52 Part 52 Ada Syarat

"Bi aku disini jenuh banget. Di dalam rumah terus cuma ini itu aja. Aku ingin banget bisa jalan-jalan keluar."rengek Arini pada Bi Sumi yang sedang membersihkan kamar Arini. Sebenarnya kamar yang ditiduri Arini adalah kamar Panji yang sudah lama dipersiapkan Panji untuk Alena. Namun takdir berkata lain. Kamar itu malah ditinggali Arini sekarang bersama dengan calon buah hatinya.

"Tapi mas Panji nggak ngizinin mbak Arini keluar. Diluar juga ada ajudannya mas Panji buat jagain mbak."jawab Bi Sumi mendekati Arini yang terlihat sedih.

"Ya aku tahu bi. Tapi beneran aku sangat bosan di rumah terus bi."Arini berdiri dan melihat kearah luar jedela. Rumah Panji begitu sepi sekali. Di depan kamar Panji langsung menghadap pagar tinggi yang membatasi rumah Panji dengan jalan kompleks. Sampai sekarang Arini belum pernah lihat suasana sekitar kompleks rumah Panji.

Dari balik kaca jendela Arini membayangkan kalau dirinya bisa jalan-jalan diluar sambil menghirup udara bebas. Tentu sangat menyenangkan sekali baginya kalau itu memang terwujud. Tapi apa yang diinginkannya sekarang tentu tidak bisa dilakukannya. Karena Panji dengan sikap otoriter dan seenaknya sendiri mengurungnya tanpa memperdulikan perasaannya.

"Kasihan juga mbak arini."Bi Sumi tidak tega melihatnya. Arini terus melihat kearah luar dengan tatapan kosong.

"Mas Panji, mbak Arini ingin jalan-jalan keluar katanya. Dia bosan di dalam rumah."tanpa sepengetahuah Arini, Bi Sumi mengirimkan pesan kepada Panji. Diam-diam kemarin Bi Sumi disuruh Panji untuk memberikan kabar mengenai keadaan Arini kepadanya.

Bi Sumi berharap kalau Panji akan memberi izin pada Arini untuk bisa keluar hanya sekedar jalan-jalan. Tapi nyatanya pesan yang dia kirim malah tidak mendapatkan respon dari Panji.

Arini kini hanya bisa mondar mandir untuk mencari kesibukan agar tidak bosan. Mondar mandir saja malah membuatnya cape. Akhirnya dia kembali ke kamar lagi. Duduk sendiri dan menatap jaca jendela.

Ceklek

Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dan membuat Arini terkejut hingga mengalihkan pandangannya kearah pintu. Betapa terkejutnya dia ketika melihat sudah berdiri seorang laki-laki yang gagah dan tampan dengan memakai kemeja warna putihnya. Laki-laki itu tidak lain adalah Panji. Dilihat dari pakaiannya nampak seperti sedang bekerja. Tapi kenapa malah datang ke kamarnya dengan pakaian kantor.

"Kamu ngapain?"Panji mendekati Arini yang sedang duduk ditepian kasur dekat jendela yang tirainya sengaja dibuka sehingga terlihat pemandangan luar rumah.

"Biasa duduk saja."Arini membuang muka. Percuma saja dia bicara dengan Panji toh dia juga tidak akan dibolehkan keluar rumah untuk jalan-jalan.

"Ayo keluar."kata Panji dengan singkat. Arini langsung menoleh kearah Panji lagi. Dia bingung dengan maksud Panji itu.

"Apa?"Arini mengerutkan kedua alisnya karena bingung dengan maksud Panji barusan.

"Katanya tadi kamu ingin jalan-jalan. Ayo."jawab Panji dengan mengedipkan matanya kearah Arini.

Arini tidak pecaya. Bagaimana Panji tahu kalau dirinya ingin jalan-jalan keluar. Padahal tadi dia hanya bercerita sama Bi Sumi saja. Apakah mungkin Bi Sumi yang memberitahunya. Kalau bukan Bi Sumi siapa lagi.

"Kamu ngebolehin aku keluar?"Arini beranjak dari kasur dan kini Panji langsung menatap Arini yang terlihat semangat sekali saat dituruti keinginannya.

"Hmm. Tapi sama aku."jawab Panji sambil melipat kemeja tangannya.

"Nggak usah. Aku sendiri saja."jawab Arini dengan cepat.

"Kalau begitu nggak usah keluar kamu."ancam Panji. Arini langsung memanyunkan bibirnya kedepan. Panji melihatnya terkejut. Betapa lucunya wajah Arini saat menjulurkan bibirnya itu.

"Eh bukan gitu. Apa kamu nggak berangkat ke kantor. Ini kan masih jam 8."Arini mencari alasan.

"Kalau mau ya ayo. Kalau nggak mau ya udah."Panji meninggalkan Arini begitu saja.

"Ya ya aku mau."Arini berlari mengiktui Panji dari belakang.

"Kamu tunggu diluar dulu. Aku mau ganti pakaian."Panji menuju ke almarinya. Arini meninggalkan Panji sendirian di kamar.

"Kok harus sama dia sih. Kan nggak asik."gerutu Arini sambil menunggu Panji di luar.

Akhirnya Arini bisa keluar juga dari sarangnya. Meskipun harus dikawal sama Panji. Sebenarnya dia tidak mau kalau Panji menemaninya tapi mau gimana lagi. Daripada nggak bisa keluar jadi dia terpaksa mau ditemani Panji.

"Pasang seat beltnya."suruh Panji sambil memakai kacamata hitamnya.

