25 Seseorang di dalam Hatinya

Satu persatu, para trainee maju ke depan, mempertunjukkan bakat akting mereka dalam menyalurkan emosi perasaan ketika mereka ditinggalkan oleh orang yang mereka cintai. Baik itu kekasih, teman, ataupun keluarga.

Mereka semua dengan bersungguh-sungguh menampilkan akting terbaik mereka dihadapan sang mega bintang.

Sambil menunggu gilirannya, Velina memperhatikan gerak-gerik Mira. Gadis anggun itu adalah seorang mega bintang yang sudah merambah perfilman Hollywood. Terang saja, para trainee terkesima melihatnya dari jarak dekat.

Tak lama, tibalah giliran Velina. Dia bangkit dari kursinya, dan maju ke depan, berdiri di hadapan Mira, dan tersenyum padanya.

"Kamu…" Mira tak melanjutkan kalimatnya. Ia memperhatikan Velina dengan seksama, dan menatap nama dada Velina. 'Nana'.

"Aku Nana" Jawabnya cepat.

Mira mengernyitkan keningnya, "Oh… Baiklah." Ia lalu mengangguk dan tak mempertanyakan lebih lanjut, lalu ia mempersilahkan Velina untuk menunjukkan bakat aktingnya. 

Velina menarik napas panjang, kemudian dia menutup matanya. Waktu berlalu. Orang-orang mulai berbisik-bisik. Lima detik kemudian, Velina akhirnya membuka kedua matanya.

Tiba-tiba, ekspresi wajahnya berubah. Dia tidak mengucapkan sepatah katapun, namun orang-orang dapat merasakan kesedihan yang terpancar dari raut wajahnya. Velina tidak mengerutkan wajahnya ataupun menunjukkan ekspresi sedih yang berlebihan. Dia juga sama sekali tidak terlihat sesenggukan. Seketika, orang-orang terdiam.

Velina lalu menutup matanya perlahan, dan ketika dia kembali membuka kedua matanya, tampak tetesan air mata mengalir dari kedua matanya.

Setetes air mata mengalir di pipinya, dan seketika, orang-orang merasa merinding melihatnya. Kesedihan itu seolah mengalir ke dalam tubuh mereka juga. Mereka bagaikan tersengat listrik merasakan emosi yang sedang di ekspresikan oleh Velina.

Setelah itu, Velina mengusap pipinya yang basah. Pandangannya tampak tegar. Namun tak lama, dia menundukkan wajahnya, dan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.

Dua detik kemudian, Velina kembali menarik kedua tangannya yang menutupi wajahnya. Kini, ekspresi wajahnya kembali seperti semula.

Orang-orang masih terdiam, sampai ketika Mira Soraya menepukkan kedua tangannya keras-keras. Tak lama, suara tepuk tangan yang gemuruh memenuhi ruang latihan.

Mereka sama sekali tak menyangka, orang yang baru saja mereka pandang rendah ternyata memiliki bakat akting seperti ini. 

Velina membutuhkan beberapa saat untuk menenangkan hatinya kembali. Meskipun dari luar ekspresi wajahnya terlihat biasa-biasa saja, siapa sangka, ternyata, jauh di dalam hatinya, dia masih bersedih?.

Ternyata, setelah sekian lama, orang itu masih tetap berada di dalam hatinya.

Setelah kelas berakhir, Velina segera membereskan barang-barangnya. Lalu, dia segera keluar dari Val Entertainment menuju ke gedung seberang.

*******

Sudah beberapa hari terakhir ini, Daniel Garibaldi terlihat uring-uringan. Berkali-kali dia mengecek ponselnya untuk melihat notifikasi yang sudah dia set sebelumnya. Untuk mengalihkan perhatiannya, dia sering memanggil para managernya untuk rapat dadakan.

Kali ini, sebelum mereka semua memasuki ruang rapat, mereka menarik lengan baju Aaron, menanyakan padanya apa maksud rapat kali ini. Sementara, Aaron hanya menggelengkan kepalanya, terlihat pasrah. Hal ini membuat mereka semua semakin berkeringat dingin.

"Plaaaaaak"

Daniel melempar sebuah dokumen proposal di hadapannya. Manager pemasaran berkeringat dingin, ia menghapus keringat di dahinya menggunakan tisu. Tangannya gemetar, ia tahu ia sedang berada dalam masalah.

"Apakah ini saja yang bisa dilakukan oleh seorang manager pemasaran?"

"Ma.. Maaf pak Presdir, kondisi saat ini sedang sulit…" Ucapnya ketakutan. 

"Aku rasa manager pemasaran sudah bosan dengan jabatannya. Beberapa proposal terakhir ini sepertinya bukan buatanmu…" Daniel menatapnya tajam.

Meskipun masih terbilang muda, menjadi seorang presiden direktur di usia 27 tahun, Daniel Garibaldi sangat kompeten dengan pekerjaannya.

Ketika dia dengan dingin menatap para manager yang duduk di hadapannya, ponselnya berbunyi. Mulanya dia ingin mengabaikan notifikasi itu, namun entah kenapa, jarinya bergerak untuk membuka ponselnya menggunakan sidik jarinya.

Dia terbelalak ketika dia membaca notifikasi itu. Tiba-tiba, dia tersenyum lebar-lebar. Akhirnya, saat yang selama ini dia tunggu-tunggu pun tiba. Auranya berubah, benar-benar sangat berbeda dari satu detik yang lalu. 

Para manager yang sedang duduk di depannya terkejut melihat perubahan ekspresi Daniel yang tiba-tiba berubah. Suasana yang mulanya mencekam seakan menghilang entah kemana.

Mereka saling berpandangan, lalu menatap ke arah Aaron yang sedari tadi duduk di pojok ruangan. Ditatap oleh semua orang, Aaron hanya menyeringai. Ia jelas mengetahui satu-satunya alasan bosnya bisa bersikap seperti itu.

Dan, dugaannya terbukti benar. 

Tak lama setelah Daniel melirik ponselnya, dia segera membubarkan rapat. 

"Baiklah. Aku ingin kalian semua menyerahkan proposal baru padaku minggu depan. Rapat selesai!." Ucapnya, sambil buru-buru berdiri dan meninggalkan ruang rapat.

Para manager yang mulanya berkeringat dingin, melongo. Mereka sama sekali tak dapat mengerti perubahan sikap presiden direktur mereka yang tiba-tiba itu.

Mereka semua saling bertatapan, namun tak berani berkata sepatah kata pun. Mereka takut bos mereka akan merubah pikirannya.

Setelah itu, Daniel segera menuju ke ruang kerjanya sendiri. Para sekretaris segera berdiri ketika melihat kedatangannya yang tiba-tiba.

'Bukankah mestinya pak presdir masih rapat?' Mereka semua saling bertatapan melihat presiden direktur mereka yang terlihat terburu-buru.

Dia segera mengganti bajunya, dan tak lama kemudian, dia agak setengah berlari meninggalkan kantornya, membuat para sekretarisnya terkejut, karena mereka tak pernah melihat Daniel terlihat berpakaian sekasual itu sebelumnya.

Dengan penuh senyuman, Daniel melirik ponselnya. Notifikasi yang barusan dia terima adalah sebuah pemberitahuan jika Velina sedang berada di Velmar Club.

avataravatar
Next chapter