26 Part 26

"Tante…"Alena baru keluar dari mobil Panji langsung menghampiri Nyonya Diana yang sedang duduk sendirian di depan rumah. Alena sudah menganggap Nyonya Diana sebagai calon mertuanya.

"Udah pulang ya kalian."Nyonya Diana bangkit dari kursinya dan langsung berdiri. Alena langsung mencium tangan nyonya Diana. Dia berusaha mencari perhatian dari calon mertuanya itu.

"Ayo masuk. Kalian istirahatlah di dalam."Nyonya Diana mengajak Alena masuk. Begitupula dengan Panji yang berjalan mengikuti mamahnya dari belakang.

"Gimana tadi kerjaannya.?"nyonya Diana menatap kearah Alena. Seperti yang telah diketahui kalau Alena adalah wanita karir dan memiliki beberapa usaha. Salah satu yang membuat Nyonya Diana suka dari Alena adalah cara hidupnya yang mandiri dan pekerja keras.

"Lancar kok tante. Apalagi pulangnya dijemput dia."Alena terlihat sumringah dan melirik kearah Panji. Panji mendengar kalau Alena sedang mengkode dirinya, kini dia hanya bisa tersenyum saja.

Mereka bertiga beristirahat di ruang tengah sambil menonton televise. Panji yang merasa sudah gerah dan keringatnya lengket sekali memutuskan untuk naik ke lantai atas hendak mengganti pakaiannya itu. Sedangkan Alena dan mamahnya sibuk mengobrol di ruang tengah sembari menunggu Panji berganti pakaian.

Alena terus mengajak bicara Nyonya Diana agar semakin akrab. Kalau dalam hal mencari muka Alena ahlinya. Nyonya Diana baru tahu kalau Alena suka bicara. Saking banyak ceritanya Nyonya Diana sempai-sampai terhibur setelah sebelumnya merasa sedih karena harus ditinggal Arini pergi.

Tidak berselang lama Panji datang menghampiri mereka berdua. Panji nampak terlihat sudah mengganti kemejanya dengan pakaian santai kaos lengan pendek warna hitam dan celana pendek warna putih. Apapun pakaian yang dikenakan Panji pasti selalu nampak serasi dengan badannya yang gagah itu. Alena semakin terpukau dengan ketampanan dan gagahnya pacarnya itu walaupun hanya memakai fashion simple.

Nyonya Diana tidak mau mengganggu waktu kebersamaan anaknya itu bersama kekasihnya. Jadi Nyonya Diana berpamitan hendak ke kamarnya. Kini tinggallah Alena dan Panji saja di ruang tengah. Mereka berdua mulai mengobrol disana. Ditengah-tengah mengobrol, Panji tiba-tiba teringat Arini di jalan tadi.

"Kemana dia kok belum kelihatan."batin Panji terlihat cinglak cingluk mencari Arini di sekitaran dapur. Tapi tidak kunjung melihatnya.

"Sayang, aku kemarin ditanya sama papah mamah pengen reti kamu."kata Alena sambil memainkan jari-jemarinya.

"Kamu kapan datang ke rumahku?"tanya Alena melirik kearah Panji. Malah dilihatnya Panji sedang menoleh kebelakang. Ternyata sedari tadi Alena berbicara, Panji tidak mendengarnya dan malah asyik melihat yang tidak diketahuinya.

"Sayang."Alena terlihat kesal karena Panji. Panji refleks menoleh kearah Alena karena terdengar suara Alena yang sedikit keras.

"Hmmm. Kenapa?"Panji tidak mendengar apa yang telah dikatakan Alena kepadanya.

Alena masih memndam rasa kesal dan marah pada Panji. Bukannya fokus sama pembicaraanya malahan ini fokus sama hal yang tidak diketahunya.

"Kamu tadi bilang apa. Aku ngga mendengarnya."Panji menatap Alena yang terlihat kesal.

"Nggak dengar apa sengaja nggak pengen denger ? Alena melotot kearah Panji.

Panji merasa bersalah karena telah mengabaikan Alena gara-gara memikirkan Arini. Kini Alena terlihat kesal sekali padanya.

"Ngggak gitu. Ya aku minta maaf. Kenapa-kenapa kamu tadi bilang apa tadi?"Panji ingin meredam amarah Alena dengan meminta maaf. Panji tahu kelemahan Alena saat marah itu adalah ketika Panji mengakui kesalahannya dan mengucapkan kata minta maaf. Seketika mendengarnya Alena langsung luntur amarahnya.

"Kamu tadi ngeliatin apa sih."Alena menoleh kebelakang tepat kearah dapur. sepertinya tadi Panji mengamati dapur.

"Nggak kok. Aku tadi cuma reflek menoleh ke dapur aja."kata panji.

