6 KING BULLYING - GAWAT! KETAHUAN!

Jarum jam pendek sudah menunjukan angka tiga yang artinya kini sudah waktunya untuk pulang sekolah. Vino hanya memantau aksi sepupunya selama beberapa hari awal masuk sekolah, menjahili teman-temannya tanpa henti.

To; Mama Vanya

Mam, gank Vano ngebully

anak orang lagi.

send.

***

Vano adalah murid teladan. Iya teladan. Telat datang pulang duluan. Meskipun Vano datang pagi pun tujuannya adalah bersantai di rooftop sekolah.

Vano memarkirkan motor besar hitamnya di pekarangan rumah. Warna motornya sama seperti yang di gunakan David saat SMA. Motor besar berwarna hitam. Bahkan David sangat excited saat Vano meminta motor besar berwarna hitam.

Vano membuka pintu rumahnya, rumah yang sangat nyaman dan sederhana. Dan itu menjadi kebanggaan sendiri untuk Vano karena David di bantu dengan teman kuliahnya yang membuat model rumah ini. Meskipun David seorang pembisnis tapi pernah kuliah di jurusan arsiektur.

"Vano! Kamu bully anak orang lagi hah?" Murka Vanya kepada putra semata wayangnya

Baru saja Vano membuka pintu rumahnya, ia sudah mendapatkan teriakan dari sang mama. Diam-diam Vano berdecak malas karena pasti ada seseorang yang mengadu segala perbuatannya di sekolah kepada ibunya.

"Apaan sih ma?" Elak Vano, tangannya meraih tangan Vanya kemudian menciumnya.

"Gak usah ngelak kamu. Cepetan mandi terus sapu, ngepel dan bersihin debu-debu!" Perintah Vanya membuat Vano lagi lagi mendengus dengan sebal.

Ia sendiripun suka heran, mengapa orang orang selalu menunduhnya jika ada pembullyan di sekolah, nyatanya ia hampir tidak pernah membully orang sekalipun. Tapi bisa di bilang Vano adalah otak dari pembullyan di sekolah.

"Sekalian hati kamu bersihin dari debu-debu kejomloan." teriak Vanya sebelum Vano masuk ke dalam kamar.

"Astaga nyokapnya siapa sih," gumam Vano tak habis pikir.

Vano segera memasuki kamarnya yang berpintu berwarna cokelat itu kemudian mandi dan memakai baju biasa. Setelah itu Vano mengambil vakum cleaner dan mulai membersihkan kasur, sofa serta karpet-karpet dari debu. Selepas itu Ia mengambil sapu dan menyapu seluruh lantai di rumahnya yang terakhir adalah mengepel lantai rumahnya.

Vano sudah terbiasa melakukan pekerjaan in rumah tangga sejak SMP. Jika ia melakukan kesalahan maka Vano harus membersihkan rumah. Jika mood Vano sedang sangat bagus mungkin dia akan berinisiatif sendiri untuk membantu Vanya.

"Siapa lagi yang jadi target gank kamu?" Tanya Vanya seraya menatap anaknya itu yang sedang sibuk mengepel lantai.

"Murid baru kelas Vano ma," jawab Vano santai.

Vanya hanya mengangguk angguk saja mendengar jawaban Vano.

"Cewek?"

Vano menghentikan aktivitas mengepelnya sesaat. "Iya cewek," Kemudian ia kembali melanjutkan pekerjaannya.

"Terus dia jadi temen sebangku kamu dong? Kan sekarang kamu duduk sendiri,"

Vano berdecak kesal. "Iya lah,"

Vanya menganggut manggutkan kepalanya. Ia terus mengawasi Vano hingga Vano selesai mengerjakan hukumannya kemudian

dudukdi kursi meja makan sebrang Vanya.

"Vino kemana?" Tanya Vanya ketika baru menyadari jika Vino belum pulang sejak satu jam setelah waktu pulang sekolah.

"Biasalah ma, osis." Jawab Vano seraya mengambil bihun ke piringnya. Ia baru teringat jika tadi Vino menitip pesan kepadanya jika dirinya akan pulang terlambat karena mau mengurusi laporan osis terlebih dahulu.

