1 Part 1. Hukuman untuk Kiara

Kalau tingkah kamu seperti anak kecil dan tidak bisa bertanggung jawab atas dirimu bagaimana nanti masa depan mu. Papah tidak sanggup Kiara, lebih baik kamu papah pesantrenkan saja," Tuan Indra Saputra berteriak dengan emosi untuk sekian kalinya Kiara berkelahi disekolah dengan teman laki-laki dan untuk kesekian kalinya pula orang tuanya dipanggil kesekolah.

"Mulai besok, kamu akan dikawal. Papah  sudah minta sekolah agar mengizinkan dan mereka setuju,  mobil Papah tarik kamu pergi dan pulang sekolah diantar, begitu juga dengan les. Tidak ada main sampai kamu lulus SMA," kembali Indra berkata masih dengan nada yang tinggi.

"Tapi Pah, aku cuma beladiri, lagi pula salah sendiri berani nantangin aku," Kiara dengan nada kesal berusaha menjelaskan kejadiannya

"Yang kamu ajak berkelahi itu rata-rata anak baik-baik Kiara, disekolah yang gak punya ulah, macam kamu," Kali ini Indra sepertinya sudah tidak bisa memberi toleran untuk Kiara.

"Dan jauh-jauh dari si Dony dan kelompoknya ingat itu," Tuan Indra keluar sambil Membanting pintu Kamar Kiara.

"Akhirnya Singa keluar juga dari kamar ku," guman Kiara sambil membaringkan dirinya dikasur, setelah hampir satu jam diceramahi dan Dimarahi oleh Papahnya, tak lama dia malah tertidur.

***

Kiara terbangun dari tidurnya ketika suara keras dari luar kamarnya memanggilnya, dia melihat dirinya masih berbalut baju seragam sekolah.

"Kiara bangun, makan dulu,"  Rendy abangnya rupanya yang membangunkannya.

"Ampun ya ni anak pulang sekolah bukan ganti baju malah langsung tidur, bangun, ganti baju lalu turun makan, sakit nanti kamu kalau gak makan," Randy menarik tangan Kiara.

"Iya Kak sebentar," Kiara turun dari kasurnya masuk kedalam kamar mandi yang ada dikamarnya

"Cepet jangan lama, yang lain menunggu dibawah," kemudian Randy keluar dari kamar Kiara

Kiara adalah anak ketiga Tuan Indra Saputra dua kakaknya laki-laki mereka terpaut umur cukup jauh yaitu 8 tahun dengan Randy 10 tahun dengan Faisal. Ibunya meninggal dunia ketika Kiara berumur 3 tahun, kesibukan ayahnya dan kedua kakaknya membuat Kiara lebih sering sendiri, terkadang untuk mendapatkan perhatian ayah dan kedua kakaknya Kiara sering melakukan keributan atau ulah yang menyebabkan ayah dan kedua kakaknya kerepotan karena harus membereskan masalah yang dibuat oleh Kiara, sampai pada batas kesabaran ayahnya habis, tadi siang.

"Kunci mobilmu mana?" Tuan Indra berkata sambil menikmati kopi hitam dari cangkirnya.

"Ada dikamar," Kiara duduk kursi meja makan didepan ayahnya.

"Ambil, berikan pada kakakmu?" perintah tuan Indra, Kiara berdiri kembali dan berjalan menuju kamar nya untuk mengambil kunci mobilnya.

"Ini Pah kuncinya," Kiara memberikan kunci mobilnya kepada ayahnya.

"Kasihkan ke Ka Faisal," lalu Faisal mengambilnya

"Mulai besok kamu diantar pa Mahmudi," kembali tuan Indra Berkata

"Tapi Yah…. " belum selesai Kiara berkata Papahnya sudah memandangnya

"Tidak ada tapi untuk belajar dan pengawasan besok ayah akan mengirim Darren untuk mendampingi mu, tidak ada lagi kelakuan konyol kamu disekolah dan jangan coba-coba kabur dari sekolah," Ayahnya berkata masih tetap memandang wajah Kiara, Mata Kiara mulai berkaca-kaca. Bukan ini yang diingininya kenapa musti orang lain yang dikirim untuk mengawasinya, dulu ketika TK sampai SD Bi Surti yang menemaninya, SMP Bi Ika yang menemaninya sekarang ditambah dengan Darren dan siapa pula Darren?.

"Sudah jangan nangis masa preman nangis," Randy menuangkan teh ke cangkir didepan Kiara.

"Jangan membantah, ikuti perintah papah kamu bukan bayi lagi," Indra berdiri meninggalkan meja makan, sejak Istrinya meninggal Tuan Indra lebih memilih tenggelam dalam pekerjaannya, dia menjadi pengusaha sukses karena Istrinya.

***

Sudah seharian  Kiara berada didalam kamarnya, dia memasang headset ditelinganya sambil mendengarkan musik dari laptopnya. Kiara mematikan telepon genggamnya, dia tidak ingin berbicara dengan siapapun saat ini.

"Kamu lagi apa?" Faisal sudah berdiri dibelakangnya sambil mengangkat head set dari kepala Kiara.

