresh.

"Dia calon istriku," jawab Aresh.

Brak!

Theana tersentak dan menyembunyikan diri di belakang Aresh. Tubuhnya bergetar saat melihat mata pria itu yang menatap tajam.

"Jadi karena dia kamu menolak menikah dengan putri keluarga Sanjaya?!"

"Bukan," jawab Aresh tenang. "Aku menolak karena aku memang gak suka sama wanita itu, dia bukan tipeku."

"Keterlaluan kamu! Kamu membuat keluarga malu hanya karena ingin menikahi gadis miskin itu!"

"Ini hidup aku, Papa gak berhak ikut campur. Aku ingin menikah dengan siapa pun itu bukan urusan Papa, aku bukan orang bodoh yang akan diam saja dan menerima dengan lapang dada perjodohan paksa itu!"

Aresh tidak akan pernah sudi untuk menerima perjodohan dengan perempuan yang tidak tahu malu itu.

"Kurang ajar kamu Aresh! Pokonya Papa gak akan pernah merestui kamu dengar gadis miskin itu!"

"Terserah! Aku kesini bukan untuk meminta restu tapi untuk menemui Mamaku."

"Mama kamu sudah Papa usir!"

Mata Aresh membelalak. "Apa?!"