webnovel

KETIDAKSENGAJAAN BERAKHIR SALING CINTA

Dialah Arini...Niatnya membantu untuk menggantikan bibinya yang bekerja di sebuah rumah mewah di Jakarta malah membuatnya harus kehilangan masa depannya. Anak majikannya yang bernama Panji malah membuat Arini harus kehilangan mahkota yang selalu dijaganya. Panji melakukannya karena tidak sengaja. Bagaimana kelanjutan dari hubungan Arini dan Panji setelah peristiwa itu terjadi, apalagi Arini saat itu baru saja lulus SMA dan berencana ingin melanjtkan ke perguruan tinggi...

clarasix · Teen
Not enough ratings
349 Chs

Part 24 Sudah Tahu

"Nggakkkkkk."Arini terbangun dari mimpinya. Dalm mimpinya dia dinyatakan hamil. Masih tidak percaya jadi dia langsung terbangun dan berteriak.

"Aku pasti bermimpi."Arini menganggap dirinya bermimpi. Untuk membuktikan kalau dirinya tidak bermimpi jari-jarinya kini mencubit pipinya sendiri. Dia merasakan sakit pada pipinya. Itu berarti dia memang tidak bermimpi.

"Hiks…hikss…."Arini langsung meneteskan air mata. Dia tidak mengira kalau dirinya memang benar-benar hamil sekarang.

Matanya serasa berat sekali. Mungkin itu efek dari dia habis menangis tadi. Dia melihat ke sekitar ruangan kamarnya. Matanya terasa sipit sekali hingga dia tidak bisa melihat dengan jelas. Kini dia sudah tahu keadaannya tengah hamil anak Panji. Dan yang tahu kalau dirinya tengah hamil anak Panji hanyalah dirinya saja sedangkan Nyonya Diana tidak tahu akan hal itu.

"Apa yang harus aku lakukan?"Arini mengelus perutnya. Dia kini sudah tahu kalau di perutnya terdapat janin hasil perbuatannya dengan Panji. Jujur dia tidak mengharapkan keadaannya sekarang tapi mau gimana lagi ini sudah menjadi takdirnya.

Arini bingung sekali memikirkan keadaannya sekarang yang tengah berbadan dua. Hidupnya serasa buntu dan tidak ada jalan lagi untuk melanjutkan hidupnya lagi. Mana mungkin dia bisa membesarkan anak yang dikandungnya sendirian tanpa bantuan dari Panji. Dirinya yang hidup sebatang kara hanya bisa pasrah saja saat menghadapi kemalangan hidupnya sekarang.

"Apa aku harus menggugurkan bayi ini?"tiba-tiba terlintas dipikirannya untuk menghilangkan bayinya. Dengan begitu dia tidak akan bingung menghadapi masalahnya. Dan dia bisa hidup bahagia serta bisa meraih cita-citanya di masa depan.

"Tidak aku tidak mau menjadi pembunuh anakku sendiri. Anak ini tidak bersalah tapi Panji sendiri yang salah. Aku tidak boleh menggugurkan bayi ini."Arini tidak tega kalau harus menggugurkan anaknya sendiri karena harus menanggung malu. Biargimanapun Arini hanya lulusan SMA tapi dia masih memiliki akal sehat untuk tidak menggugurkan anaknya sendiri walaupun dia sendiri tidak mengharapkan anak yang tengah dikandungnya itu.

Di dalam kamarnya terasa sunyi dan hening. Pikirannya terus berputar-putar memikirkan bagaimana menghadapi masalahnya ini. Dirinya seorang diri dan tidak memiliki saudara di Jakarta terpaksa harus mencari solusi sendiri. Seharusnya saat-saat seperti ini Panji harus dilibatkannya dalam mencari solusi meghadapi masalahnya. Tapi entah kenapa dalam hatinya tidak ingin melibatkan Panji.

"Aku nggak mungkin melibatkan Panji dalam hal ini. Aku siapa dan dia siapa. Aku nggak bisa meminta pertanggungjawabannya secara dia juga melakukannya tidak sengaja. Walaupun ini adalah darah daging Panji sendiri tapi aku ragu kalau Panji mau tanggung jawab sama anak ini. Pasti keluarganya tidak akan bisa menerima anak ini. secara aku hanyalah pembantu di rumah ini. Aduh gimana ini. Aku bingung. Aku nggak tahu lagi harus berbuat apa?"Arini bingung harus melakukan apa sekarang. Tetesan air matanya mulai jatuh kembali.

"Disini aku hanya membuat malu. Aku harus pergi dari sini."Disaat Arini meringkuk di lututnya tiba-tiba terlintas dipikirannya untuk pergi dari rumah majikannya itu. Saat ini dia benar-benar malu karena telah hamil diluar nikah.

"Ya aku harus pergi dari sini."Arini mendongakkan kepalannya. Dalam hatinya sudah mantap akan keputusan yang satu ini.

Arini memutuskan untuk pergi dari rumah majikannya agar tidak ada orang yang merasa malu dan terbebani oleh keadaannya sekarang Itulah satu-satunya jalan untuknya dalam menghadapi masalah ini. Arini kemudian bangkit dari kasurnya dan mengusap kedua matanya yang agak remang-remang itu.