Vano tak habis heran dengan Vino, pantas saja sepupunya itu setia menjomlo karena terlalu sibuk mengurusi organisasinya. Padahal tak sedikit gadis yang menyukai lelaki kompeten seperti Vano.

Vanya sudah makan sejak tadi, jadi ia hanya menemani Vano makan sembari menunggu Vino dan David pulang ke rumah.

"I'M HOME!" Teriak David ketika masuk ke dalam rumah. Vano hanya bisa menggeleng geleng kecil kepalanya melihat tingkah papanya itu.

David menghampiri istrinya itu kemudian mengecup puncak kepala Vanya, seperti biasa Vano melayangkan tatapan tidak suka kepada papa-nya.

Bisa-bisanya mereka romantis di depan seorang jomlo!

"Makannya cari pacar sana!" Ejek David ketika menyadar raut wajah Vano yang tidak mengenakkan.

Vano berdecih sinis.

"Emang kenapa sih papa ngelakuin hal yang kaya gitu tiap hari ke mama? Lagian juga mama gak bakal pergi kok,"

David membalas ucapan anaknya dengan gumaman tidak jelas.

"Papa kamu kan gak mau mama pergi lagi. Apa lagi kalau sampai di ambil Gabriel lagi," ujar Vanya di selingi kekehan ringan kemudian langsung pergi ke dapur untuk membuat minuman dingin, ia juga bermaksud untuk menghindari amukan suaminya itu.

"Hah Gabriel? Siapa emangnya pa?" Tanya Vano sebelum memasukan sendoknya kedalam mulutnya.

David mendengus kasar, raut wajah David seketika berubah menjadi masam.

"Itu orang yang pernah nikah sama mama sebelum papa," jawab David sedikit kesal.

Uhuk uhuk

Mendengar jawaban itu, Vano langsung tersedak oleh makanannya kemudian dengan cepat ia meraih gelas dan meneguknya hingga tandas.

"Jadi papa nikah sama janda gitu?" Vano membelalakan matanya tidak percaya.

Sontak Vanya yang mendengar hal itu, ia langsung memukul kepala Vano menggukan sendok yang berada di tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya memegang susu putih dingin yang baru saja ia buat di dapur.

Pletak

"Aduuhh," ringis Vano seraya mengusap kepalanya yang terasa sakit itu.

Vanya meletakan gelas itu di hadapan David sedikit kesal.

"Aku ke depan dulu," ujar Vanya kemudian langsung melenggang pergi dari ruang makan.

David terkekeh mendengar hal itu.

"Oh iya, kamu kan gak tau apa apa tentang mama kamu," David baru teringat jika anaknya itu tidak mengetahui kisha cintanya sebelum ia menikah dengan Vanya.

Vano mengernyit heran, ia sendiri menjadi penasaran bagaimana kisah cinta kedua orang tuanya dulu. Siapa tau, ia bisa belajar dari pengalaman orang tuanya.

"Ceritain pa," pinta Vano akhirnya.

David mengangguk setuju kemudian mengalirlah sebuah cerita. Cerita akan masa lalunya 20 tahun silam.

"Gimana rasanya kalau kamu jadi papa terus kamu lihat mama jalan di altar bareng pria lain?"

"Biasa aja," jawab Vano polos membuat David berdecak kesal. Rupanya ia salah memberikan pertanyaan.

"Papa waktu itu pernah ngelakuin kesalahan fatal pas mama kamu ulang tahun yang ke tujuh belas,"

"Kesalahan?"

David menganggukan kepalanya.

"Waktu itu papa udah ngejanjiin mama kamu buat nunggu di taman. Tapi papa mendadak lupa karena di ajak orang tua papa ikut ke puncak buat rayain ulang tahun mantan papa. Dan mama kamu nunggu papa di taman berjam jam di tengah hujan deras,"

"Wih mantap jiwa bossque." Vano bergumam agar tak terkena amukan David.

David menarik napasnya dalam dalam, ia menceritakan ini bermaksud untuk memberi anaknya pelajaran, namun ketika ia menceritakannya kembali dirinya kembali di hantui dengan perasaan bersalah.