"Kamu harus terima , konsekuensinya atas setiap tindakan yang kamu ambil. Kami  mungkin salah membiarkan mu dewasa sendiri, tapi harusnya kamu datang pada kami setiap punya masalah tidak dipendam sendiri. Mulai sekarang belajar dewasa Kiara keadaan yang mengharuskan kita seperti itu, kita hidup tanpa ibu dari kecil atau….. kamu ingin Papah menikah lagi agar kamu bisa ada yang menemani?" Faisal menatap adiknya, Kiara hanya menggelengkan kepala.

"Lalu kenapa harus orang lain yang mengawasi kenapa gak ka Faisal Atau Ka Rendi Atau mungkin Papah?" Kiara masih duduk di depan laptopnya.

"Kamu ini lucu…. kita hidup tanpa ibu Kiara, belajarlah dewasa aku harus membantu menjalankan perusahaan, Papah sudah tua, sedang Randy itu dokter yang punya tanggung jawab pada pasiennya," Faisal menarik kursi yang diduduki Kiara, sehingga menghadap padanya yang duduk dipinggir tempat tidur Kiara.

"Dengar baik-baik Kiara belajar dewasa.. kamu sudah kelas tiga SMA bukan anak bayi lagi, kamu sudah 18 tahun berikan kami kebanggaan  seperti kamu menjuarai kejuaraan Karate antar SMP dahulu. Kalau pun tidak, jangan bikin ulah dan bolos lagi seperti kemarin," Faisal berdiri lalu memegang kepala Kiara.

"Percayalah Kiara Kami menyayangimu," lalu Faisal berdiri, Kiara memandangi punggung kakaknya yang keluar dari kamarnya.

Kiara berdiri dari kursi yang dia duduki tadi, kemudian masuk kekamar mandi dikamarnya, dia membasuh seluruhnya tubuhnya dengan air, dia masih merenungi kata-kata kakaknya. Sejak SMA Kiara merasa kesepian ketika bertemu dengan Doni dan teman-temannya dia merasa nyaman berteman dengan mereka, Dony memang pintar namun keluarganya yang broken home membuatnya sering berbuat Onar tapi dia setia kawan, sementara Kiara yang tidak suka bergosip lebih nyambung jika bergaul dengan Dony dan teman-temannya.

"Kiara. Turun, makan malam dulu," Ayahnya berteriak dari bawah, dan dengan malas dia keluar dari kamarnya seperti biasa dia memakai kaos lengan pendek dan celana pendek.

"Liat anak gadisku Bram, dia tidak berubah dari dulu sampai sekarang kelakuannya masih sama, masih suka bikin onar," Indra berkata pada Bram sahabatnya ketika SMA, rupanya ada tamu dan mereka sedang kumpul dimeja makan.

"Apa kabar Om?" Kiara menghampir Bram dan menyalaminya.

"Baik Kiara. Kamu sudah besar, cantik lagi percis mamamu," Bram mengusap rambut Kiara.

"Oh iya, kenalkan ini keponakan Om namanya Darren dia baru selesai kuliah di Australia, rencananya mau belajar kerja sama papahmu, biar jadi orang sukses seperti papah mu," Bram memperkenalkan Darren yang duduk disampingnya.

"Darren," Kiara menyalami Darren, lalu duduk disebelah Randy.

"Jadi ini pria yang mulai bakal mengawalku, selain Pa Mahmudi," Kiara berkata dalam hatinya.

"Ayo silahkan dinikmati makan malamnya," Indra mempersilahkan tamunya untuk menikmati makan malam yang sudah tersedia diatas meja makan.

"Kamu mau kemana Kiara?" tanya ayahnya, melihat kiara berdiri dari kursi makanya setelah makan malamnya selesai.

"Kekamar… aku kan sudah selesai makannya Pah," Kiara menjelaskan tanpa merasa bersalah.

"Duduk! yang lain belum selesai," ayahnya berkata sambil memandang Kiara, Randi menarik tangan Kiara perlahan untuk duduk kembali, Kiara mengikutinya. Lalu mereka berbincang-bincang sementara Kiara hanya diam saja, Darren dari kursinya sekali-kali memperhatikan Kiara.

"Jangan dibiasakan meninggalkan meja makan ketika orang-orang dewasa masih duduk, kalaupun orang harus meninggalkan meja makan permisi dulu," Indra selalu berusaha tegas pada anak-anaknya tapi Kiara menganggap ayahnya terlalu otoriter terhadap dirinya.

***

"Pah," Kiara menghampiri Ayahnya yang sedang memeriksa berkas pekerjaannya.

"Aku masih boleh ikut latihan karate kan?" Kiara memandangi ayahnya yang sedang sibuk mengurusi berkas pekerjaanya.

"Papah tidak melarang, kamu tetap bisa menjalankan aktivitasmu, selama dibawah pengawasan Darren," Dia berkata sambil memasukan berkas kedalam map.

"Ya Sudah," Kiara meninggalkan ayahnya yang masih duduk disofa ruang tengah.

***

avataravatar
Next chapter