webnovel

Pohon Velina

Velina terbangun dengan perasaan nyaman. saat itu sudah jam enam pagi. Velina meregangkan tubuhnya dan segera mengganti pakaiannya dengan baju yoga.

Dia membawa matrass yoganya ke teras belakang, di samping kolam renang yang menghadap ke kebun. Kebun di halaman belakang rumah Eyang sangat luas. dulunya, terhampar banyak jenis bunga yang menimbulkan wangi yang sangat segar. Namun, karena beberapa tahun yang lalu Velina pernah iseng berkata jika bunga-bungaan tidak bisa dimakan, Eyangnya segera menanam berbagai jenis pohon buah-buahan cangkokan yang di sukai Velina.

Di bagian pojok taman, ada sebuah kubah kaca yang berisi air terjun buatan dan di bagian tengahnya ada sebuah pohon yang dikelilingi oleh tanaman-tanaman bunga. Pohon ini sangat menarik perhatian, karena selain bunganya sangat indah, pohon ini juga memiliki 9 jenis buah-buahan yang berbeda. Eyang Velina khusus mendatangkan seorang insinyur tanaman dari Jepang untuk membuat tanaman spesial ini untuk hadiah ulang tahun Velina yang ke-17. Bisa ditebak, nama pohon itu adalah 'Velina Tree'. Pohon Velina.

Tak seorangpun diperbolehkan memetik buahnya dengan sengaja, hanya boleh mengambil buah yang sudah jatuh saja. Hal ini dikarenakan Eyang Velina takut jika sering di ambil buahnya, pohonnya akan cepat mati. Wajar saja, media tanam Pohon Velina menggunakan campuran khusus yang dibuat langsung oleh si insinyur dari Jepang. Hmm... entah logika darimana.

Pernah suatu ketika, Eyang Velina marah besar terhadap kakak Velina, Marino, karena ketahuan memanjat pohon itu untuk mengambil buah persik yang sedang ranum-ranumnya. Marino mengira eyangnya sedang tidur siang, siapa yang mengira jika eyangnya asik sendiri mencabuti ilalang-ilalang yang ada di pojokan kubah kaca?

Karena terkejut, Marino hampir terjatuh dari pohon dan memarahi eyangnya, "eyang kenapa tidak tidur siang? memangnya tidak ada tukang kebun? jangan kayak orang susah deh tak mampu menggaji tukang kebun!" omelnya sambil menggigit buah persik. Kesal dan patah hati melihat Marino menggigit buah persik tanpa rasa bersalah, eyang Marino melemparkan ilalang-ilalang yang sedari tadi dicabutinya ke wajahnya. "Bocah sialan. dasar benalu. nih kamu makan sama-sama benalu!" Eyang kesal sekali terhadap Marino yang meskipun sudah berumur 29 tahun, tetapi masih kekanakan. Marino tertawa, lari menghindari serangan eyangnya.

Meregangkan tubuhnya sambil menghirup udara segar, Velina tersenyum. Entah kenapa dia tiba-tiba merindukan kasih sayang keluarga besarnya. Keputusannya untuk pulang kali ini memang sepertinya bagus. Nalurinya berkata jika kali ini, dia sebaiknya benar-benar menetap dan menikmati waktu untuk dihabiskan bersama dengan keluarganya.

Sambil berolahraga, Velina menggerak-gerakkan bibirnya, berbicara dalam hati, mencoba menguraikan kata-kata untuk disampaikan pada keluarganya. Mungkin nanti setelah acara ulang tahun eyangnya. Jelas, dia tidak ingin mengacaukan mood eyangnya sendiri di hari ulang tahunnya.

Dan mungkin, dia perlu menyiapkan sebuah kursi roda kalau-kalau eyangnya tiba-tiba terkena serangan jantung.

"Velina?? gila! kapan pulang?" Tanya Marino yang terkejut melihat Velina yang tengah asik berpose yoga di samping kolam renang.

"Marino? gila! kenapa baru pulang?" Balas Velina tanpa menjawab pertanyaan kakaknya.

"Kamu liburan? atau pulang beneran?" Tanyanya lagi, sambil menyilangkan kedua tangan di depan dadanya.

"Maunya gimana?" Dia balas bertanya. Marino tertawa melihat sikap adiknya. dia sungguh merindukan adiknya yang selalu bisa membuatnya kesal, sekaligus senang.

Adik bungsu mereka, Nadine, adalah orang yang sangat serius, mirip sekali dengan ayah mereka. Kadang-kadang Marino merasa harus berhati-hati jika berbicara dengan adik bungsunya, karen takut menyinggung perasaannya. Padahal, adiknya itu, meskipun pendiam namun bermulut tajam.

Next chapter