12 KING BULLYING - LUKA VANO

Dengan berjalan membelakangi Galena seperti ini, Vano baru menyadari jika tubuh Galena begitu pendek nan mungil. Rambut panjangnya yang di urai menjadi terlihat menggemaskan di mata Vano, seakan di hadapannya ini adalah sebuah boneka. Perlu di tegaskan, jika Galena nampak menggemaskan saat Vano melihatnya dari belakang.

Jika melihat wajah sangar Galena, Vano harus menghapus kata menggemaskan itu dari penilaiannya. Lamunan Vano terpecahkan saat Galena membawanya memasuki ruang Unit Kesehatan Sekolah. Kedatangan mereka disambut oleh wanita berusia kepala dua yang tak lain adalah pengawas ruang Unit Kesehatan Sekolah.

"Ada yang sakit? Kalian keliatan sehat-sehat aja kok," sambut bu Hera.

Galena tersenyum sopan. "Tangan Vano luka bu," di tunjukkanlah telapak tangan Vano yang masih mengeluarkan darah segar.

Bu Hera berdecak pelan. "Habis akrobat dimana Van? Lagian jadi anak pecicilan banget sih kayak bola bekel. Gak bisa diem." omelnya.

"Ya allah bu, ganteng begini disamain sama bola bekel. Strawberry mangga apel, sorry gak level."

"Udah lah capek duluan saya denger kamu ngoceh, duduk dulu di sana. Saya mau ngambil obatnya dulu di lemari."

"Duduk dulu, saya mau ambil obatnya dulu."

Vano duduk di atas pinggir brankar UKS, sementara Galena hanya berdiri diam di dekat Vano. Tidak membutuhkan waktu lama, Bu Hera sudah kembali dengan kotak P3K di tangannya, Galena benar-benar mengalihkan pandangannya ketika Bu Hera mencabut stapler dari telapak tangan Vano.

Tapi Bu Hera peka, menyadari jika murid baru itu tidak menyukai luka atau darah semacamnya.

"Nama kamu siapa?" tanya Bu Hera tanpa mengalihkan pandangannya dari luka Vano yang sedang di obatinya.

"Vano-lah Bu, cassanova terkece sejagat raya. Masa lupa?" bukan Galena yang menjawab, melainkan Vano yang menyahutinya.

Mendengar jawaban Vano yang terlampau percaya diri, Bu Hera sedikit menekan luka Vano hingga si empu meringis kesakitan. Bu Hera begitu gemas dengan sikap kelakuan absurd Vano, tanpa sadar Galena terkekeh ringan melihat raut wajah Vano kesakitan.

"Bukan kamu, tapi cewek di samping kamu."

"Galena," jawab Galena singkat padat dan jelas.

"Okay, kalau gitu kamu ke kelas aja jadi biar Vano miss aja yang urus," usir Bu Hera secara halus. Dalam hati Galena berorak girang jika ia tidak perlu lagi berlama-lama di sini dan harus melihat darah menjijikan itu lebih lama.

"Enggak enggak! Galena harus di sini karena dia saya jadi luka," kompor Vano, Galena mendengus kasar mendengar alasan-alasan Vano yang licik itu. Vano memang lelaki terlicik yang ia kenal dari samudra terdalam. Padahal sudah jelas jika Vano terluka karena ulahnya sendiri.

"Apaan sih lo? Gue gak—aww!" sebelum Galena menyelesaikan kalimatnya, Vano sudah lebih dulu mencubit Galena menggunakan tangan satunya lagi yang tidak terluka. Dalam hati Galena tiada henti menyumpah serapahi Vano saking dongkolnya.

"Sudah selesai," Bu Hera menutup kotak P3K kemudian pergi dari hadapan Vano dan Galena untuk menyimpan kotak tersebut.

Bugh!

Galena menjotos lengan Vano untuk melampiaskan kekesalannya yang di pendam sejak tadi, rasanya Galena ingin mencongkel otak Vano kemudian mencucinya menggunakan detergen atau papa lemon.

Seribu alasan Vano benar-benar membuat Galena darting alias darah tinggi.

Refleks Vano mengeluarkan latahnya ketika Galena menjotos Vano, Galena yang mendengar latah Vano pun sontak memukul punggung lelaki itu sebagai teguran karena telah mengumpat.