"Kayaknya sepi. Aku harus berbicara dengan Nyonya Diana sebelum aku pergi."Arini membuka sedikit pintu kamarnya dan mengintip suasana di luar kamarnya.

Arini keluar dari kamar dan melangkah mencari Nyonya Diana. Dia berharap tidak berjumpa selain Nyonya Diana di dalam rumah. Soalnya kedua matanya benar-benar sembab. Jadi kalau ada orang lain yang melihatnya pasti akan langsung tahu kalau dirinya habis menangis. Dan dia tidak mau kalau ditanya mengapa habis menangis.

Nampaknya di ruang tengah tidak ada tanda-tanda Nyonya Diana berada disana. Pandangnnya mulai menyapu setiap ruangan disana berharap segera menemukan Nyonya Diana. Tetapi hasilnya tetap nihil, dia juga tidak kunjung menemukannya.

"Kemana Nyonya Diana?"Arini terlihat cemas. Karena tidak ingin berlama-lama mencari.

Kini giliran kakinya melangkah keatas, ke kamar Nyonya Diana. Dia ragu kalau Nyonya Diana berada di lantai atas. Tapi ruangan yang belum dia cari tinggal lantai atas saja. Jadi terpaksa dia harus ke lantai atas untuk mencari Nyonya Diana.

"….kamu sekarang sedang apa disana?"Arini mendengar suara Nyonya Diana sedang bertelpon-telponan dengan seseorang di dalam kamar. Arini merasa lega setelah menemukan Nyonya Diana disana. Kini dia melangkah mendekati pintu kamar Nyonya Diana dan menunggu Nyonya Diana sampai selesai menelpon dengan orang yang tidak diketahuinya.

"Oh gitu ya. Ayu aku hanya ingin memberitahukan ke kamu." entah kenapa Arini tidak asing dengan suara yang ada ditelepon majikannya. Perasaanya tiba-tiba mengaitkan kalau yang dihubungi Nyonya Diana adalah bibi Ayu tidak lain adalah bibinya sendiri.

"Ayu aku ingin memberitahukan kalau Arini sekar…"Arini refleks langsung membuka pintu dan memegang tangan kanan Nyonya Diana sambil memohon-mohon. Seketika Nyonya Diana berhenti berbicara dan melihat Arini yang tiba-tiba muncul sambil memohon-mohon disampingnya.

"Saya mohon nyonya."Arini berbicara dengan pelan sekali sambil memohon-mohon menatap Nyonya Diana.

"Gimana ini…."batin Nyonya Diana.

"Halo nyonya Diana, Arini disana kenapa?"kata bibi Ayu terdengar penasaran karena Nyonya Diana tiba-tiba berhenti berbicara. Nyonya Diana mendengar jelas perkataan Ayu barusan tapi dia juga kini tidak bisa berhenti menatap Arini yang sedang berjongkok di bawah sambil memohon-mohon kepadanya.

"Saya mohon Nyonya,"Arini memohon sekali lagi.

"Oh nggak papa. Sa…saya hanya ingin memberitahukan kalau Arini disini kerjanya sangat baik dan rajin sekali."Nyonya Diana terpekasa harus mengurungkan niatnya untuk memberitahukan akan kejadian sebenarnya kalau Arini hamil. Melihat Arini seperti itu di hadapannya membuatnya tidak tega. Arini merasa lega sekali.

"Syukurlah kalau gitu Nyonya. Saya senang mendengarnya."bibi Ayu terdengar lega sekali. Padahal sebenarnya telah dibohongi.

"Padahal kurang sebentar lagi."batin Nyonya Diana saat usahanya untuk memberitahukan kepada Ayu kurang sedikit lagi. Karena tidak tega melihat Arini yang sudah memohon sampai segitunya jadi dia tidak jadi memberitahkuan Ayu.

Nyonya Diana menutup teleponnya. Arini bernafas lega seketika. Kalau sampai bibi Ayu tahu sebenarnya pasti akan merasa sedih, kecewa dan hancur karena anak yang telah dirawatnya sejak kecil itu telah membuatnya malu. Beruntung dia tidak terlambat jadi Nyonya Diana tidak jadi memberitahukan kepada bibinya itu. Mungkin kalau telat saja sedikit bisa-bisa semuanya akan terbongkar dan Bibi Ayu jelas marah dan kecewa padanya. Dimarahi dia rela tapi takutnya Bibi Ayu akan stress memikirkannya karena harus menahan malu akibatnya.

"Kamu kenapa sih. Biar bibimu tahu ini semua."ucap Nyonya Diana setelah meletakkan ponselnya di atas meja.

"Nyonya Makasih sudah tidak memberitahukan ke bibi saya. Tolong Nyonya jangan kasih tahukan lagi ke bibi saya. Saya mohon Nyonya."Arini memohon kedua kalinya agar Nyonya Diana tidak lagi berusaha memberitahukan kepada bibi Ayu.

"Ya sudah saya sekarang manut sama kamu saja."Nyonya Diana pasrah. Karena Arini sudah memilih kepurtusannya sendiri jadi dia harus menurutinya.