"Itu lho mamah sama papahku pengen tahu kamu. Apa kamu nggak pengen datang ke rumah. Kenalan sama mamah papahku. Kita kan sudah pacaran. Kapan kamu serius sama aku?"Alena memang sudah cinta banget sama Panji. Niat awalnya yang hanya ingin pura-pura mencintai Panji karena ingin balas dendam kepada Raisa kini malah membuatnya benar-benar jatuh cinta pada Panji. Begitusebaliknya Panji juga mencintai Alena.

"Kok udah mikir sampai situ sih yang. Kita kan belum ada setahun pacarannya. "Panji terheran-heran ketika tahu Alena terlihat ngebet sekali untuk menikah.

"Ya sih. Tapi kan aku udah cinta benget sama kamu. Kamu juga. Kayaknya sudah sayang sama aku."Arini terlihat pede sekali dihadapan panji.

"Memang sih aku cinta sama kamu. Tapi entah kenapa aku belum punya niatan untuk menikah dengan kamu."batin Panji dalam hati. Kalau dipikir-pikir juga apa yang dibilang Alena itu ada benarnya juga. Kalau sudah saling cinta kenapa ngga melanjutkan ke hubungan yang serius lagi yaitu menikah.

"Aku masih belum kepikiran untuk nikah muda. Usiaku masih 23 tahun dan aku masih ingin melebarkan sayapku di dunia bisnis."jawab Panji. Sebenarnya dia juga bingung kenapa tidak ada pikiran untuk menikahi Alena secara dia kini sudah bisa dibilang sukses.

"Kamu kan sudah menjadi pengusaha sukses sekarang sayang. Terus mau apalagi sih."kata Alena. Panji mendengarnya langsung sadar. Dirinya memang sekarang bisa dibilang pengusaha sukses di usianya yang masih muda. Usahanya sudah tersebar dimana-mana mulai dari konveksi, show room dan rumah makan. Sekarang yang harus dipikirkannya tinggal pasangan hidup.

Panji hanya bisa diam saja setelah dipuji Alena tadi. Dirinya sekarang memang sudah mencapai impiannya menjadi pengusaha sama seperti ayahnya. Dirinya memang mengikuti jejak ayahnya sebagai pengusaha. Semua bisnis yang digelutinya itu merupakan usaha yang sudah dirintisnya dari nol. Tanpa sedikitpun dia melibatkan ayahnya dalam membangun usahanya.

Dan dia sadar kalau diluaran sana banyak perempuan yang mengidolakannya. Secara dirinya itu sudah mapan dan ditambah lagi dengan paras wajahnya yang bisa dibilang tampan. Panji mengetahui itu semua dari omongan beberapa orang salah satunya adalah Rehan sahabatnya sendiri.

"Aku kan juga takut kalau kamu sampai beralih hati dari aku nantinya."Alena tiba-tiba terlihat sedih ketika menatap Panji.

"Kan aku cinta sama kamu. Kenapa kamu sampai takut seperti ini."Panji tidak menyangka kalau cintanya Alena begitu besar padanya sampai-sampai takut kehilangannya.

Reflek Panji langsung memeluk Alena. Alena yang awalnya merasa sedih dan takut tiba-tiba langsung merasa puas dan lega seiring dengan pelukan hangat Panji itu kedalam pelukannya. Wanita seperti Alena yang manja itu sangat senang ketika dipeluk. Dengan dipeluk seperti itu Alena merasa disayangi dan diperhatikan.

Alena menikmati pelukan Panji. Bahkan Alena terlihat membalas pelukan Panji. Tangan Alena mulai melingkar di perut Panji. Mereka berdua saling berpelukan.

"Ya sudah kalau kamu memang belum siap. Tapi kamu harus janji sama aku kalau kamu nggak akan mengkianatiku."kata Alena yang suaranya sedikit hilang karena harus terhadang dengan dada Panji.

"Kamu ngak usah sekhawatir itu. Aku kan sayang sekali sama kamu."jawab Panji sambil mengeratkan pelukannya. Begitupula dengan Alena.

"Cium"Alena mendongak ke wajah Panji berharap bisa divium Panji.

"Aku nggak mau."Panji tahu batas-batasnya sebagai kekasih Alena. Makanya dia menolak permintaan Alena.

Nyonya Diana merasa kesepian di dalam kamar sendirian. Todak berselang lama akhirnya dia keluar dan hendak ke dapur untuk minum. Setibanya di dapur tiba-tiba jantungnya merasa kaget ketika melihat dapur sepi senyap. Dia baru ingat kalau orang yang biasanya memasak disana sekarang telah pergi. Kalau pergi sebentar mungkin dia tidak akan sesedih dan sekaget ini. Berhubung perginya Arini itu adalah selama-lamanya dan sambil membawa pikulan masalah dihidupnya membuatnya ikut merasakan rasa kesedihan yang sedang dialami Arini.

"Kasihan sekalii kamu."batin Nyonya Diana yang masih kepikiran dengan Arini. Dapur terasa sepi sekali setelah kepergian Arini.