Arini menuruti perintah Panji. Sekarang dia sudah bisa menggunakan seat beltnya sendiri. Dia teringat masa lalunya dulu ketika masih jadi asisten rumah tangga di rumah Nyonya Diana, Panji pernah mengajarinya memakai seat belt. Berkat itu sekarang dia sudah bisa menggunakan seat belt sendiri.

"Sudah."Arini menoleh kearah Panji. Kebetulan Panji sedang memperhatikannya. Keduanya beradu pandang dalam jarak yang sangat dekat.

Arini begitu terpukau denga paras Panji kala memakai kacamata hitamnya itu. Tidak disangkanya Panji begitu tampan sekali dan tambah keren dengan sentuhan kacamata hitam itu. Begitusebaliknya Panji juga terpesona dengan paras wajah Arini yang sangat cantik alami itu. Tanpa sentuhan make up sama sekali tapi wajah Arini sudah memancarkan aura cantik dari wajahnya.

"Khmmm."Panji berdehem dan mengalihkan pandangannya dari Arini. Arini juga ikut berpaling dari Panji. Mereka berdua saling buang muka.

Panji melajukan mobilnya keluar dari garasi. Arini merasa senang sekali akhirnya kini dia bisa menghirup udara bebas. Arini membuka kaca jendela mobil. Kemudian dia menarik nafas. Panji mendengarnya langsung menoleh kearah Arini.

"Hmmm."suara lenguhan nafas Arini.

"Dasar."gerutu Panji dalam hati sambil melirik Arini sebentar.

"Kamu mau kemana?"tanya Panji masih fokus kedepan. Arini refleks menoleh ke Panji.

"Aku sebenarnya mau ke taman."jawab Arini dengan ragu.

"Kenapa harus taman?"lagi-lagi Panji meneleh ke Arini.

"Nggak tahu. Aku hanya kepengen saja."jawab Arini dengan tatapan pasrah. Dia berpikiran kalau Panji tidak akan mau diajak ke taman.

Panji tidak menjawabnya. Arini sudah tahu kalau Panji tidak akan mau diajaknya ke taman. Secara nanti kalau di taman pasti ada orang banyak. Sedangkan Panji tidak ingin kalau ada orang lain melihat Arini yang sedang mengandung anaknya.

Dibalik kacamata hitamnya itu, Panji diam-diam melirik Arini yang sedang terlihat menunduk. Dia tahu kalau Arini sedang menyembunyikan rasa sedihnya karena tidak dituruti kemauannya.

"Kasihan juga kalau tidak aku turuti."Panji tidak tega kalau tidak menuruti permintaan Arini yang sedang hamil anaknya itu.

Selang beberapa menit berlalu, tiba-tiba mobil Panji berhenti. Arini sedari tadi hanya menunduk dan memainkan jarinya. Kini Arini berusaha mendongak kedepan dan melihat apa yang sedang terjadi sama mobil Panji. Kenapa tiba-tiba berhenti.

"Arini tidak melihat apa-apa di depan mobil Panji. Giliran dia melihat kesampingnya. Tiba-tiba ada sebuah tempat yang menyita perhatiannya. Ada banyak bunga dan pohon-pohon di samping kaca mobilnya.

"Wow indah banget."puji Arini saat melihat kesamping. Panji melihatnya ikut merasa senang.

"Kita ke taman?"Arini menoleh kearah Panji yang ada disampingnya.

"Hmm."jawab Panji dengan singkat.

"Apa aku boleh kesana?"tanya Arini sambil memohon. Sepertinya Arini memang sangat ingin mengunjungi taman itu.

Panji melihat kearah taman yang ada disamping mobilnya itu. Terlihat banyak orang yang sedang berlalu lalang disana. Dia khawatir kalau ada yang mengenali Arini dan tanya-tanya tentang keadaan Arini itu.

"Nggak boleh. Kalau ada yang lihat kamu gimana."Panji dengan tegas tidak mengizinkannya.

"Aku janji deh. Nggak akan ada orang yang melihatku. Aku ingin sekali kesana."rengek Arini sambil memohon lagi.

"Sekali tidak boleh ya tidak boleh. Sudah lihat dari sini saja."Arini tidak bisa berkutik lagi.

Akhirnya Arini hanya bisa melihat keindahan taman dari balik kaca gelap mobil Panji. Tentu itu tidak diinginkannya. Tapi mau gimana lagi, semuanya ada di tangan Panji.

"Aku malah nggak tega melihatnya kayak gini."Panji melihat Arini yang sedari tadi terus memandangi keramaian taman dari balik kaca jendela mobilnya.

"Kamu mau kesitu?"tanya Panji. Arini langsung menoleh ke Panji dan mengangguk.

"Kamu pakai ini. Keluarlah. Aku tunggu disini. Jangan lama-lama."Panji melepaskan kacamata hitamnya. Kemudian diberikan ke Arini. Arini menerimanya.

Arini menerima kacamata Panji dengan tatapan kosong. Bagaimana bisa dia keluar dengan memakai kacamata seperti itu. Terus dia hanya dikasih waktu sebentar saja. Arini hanya diam saja sambil memandangi kacamata milik Panji.

"Tapi kan disana nggak ada orang yang pakai kacamata."Arini melihat ke beberapa orang yang ada di taman. Tidak ada satupun dari mereka ada yang memakai kacamata hitam. Dia merasa malu.

"Nggak mau ya udah. Ayo kita pulang."Panji mengambil lagi kacamatanya dari tangan Arini.

"Ya aku mau."Arini mengambil lagi kacamata yang telah direbut Panji.

"Ya kamu tunggu disini aja. Aku janji hanya sebentar saja disana."jawab Arini sambil mengenakan kacamata hitam Panji dan keluar.

avataravatar
Next chapter