"Terus bang Azka, kakaknya mama kamu mau nyusulin mama ke taman. Tapi tiba tiba aja terjadi kecelakaan. Tepat pas ulang tahun bang Azka 3 hari setelah mama kamu ulang tahun, bang Azka pulang ke rumah tuhan setelah koma,"

"Sebenarnya orang tua papa bukan orang tua kandung papa. Papa cuma anak angkat mereka karena mereka pengen anak laki laki selain mama Vino,"

"Dan Scarllet bukan ibu kandung mama kamu dan om Anton juga bukan papa kandung mama kamu. Kedua orang tua kandung mama kamu itu papa Mario sama mama Sarah,"

Vano melongo tak percaya. 'Drama bener ternyata kisah cinta hidup emak bapak gue.'

"Setelah 4 tahun mama kamu pindah ke Paris, papa di ajakin sama teman kuliah buat ke Paris. Awal niatnya cuma jalan jalan tapi papa ketemu mama kamu setelah 4 tahun lamanya mama kamu pergi ninggalin papa dengan perasaan bersalah karena setelah bang Azka meninggal minggu depannya mama kamu pindah ke Paris."

David memberhentikan ceritanya kemudian tertawa miris. "Miris banget ya kisah cinta papa?"

Vano meng-iya kan dan menganggukan kepalanya. "Lanjutin pa,"

"Ternyata papa telat ketemu mama kamu waktu itu. Mama kamu ternyata udah di jodohin sama Gabriel. Dan papa liat dengan mata kepala papa sendiri kalau mama kamu nikah sama Gabriel padahal papa sama mama punya perasaan yang sama,"

"Terus gimana pa?" Vano masih sangat penasaran dengan kisah cinta kedua orang tua nya itu.

"Mama kamu ngelakuin hal yang sedikit gila. Dia bikin pernikahannya cuma kontrak dan kontrak itu berlaku selama 4 tahun. Gak ada yang tau tentang itu kecuali sahabat mama kamu sama Gabriel sendiri karena pernikahan itu juga dari awal cuma karena bisnis,'

"What??" Vano membelalakan matanya.

"Tapi di tahun ketiga rencana mama gagal. Semuanya kebongkar sama media. Apalagi posisi mama kamu waktu itu jadi CEO wanita termuda dan model di salah satu agensi ternama,"

"Anjir, emak gue keren amat," gumam Vano mengagumi sosok Vanya. Ia lebih terkagum dari pada prihatin dengan rahasia kontrak pernikahan itu terbongkar.

"Dan setelah itu mama ngadain konferensi pers terus mama kamu cerai sama Gabriel dan setengah tahun kemudian mama kamu nikah sama papa deh."

David mengakhiri kisahnya itu.

"Yaelah, padahal Vano kepengen punya bapak bule. Gimana dong pah? Kan biar keren gitu pah biar blasteran."

David yang mendengar respon anaknya itu mendelikan matanya. Sejak tadi ia bercerita panjang lebar dan anaknya malah merespon seperti itu? Bahkan respect sedikit saja kepadanya pun tidak sedikitpun di tunjukan oleh Vano.

"Kamu mau punya papa kayak si Gabriel itu? Kalau gitu siniin semua fasilitas yang papa kasih ke kamu." David mengadahkan tangannya, memberi kode agar Vano memberikan semua fasilitas yang telah David berikan.

Cepat cepat, Vano mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya itu yang berarti peace. "Damai pa damai." Cengir Vano ketika dompet nya mulai terancam keberadaannya.

Vanya menghampiri kembali kedua pria yang sedang asik mengobrol itu. Kedua pria yang sangat berarti untuk hidupnya dan yang terpenting adalah yang membuat hidupnya menjadi lebih berwarna.

Vanya melingkarkan kedua tangannya di leher anaknya itu dari belakang.

"Puas dengerin ceritanya?"

"Puas ma. Vano jadi kepengen punya bapak bule aja dari pada bapak lokal," balas Vano tanpa merasa bersalahnya itu.

"Dav. Omongan Aldo kebukti," ujar Vanya dengan mata membulat.

"Anak siapa sih ini," decak David sedikit kesal terhadap tingkah anak semata wayangnya.

avataravatar
Next chapter