Nyonya Diana duduk sendirian di meja makan. Biasanya jam segini makanan sudah tersaji dengan rapi di atas meja. Tapi sekarang sudah tidak ada. Kemungkinan besok Nyonya Diana akan mencari pengganti Arini untuk menyelesaikan pekerjaan rumahnya.

"Mamah."Panji baru pulang setelah mengantar pulang Alena. Tidak biasanya mamahnya terlihat sedih seperti itu.

"Kamu habis darimana?"Nyonya Diana terkejut ketika melihat Panji tiba-tiba muncul.

"Mamah kenapa kok kelihatan sedih seperti ini."Panji ikut duduk di kursi sebelah mamahnya.

"Arini sekarang sudah tidak bekerja disini lagi."Nyonya Diana nampak sedih saat membahas Arini. Walaupun belum lama Arini bekerja dirumahnya tapi hatinya sudah terikat sama Arini. Berkat kebaikan dan kesabaran Arini itu mampu membuat Nyonya Diana sayang kepada Arini. Jadi saat ditinggal Arini, dia merasa kehilangan sekali.

"Apa."Panji terkejut sekali. Bahkan mamahnya sendiri juga ikut terkejut ketika melihat Panji bereaksi seperti itu. Seumur-umur mamahnya tidak pernah sampai terkejut seperti itu

"Kamu juga kaget gitu ya…"Nyonya Diana heran melihat Panji.

"Kenapa dia berhenti bekerja disini."batin Panji dalam hatinya bertanya-tanya . Mendengar Arini pergi, seketika Panji merasa bersalah. Panji mulai flashback masalalunya bersama Arini ketika terjadi kejadian yang tidak diinginkan mereka. Jelas itu semua salah Panji.

"Kamu kenapa kok melamun seperti itu"Panji terlihat melamunkan sesuatu setelah mendengar Arini keluar dari rumahnya. Bahkan raut wajah Panji terlihat sedih sekali setelah ditinggal Arini pergi.

"Mengapa dia berhenti. Seharusnya dia disini, biar aku bisa tanggung jawab sama dia."Panji masih mengingat dirinya telah menodai Ariniyang masih polos dan tidak bersalah sama sekali padanya.

"Di..dia ada urusan katanya."Nyonya Diana berbohong pada Panji dan tetap merahasiakan mengenai masalah Arini yang tengah hamil. Sesuai dengan pesan Arini padanya sebelum pergi.

"Urusan apa memangnya dia."Panji melamun kembali.

"Tuh kamu melamun lagi ?Nyonya Diana menepuk pundak Panji agar segera sadar dari lamunannya itu.

"Nggak kok mah. Itu tadi aku mikirin Alena."Panji menutup-nutupi kalau dia tengah memikirkan Arini lagi. Dan sekarang dia ingin mengelabuhi mamahnya dengan membahas Alena.

"Gimana hubunganmu deengan Alena. Kayaknya kamu berdua saling mencintai. Gimana kalau kalian menikah saja."Nyonya Diana mengejutkan Panji. Sebenarnya Panji juga ingin menikah dengan Alena. Baginya ALnea itu dapat menggantikan sosok Raisa di dalam hatinya. Alena mampu menghilangkan rasa sakit hatinya kepada Raisa.

"Menikah mah?"Panji tidak percaya kalau mamahnya juga telah merestuinya untuk menikahi ALena.

"Ya. Kalian kan sudah saling mencintai. Mamah juga ingin puya cucu dari kamu."Nyonya Dian jujur atas keinginannya ingin memiliki cucu lagi.

"Aku juga ingin menikahi Alena. Tapi aku juga tahu kalau aku masih muda dan aku ingin meneruskan keinginanku untuk membangun bisnisku semakin maju lagi mah."kata Panji sambil menunduk. Nyonya Diana tahu kalau Panji memang masih muda jadi ambisinya untuk mengejar cita-citanya masih besar.

"Ya terserah kamu lah nak. Mamah selalu mendukungmu. Tapi kan tidak ada salahnya juga kalau kamu memang benar-benar mencintai ALena maka segeralah menikahinya. "Nyonya Diana memberi masukan kepada anaknya.

"Keburu nanti direbut sama cowok lain lho."Nyonya Diana menggoda Panji sebelum pergi ke kamar karena sudah malam.

Ini sudah malam jadi Nyonya Diana sudah mengantuk. Besok rencananya dia ingin mencari pembantu untuk menggantkna Arini di rumahnya. Sedangkan Panji masih duduk diam saja di meja makan. Pikirannya entah kenapa terus memikirkan Arini.

"Kalau kayak gini aku malah terus merasa bersalah. Terus gimana aku tanggung jawab sama dia secara dia sendiri sudah pergi."Panji masih duduk di meja sendirian. Pikirannya teeus memikirkan Arini yang sudah keluar dari rumahnya.

.

avataravatar
Next chapter