1 Prolog

Selamat membaca

¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶

Kediamanan Winandar

Ruang keluarga

Ruang tamu itu terasa dingin dengan kegelisan dirasakan seorang wanita muda yang duduk sendiri menghadap orang tua serta satu kakaknya. Ia menelan saliva tiba-tiba tidak enak perasaan, ketika mendengar permintaan menemui sang papa ketika selesai makan malam.

Tepatnya, setelah makan malam selesai dan bersih-bersih dapur juga selesai. Seperti perintah sang mamaz yang mengatakan papanya ingin bertemu. Ia pun bergegas ke ruang biasa untuk kumpul keluarga, entah untuk apa, karena ia pun tidak tahu.

"Kinara Mariska Winandar," panggil sang papa dengan suara tegas, menatap putrinya yang diam menunduk sambil memainkan genggaman tangan di hadapannya.

"Ya Papa?"

Kinara nama wanita muda itu, ia menyahuti dengan singkat, saat sang papa memanggil nama lengkapnya. Padahal, biasanya beliau hanya akan memanggil dengan sebutan Nara.

Seketika perasaannya tidak enak dan ia tidak bisa untuk kembali menelan saliva lagi dan lagi.

"Nara ada yang ingin Papa jelaskan," ujar sang papa, masih menatap putrinya dengan raut wajah menyesal.

Ya, tatapan menyesal dan itu semakin membuat Kinara, si wanita muda yang perlahan mengangkat wajahnya menatap sang papa bingungz serta penasaran yang semakin menjadi.

Sebenarnya ada apa sih, kenapa papa sampai menampilkan ekspresi seperti itu.

"Ada apa Pah?" tanya Kinara tanpa menutupi rasa penasaran.

Ia menatap papa, mama serta kakaknya bergantian, tapi hanya tatapan biasa saja yang ia dapat dari dua perempuan di depannya.

Apa yang aku harapkan? Mereka mana akan membantuku, batin Kinara miris.

"Bulan depan adalah pernikahan kakakmu," ujar sang papa dengan ekspresi aneh.

Kenapa Papa harus berekspresi seperti itu, bukanah ini berita bagus jika anak papa akan menikah? Perkataan papa semakin membuatku bingung, pikir Kinara dalam hati.

"Wah .... Selamat kak Aliana!"

Kinara berseru senang, tanpa tahu jika seruan senangnya berbanding balik dengan apa yang ada di hati sang kakak yang dipanggilnya Aliana.

Aliana Fransiska Winandar, tepatnya.

"Itu seharusnya."

Loh! Kok?

"Maksudnya apa Pah?"

"Tidak usah banyak basa-basi, Pah."

"Mah!"

"Biarkan Mama yang jelaskan."

Kinara melihat semakin bingung saat papa dan mamanya yang saling berebut, untuk menyampaikan apa maksud dari ucapan bertele-tele ini dan ia juga bisa melihat ekspresi kesal dari sang mama, serta menyesal yang lagi-lagi diperlihatkan sang papa.

Seketika jantungnya berdegub kencang, seakan Kinara tidak ingin mendengar perkataan sang mama selanjutnya.

"Kinara," panggil sang mama memandang putri tirinya dengan sorot mata tegas, itu artinya si wanita muda harus menuruti apa yang akan di sampaikannya.

Glek!

Kinara bahkan harus dengan susah payah, saat menelan saliva sendiri.

Aku takut, jika apa yang akan aku dengar nanti adalah hal yang akan membuatku jantungan seketika, batinnya.

"Iya, Mah?"

"Seperti yang Papamu bilang, bulan depan seharusnya adalah pernikahan Aliana." Sang mama menjeda kalimatnya sebentar, sebelum melihat putri kandungnya dengan helaan nafas lelah. "Tapi sayang, Aliana menolak pernikahan ini." lanjutnya

Lalu apa hubungannya denganku?

Kinara hanya bisa bertanya dalam hati, semakin menatap tidak mengerti ke arah sang mama dan membuat wanita paruh baya itu menghela nafas lagi kemudian menatapnya serius.

"Sebagai gantinya kamu yang akan kami nikahkan, dengan calon suami yang seharusnya menjadi calon suami kakakmu."

Jderrr!!

Bagaikan tersambar petir di siang bolong, dunia Kinara seakan berguncang.

Apa ini. Apa aku tidak salah dengar, kenapa kak Aliana yang menolak aku yang harus melanjutkan.

"Apa maksudnya, Mah?" tanya Kinara dengan suara dan napas tercekat.

Tidak ini tidak mungkin, aku baru saja lulus dan baru saja akan masuk bekerja, bahkan aku baru saja berniat pergi dari sini. Tapi bukan dengan cara seperti ini aku pergi dari rumah ini, lanjutnya dalam hati.

"Maksudnya sudah jelas Kinara, Aliana menolak dan kamu adalah gantinya. Kami tidak bisa membatalkan begitu saja, karena undangan dengan cepat tercetak saat kami menerima lamaran."

Tidak .... Aku tidak ingin, aku bahkan tidak tahu siapa calon suamiku nanti, batin Kinara masih dengan perasaan kacau.

"Tapi, Mah. Aku bahkan baru mulai bekerja, ak-

"Kamu masih bisa bekerja, kamu bisa diskusikan dengan calon suamimu nanti. Ah.... Maksud Mama, kamu diskusikan setelah kalian menikah nanti, karena kalian akan bertemu saat di pernikahan."

"Mah, aku tidak bisa. Aku tidak mengenalnya dan aku juga tid-

"Kinara Mariska Winandar! Ini bukan hak kamu untuk memilih dan ini sudah final!"

"Tapi Pah!"

"Ini permintaan sekali seumur hidup Papa, Nara."

"Papa…." Kinara hanya bisa melihat nanar ke arah sang papa yang kini bangkit, berjalan meninggalkannya diikuti oleh sang mama dan kakaknya yang tersenyum miring ke arahnya.

"Sudah selesai, pembahasan sampai sini saja."

Bersambung

avataravatar
Next chapter