Arini dan Nyonya Diana keluar dari kamar dan turun kebawah. Sesampainya dibawah, Arini langsung menyatakan maksudnya untuk berbicara penting kepada Nyonya Diana mengenai pengunduran dirinya dari rumah majikannya itu. Setelah sampai di ruang tengah, Nyonya diana langsung duduk diikuti Arini yang duduk di bawah. Nyonya Diana tidak suka kalau Arini duduk dibawah saat mengobrol tapi tetap dilakukannya.

"Arin duduklah."Nyonya Diana mempersilahkan Arini untuk duduk di sofa .

"Hmmm."setelah duduk di sofa, Arini bingung harus memulai pembicaraannya darimana. Dia takut ketika mau menjelaskan maksudnya yang hendak mengundurkan diri dari pekerjaannya itu.

"Bicaralah. Kenapa kamu kayak gelisah seperti ini."Nyonya Diana penasaran karena Arini terlihat aneh.

"Nyo…nyonya sa…saya mau berbicara penting kepada Nyonya."Arini terlihat kikuk dan jantungnya mulai berdebar kencang. Nyonya Diana dibuat bingung oleh sikap Arini itu.

"Nyonya saya mau bilang kalau saya ingin mengundurkan diri dari pekerjaan ini."Arini dengan sekuat tenaga mengutarakan maksudnya kepada Nyonya Diana. Mendengarnya langsung membuat Nyonya Diana terkejut sekali.

"Memang kenapa?"Nyonya Diana ingin tahu alasan Arini ingin keluar dari pekerjaannya. Secara selama bekerja, Arini tidak pernah terlihat tidak nyaman bahkan sebaliknya Arini malah sering mendapatkan perlakuan baik dari beberapa orang.

"Sa…saya sadar sudah membuat keluarga ini malu. Dan saya tidak mau semua orang mengetahui semua tentang kehamilan saya ini. Cukup saya dan Nyonya saja yang tahu. Untuk itu saya memilih untuk mundur dari pekerjaan ini agar kabar ini tidak banyak diketahui orang banyak. Jadi keluarga nyonya tidak akan terkena dampak dari saya."Arini terlihat sedih. Sesekali Arini juga menunduk saat berbicara untuk menyembunyikan kesedihan yang dialaminya itu. .

"Kalau kamu keluar dari sini terus kamu mau kemana?"Nyonya Diana tahu kalau Arini tinggal sendirian di Jakarta. Satu-satunya keluarga yang dimiliki Arini adalah bibi Ayu. Sedangakan Bibi Ayu sendiri dilarang untuk mengetahui keadaannya sekarang.

Arini seketika langsung diam. Memang ada benarnya juga kalau dia memutuskan untuk keluar dari rumah majikannya lantas dia harus kemana. Secara di Jakarta dia tidak memiliki saudara. Pikirannya terus berkelayung memikirkan itu.

"Jujur saya merasa kecewa sekali sama kamu kok bisa kejadian seperti ini terjadi sama kamu. Kamu itu masih lugu, polos dan kayaknya juga tidak pernah berpacaran. Bagaimana bisa kamu hamil."Nyonya Diana menatap Arini sambil merasa heran. Arini juga tidak menyangka kalau kejadian bersama Panji bisa membuatnya hamil.

"Semua ini gara-gara dia. Andai nyonya tahu. "Arini menunduk dan membayangkan Panji saat melakukan padanya. Dia ingin marah meluapkannya kepada Panji namun percuma saja semua sudah terjadi.

"Kalau disesali ya percuma saja. Semua sudah terjadi. Nasi sudah jadi bubur. "Nyonya Diana juga tidak bisa berbuat apa-apa lagi pada Arini.

"Keputusanku sudah bulat. Aku harus pergi dari sini dan membesarkan anak ini sendiri"Arini melihat dan mengelus perutnya.

"Nyonya tolong rahasiakan semua ini dari orang-orang kalau saya hamil. Saya mohon kepada nyonya cukup saya dan Nyonya saja yang tahu. Saya mohon nyonya."Arini mendongakkan kepalanya menatap Nyoya Diana. Keduanya saling adu pandang.

"Ya saya janji akan merahasiakan ini semua."Nyonya Diana berjanji pada Arini. Arini merasa lega ketika mendengarnya.

"Nyonya…maaf mungkin hari ini adalah hari terakhir saya bekerja disini. Saya harus pergi dari sini untuk membesarkan anak ini sendiri. Saya sudah bulat dengan keputusan yang saya ambil ini."ucap Arini dengan suara sedikit berat.

"Ya sudah kalau itu keputusanmu. Terus nanti kalau Ayu menanyakanmu ?"Arini baru ingat dengan bibinya itu. Dia bingung harus bagaimana ketika dia memutuskan untuk kelaur dari rumah majikannya itu.

"Saya mohon nyonya tetap bilang kalau saya masih bekerja disini saja. Biar dia nggak khawatir sama saya. Saya mohon ya nyonya jangan kasihtahukan kalau saya hamil."Nyonya Diana langsung menangguk.Biargimanapun juga itu adalah keputusan Arini