webnovel

SEBAB - AKIBAT

"Apa yang kau lakukan?!"

"Ada apa?" tanya teman-teman mereka yang baru saja sampai di depan kamar Liana ketika mendengar umpatan keras Bara.

Tadi, selepas kepergian Liana dan Bara, mereka begitu bingung harus meneruskan pencarian Vella atau tidak, sedangkan mereka sendiri yakin jika memang temannya itu mungkin saja sudah tidak berada di area villa tempat mereka menginap, tetapi mungkin memang telah pergi bersama dengan sahabatnya --yang kata Liana akan berkunjung itu.

Cukup lama mereka berunding, di bawah terik sinar matahari yang semakin terasa menyengat setiap pangkal rambut mereka. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke villa, mengikuti Liana dan Bara untuk mengetahui kejelasan di mana Vella kini berada. Apakah benar gadis itu pergi bersama dengan temannya?

"Kau sudah menghubungi temanmu?" Cia mengarahkan pandangannya ke arah Liana.

Sementara Bara yang sedari tadi sibuk mengusap bibirnya dengan punggung tangan sontak mengeluarkan umpatan. "Dasar jalang sialan!" ucapnya dengan begitu menggebu. Bahkan dadanya kini terlihat bergerak naik dan turun dengan begitu cepat seiring emosinya yang semakin meluap.

"Apa yang terjadi? Dan, siapa yang dia maksud dengan jalang?" Nandrea yang baru saja tiba sontak mengerutkan kening seraya menyenggol lengan teman sebelahnya.

Di sisi lain, teman yang Nandrea senggol itu hanya mampu memasang wajah yang tidak kalah bingung seraya menaikkan kedua bahunya. "Entah, aku juga baru saja sampai," terangnya sedikit berbisik.

"Aku memintamu menelepon sahabatmu itu! Bukan menciumku! Sialan!" Bara kembali memaki, membuat siapa saja yang berada di sana sontak membelalakkan matanya, kecuali Liana yang masih terdiam dan justru sibuk berkutat dengan pikirannya sendiri.

Apa yang telah dia lakukan? Berpikir tentang kejadian yang dia lalui semalam bersama Bara benar-benar membuat pikiran dan tubuh Liana semakin menggila.

Bara seakan menepati janjinya untuk membuat Liana menginginkan tubuh itu lagi, lagi, dan lagi. Tetapi dengan tega Bara justru masih saja memikirkan wanita lain, bahkan membentaknya demi wanita itu. Liana hanya ingin membuat Bara mengingat hal terindah yang terjadi di antara mereka. Siapa tau, dengan ciuman yang dia berikan kali ini membuat Bara perlahan mengingat memorinya tentang tadi malam dan sedikit demi sedikit mulai kembali terbuai dengan dirinya.

Namun ternyata dugaan Liana salah. Bukannya menikmati dan membalas cumbuan itu, Bara justru mendorongnya menjauh dan semakin memakinya. Lalu pria itu kini dengan tega menyebutnya 'Jalang Sialan' ?

Mata Liana mulai berkaca-kaca, namun dia berusaha sekuat tenaga untuk menahan butiran bening itu agar tidak terjatuh di hadapan teman-temannya . Kali ini dia benar-benar merasa malu karena sudah bertindak begitu gegabah.

"Hah?" pekik beberapa di antara mereka saat mendengar penuturan Bara. Siapa, mencium siapa?

"A-- apa?" gagap teman-temannya yang lain, lalu mereka saling melemparkan pandangan dengan pikiran masing-masing yang saling berkecamuk.

"Li?" Nandrea mendekat dan mencoba meraih bahu temannya yang sedari tadi menunduk seolah ingin menyembunyikan wajahnya itu.

"Ma-- maafkan aku," gugup Liana, lalu segera menepis tangan Nandrea yang masih bertahan di bahunya.

"Emm, aku akan segera menelepon Mila," ucap Liana lagi, kemudian mulai berjalan mendekati kasurnya dan mulai mencari ponsel yang semalam sempat dia simpan di dalam tasnya.

Dengan tubuh gemetar, Liana berusaha menekan layar ponsel miliknya untuk mencari nama Mila di daftar kontak benda pipih itu, kemudian dia segera menekan tombol berwarna hijau setelah menemukan sebuah nama yang ingin menjadi tujuannya.

"Keraskan suaranya!" bentak Bara sembari sedikit berjalan mendekat. Sebenarnya dia sudah malas sekali berhadapan dengan Liana. Seandainya saja dia tidak memerlukan wanita itu untuk memperoleh informasi tentang Vella, sudah pasti sejak kejadian beberapa detik yang lalu dia akan pergi meninggalkan wajah tidak tahu malu itu.

