webnovel

Ungkapan

"Nak, mama nggak maksud buat kamu marah, Mama cuma.."

"Cuma apa ma?! Cuma iseng?! Cuma karena ingin?! cuma sebuah foto? Cuma masa lalu? Iya? Itu bagi mama! Bukan aku. Aku nggak pernah lagi minta mama untuk datang kesinibahkan untuk menghubungi mama aja gak aku lakukan. Karena aku tau semua permintaan aku gak akan pernah mama turuti, semua permohonan aku gak akan pernah mama dengar. Aku cukup tau diri bahwa sekarang kehidupan mama udah berbeda, bukan aku lagi prioritas mama tapi keluarga baru mama, dan aku udah gak pernah sekalipun berharap untuk kehadiran mama. Tapi, Kenapa sekarang mama harus datang disaat kehidupan aku udah jauh lebih baik, kenapa gak dulu waktu aku lagi butuh mama. Mama kemana saat aku butuh dukungan mama, kenapa yang ada cuma bi Yayan? Dulu mungkin aku akan diam aja saat mama bilang bahwa mama capek dengan semuanya, bahkan aku yang saat itu gak tau apa-apa harus pasrah saat mama lebih memilih kebahagiaan mama dari pada bertahan untuk aku. Tapi untuk saat ini, menerima kehadiran mama setelah sekian lama, aku gak bisa."

"Mama juga gak pernah tau gimana sakitnya aku menghadapi omongan orang, bahkan saat aku ketakutan dengan pedasanya cibiran orang dan berharap mereka ngerti aku juga gak mau di posisi ini! Mama dimana? Sekarang mama datang seakan-akan semua yang aku rasakan hanya hal kecil untuk mama. Mama datang seakan ini kunjungan biasa yang sering mama lakukan. Setidak mengerti itu ya mama sama perasaan aku?" Lepas, lepas semua rasa yang selalu Khaira pendam. Bahkan dia tidak tau bahwa dirinya jauh lebih tegar dari pada dulu. Terbukti dengan tidak adanya air mata saat dia mengungkapkan segala kepedihan hatinya. Tapi hatinya lega karena melepaskan semuanya di tempat yang seharusnya. Perasaan yang masih sering menghampiri seakan berkurang menyisakan sebagian ruang lebih di hatinya.

Khaira tahu ucapannya bisa saja menyakiti hati Fara. Tapi untuk saat ini dia tidak perduli dia hanya ingin mamanya mengerti dan tau apa yang dia rasakan, Khaira mau mamanya sadar bahwa dia sudah tidak baik-baik saja saat mereka dengan tega menitipkannya kepada pembantu rumah mereka. Bahkan dinginnya AC tidak dapat mendinginkan suasana hati Khaira. Bagaimana pun, dia tidak pernah meminta mama nya untuk datang, kalaupun ingin harusnya Fara tau bagaimana perjuangan Khaira untuk keluar dari kubangan menyakitkan itu. Harus nya Fara sadar, bahwa untuk saat ini Khaira sedang dalam proses pemulihan, lukanya belum mengering sempurna.

Raja yang sedari tadi berusaha menenangkan Khaira merasa sakit saat melihat Khaira berusaha menahan air matanya yang siap tumpah kapanpun. Raja tau Khaira berusaha membangun benteng pertahanannya lebih kuat lagi, dia mengerti bahwa Khaira tidak ingin terlihat lemah di depan Fara, tapi dia tidak suka sifat itu. Dia ingin Khaira menangis bukan untuk menunjukkan kelemahannya, tapi karena dengan menangis Raja yakin sesak di dada Khaira dapat berkurang.

Sedangkan Fara, dia termangu di tempatnya, seakan tersadar bahwa luka Khaira bukan hanya berasal dari mantan suaminya, tapi juga dari dia. Bisa jadi dirinya yang menyebabkan luka terbesar di hati Khaira. Lalu dia harus bagaimana? Dengan limbung Fara maju, hendak menghampiri Khaira. Dia harus menjelaskan semuanya, meminta maaf atas segala tindakannya yang ternyata begitu menyakiti untuk Khaira.