Vano semakin meringis kesakitan di buatnya, sudah terjatuh, luka, dapat pukulan bertubi-tubi dari Galena pula.

"Urus tuh luka sendiri, gue gak peduli!" ketus Galena kemudian langsung keluar dari ruangan unit kesehatan sekolah tanpa bisa Vano cegah lagi.

Vano melongo tak percaya menatap kepergian Galena, "what the—"

***

Galena mendengus ketika menutup kembali pintu ruangan kesehatan sekolah dari luar, saat ia membalikan badannya Galena hampir memekik terkejut melihat Vino yang ternyata sudah berdri di belakangnya sejak tadi.

"Lo sakit Glen?"

"Enggak,"

"Terus lo ngapain di sini?"

Galena menjawab pertanyaan Vino hanya mengangkat kedua bahunya acuh, "gue tadi terlambat terus di hukum, kalau gue mau ambil tas di mana?"

Vino menyipitkan matanya, "tumben lo terlambat. Yaudah, ayo ikut gue,"

Diam-diam Galena bersyukur bertemu Vino di depan ruang kesehatan tadi, Ia menjadi lebih mudah untuk mengambil ranselnya kembali meskipun sempat di cecar beberapa pertanyaan oleh bu Dara. Sekarang di tangan Galena terdapat dua ransel, satu miliknya dan satu lagi milik Vano.

"Lo ngapain bawa yang Vano juga?" meskipun Vino tidak sejurusan apa lagi sekelas dengan sepupunya itu, tapi mereka tinggal di rumah yang sama. Seratus persen Vino yakin jika ransel hitam yang di bawa oleh Galena adalah milik sepupunya.

"Gue di hukum bareng dia," jawab Galena seadanya.

Vino menganggukan kepalanya mengerti.

Pantas saja, mentang-mentang David dan Vanya sedang pergi ke Paris untuk mengurusi pekerjaan mereka setiap satu bulan sekali selama dua belas hari, Vano menjadi lebih berleha-leha dari biasanya.

Tadi saja ketika Vino hendak berangkat ke sekolah juga Vano masih memeluk guling buluknya dengan damai. Kedua orang tua Vano memang asli Indonesia, tapi ibunya Vano sudah berpindah kewarganegaraan menjadi Perancis semenjak lulus SMA.

"Thank's Vin," ucap Galena kemudian kembali masuk ke dalam ruang kesehatan sekolah.

Melihat Vano yang masih anteng di atas kasur UKS sambil bermain ponsel, Galena melempar ransel milik Vano secara kasar dan mendarat tepat di wajah empunya.

"Lo gak bisa lembut dikit apa?" protes Vano.

"Pengecualian buat lo, gue mau ke kelas."

Galena bergegas keluar dari ruangan, begitu juga dengan Vano yang mau tak mau membuntuti gadis itu untuk kembali ke kelas.

***

"Oh iya. Ada tugas kelompok sejarah Indonesia, satu meja satu kelompok. Tugasnya membuat rangkuman materi sejarah dari kelas X sampai kelas XII. Tugas di kumpulkan di pertemuan selanjutnya." Ucap sang guru sambil membereskan map-map yang di bawanya.

Rupanya Galena dan Vano masuk ke dalam kelas 3 menit sebelum bel istirahat berbunyi.

Vano dan Galena saling memberi tatapan dengan alis terangkat, merasa tidak yakin jika mereka akan cocok menjadi teman satu kelompok dalam tugas ini.

Pertama, Galena membenci sejarah.

Kedua, Vano adalah hal yang tidak Galena sukai.

Ketiga, gabungan sejarah dan Vano adalah mimpi buruk bagi Galena.

Artinya ia harus terjebak dengan hal yang tidak di sukainya karena hal yang Galena benci.

Tidak dengan Vano karena menurut lelaki itu hal ini adalah perpaduan yang sangat baik.

Pertama, sejarah adalah hal yang paling di sukai Vano.

Kedua, berdebat dengan gadis unik macam Galena adalah hal yang mulai di sukai Vano.

And the last, history with Galena is the best mixed ever!

avataravatar
Next chapter