Betapa murahannya wanita itu sehingga di dalam keadaan yang genting seperti ini dia malah melakukan hal yang tidak senonoh.

Sebenarnya, ini bukanlah kali pertama Bara mendapatkan perilaku seperti itu dari seorang wanita. Dia bukan lelaki baik yang selalu menjaga jarak pada lawan jenisnya. Bahkan bisa dibilang Bara selalu berperangai buruk dan hanya mendekati wanita untuk dia jadikan sebagai bahan mainan saja. Dan pemuas nafsu tentunya.

Lalu setelah itu, setelah dia merasa bosan dan menemukan target yang baru, maka Bara akan dengan mudah membuang para wanita itu dengan begitu saja. Tidak peduli jika mereka menangis, meraung dan memohon agar Bara mau bertahan dan kembali di samping mereka. Justru, semakin mereka merasakan sakit, semakin besar pula kesenangan yang akan Bara dapatkan.

Wanita selalu murahan. Bara bahkan tidak perlu melakukan banyak hal untuk membuat mereka tunduk dan takluk terhadap dirinya. Hanya sekali senyum dan sedikit beramah - tamah, maka setiap wanita yang dia targetkan akan dengan senang hati membuka kedua pahanya untuk Bara, dan merelakan tubuhnya dijamah sesuka hati pria itu. Bahkan tanpa Bara meminta, terkadang mereka sudah menawarkan tubuh mereka terlebih dahulu.

Bara berdecih mengingat hal itu. Dan kini, wanita di depannya berperilaku sama saja dengan wanita yang pernah dia kenal sebelum-sebelumnya. Bahkan Liana rela mengkhianati sahabatnya sendiri demi mendapatkan apa yang dia inginkan.

Sebenarnya, sudah sejak lama Bara menduga jika Liana memang memiliki rasa kepadanya. Terlihat dari wanita itu yang selalu mengirimkan sebuah pesan berisi kalimat basa-basi untuknya, sikap sok perhatian, dan segala hal memuakkan lainnya.

Namun, selama ini Bara selalu berusaha baik dan ramah karena dia berpikir bahwa dia akan selalu membutuhkan Liana. Bukan untuk menghangatkan tempat tidurnya. Tentu saja tidak. Bara hanya memanfaatkan Liana karena gadis itu merupakan salah satu orang terdekat Vella --pujaan hatinya.

Bara bahkan sudah lama menghentikan perilaku brengseknya itu saat setelah untuk pertama kalinya dia bertemu dengan Vella. Ya, gadis itu benar-benar mengubah dunia Bara, dan membuat dirinya seolah menemukan kembali sebuah rasa yang dahulu sempat menghilang.

Ibarat tidak akan pernah ada asap jika tidak ada api. Hal itu pula yang terjadi pada hidup Bara. Sebelum menjadi sebrengsek itu, dirinya juga pernah menjadi pria setia. Bahkan amat sangat setia.

Dahulu, Bara pernah memiliki seorang kekasih yang dia cintai dengan begitu tulus. Sayangnya, ketulusan Bara justru dianggap sebagai sesuatu yang 'bodoh' oleh kekasihnya, sehingga wanita itu mau bertahan dengan Bara karena ingin memanfaatkan kebodohannya saja. Kebodohan, dan uangnya.

Bara selalu memberikan segalanya untuk wanita itu. Bahkan saat teman-temannya mencoba untuk membuka mata dan pikirannya tentang bagaimana perangai buruk kekasihnya itu, Bara selalu saja berusaha menyangkal dan bahkan lebih memilih hubungan dengan teman-temannya renggang ketimbang dia harus melepaskan kekasihnya.

Bara sangat mencintai dan mempercayai kekasihnya. Sangat. Kekasihnya adalah gadis yang manis dan baik. Teman-temannya pasti hanya merasa iri dengannya sehingga selalu memberikan berita yang tidak-tidak terkait kekasihnya tersebut. Berita yang bahkan sama sekali tidak pernah bisa mereka buktikan kebenarannya kepada Bara.

Ya, setidaknya hal itulah yang selalu ada di dalam benak Bara saat hampir setiap hari para sahabatnya selalu saja mengoceh di depannya dan mulai lagi dan lagi mengatakan hal yang buruk tentang kekasihnya.

Hingga akhirnya hari kesaksian itu tiba, dan Bara dapat melihat sendiri tentang kebenaran setiap apa yang teman-temannya katakan.