"Nak, mama gak tau kalau selama ini kamu begitu sakit, mama pikir cukup dengan mengabari kamu dan mengirim uang belanja tiap bulan kamu akan mengerti bahwa mama memperhatikan mu. Tapi ternyata cara mama salah, tanpa mama sadari kamu terabaikan. Mama nyasar meninggalkan kamu nak, tapi.."

"Udah lah ma, apapun yang ingin mama jelaskan lebih baik mama simpan. Aku lagi gak pengen dengerin apapun omongan mama. Aku capek, ngeliat mama datang dengan santai seolah aku baik-baik saja dengan kehadiran mama, aku gak bisa. Hati aku belum siap dan aku gak tau kapan siapnya. Aku mohon sama mama untuk saat ini, jangan bicara sama aku karena aku lagi mempersiapkan hati aku yang udah hancur untuk mendengar segala alibi mama," pungkas Khaira. Wanita itu langsung memunggungi kedua orang tersebut dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Seolah memberi tanda bahwa dia sedang tidak ingin di ganggu.

Fara yang ingin kembali membuka suara di tahan oleh Raja, pria itu tidak ingin mertuanya mendengar kata yang lebih menyakitkan lagi dan tidak ingin membuat Khaira lebih tertekan dari ini. Dengan lembut dia mengusap rambut Khaira dan memperbaiki selimutnya. Barulah di tuntunnya Fara keluar dari kamar mereka. Membawa mertuanya ke ruang keluarga dan menuntunnya duduk di salah satu sofa. Diraihnya tisu dan memberikannya kepada Fara. Lalu Raja bangkit menuju dapur untuk mengambil segelas air, setelah dirasa Fara sudah cukup tenang barulah Raja membuka suara.

"Maafin Khaira ma." Raja menatap tepat di kedua mata Fara, ada kesedihan sekaligus ketidak isapan disana. Raja tau bagaimana rasanya, sakit tentu saja. Ibu mana yang tidak sakit ketika mendapat penolakan, tapi balik lagi. Raja Tidak bisa menyalahkan Khaira untuk apa yang istrinya itu katakan, karena dia sendiri yang menjadi saksi betapa sakit dan menderitanya Khaira.

"Kamu tidak harus meminta maaf Raja. Mama yang salah karena meninggalkan anak mama begitu saja, apa yang mama dapat hari ini adalah apa yang mama tanam dulu. Mama yang sudah membuat putri mama seperti itu, jadi siap tidak siap inilah yang mama terima," ucapnya. Bukannya berhenti, air itu semakin mengalir seiring dengan ingatannya akan ucapan Khaira tadi. Bohong besar jika Fara mengatakan dia baik-baik saja,  karena nyatanya hatinya perih begitu mendengar ungkapan Khaira.

Kemana hatinya dulu? Bagaimana bisa dia meninggalkan putrinya dan seolah lupa, ia datang kembali seperti tidak ada yang terjadi. 

"Mama istirahat dulu ya, besok Raja akan coba untuk bicara sama Khaira. Ucapan Khaira tadi jangan mama ambil hati, dia pasti sedang sensitif seperti yang tadi mama bilang. Raja antar mama ke kamar ya."

Raja menuntun Fara untuk masuk kedalam kamar tamu, mempersilahkan mertuanya itu untuk istirahat dan melupakan sejenak ucapan istrinya tadi. Bagaimana pun Raja tidak bisa menyalahkan Khaira untuk apa yang terjadi. Setelah memastikan lampu Raja menutup pintu dan berjalan menuju kamarnya dan Khaira.

****

Kacau banget part ini. Aku janji part depan lebih baik lagi.

Batam, 22 November 20.

Next chapter