webnovel

Amamiya Ryuki Mulai Khawatir Terhadap Temannya (2)

Akhir pekan memang selalu berakhir lebih cepat. Tanpa sadar, sekarang sudah hari Senin. Saatnya kembali ke kegiatan sehari-hariku berupa seorang pelajar.

Sesampai di kelas, murid-murid kelas sedang berbicara mengenai pertandingan bola basket dan bola voli. Jujur saja, aku tidak terlalu paham mengenai sistem turnamennya. Saat dulu di SMP, aku hanya mengikutinya karena diminta bantu saja, tanpa menjelaskan sistem turnamennya. Wajar kalau sampai sekarang aku tidak tahu apa-apa mengenai sistemnya.

Aku duduk di kursi dan meletakkan tas di gantungan tas di meja dan mulai menopang dagu di tangan kiriku sambil melihat keadaan kelas ini. Seseorang yang selalu menyapaku di pagi hari ini tidak ada. Fuyukawa-san mungkin saja tidak hadir karena cedera. Memikirkannya saja membuatku semakin khawatir.

Aku melihat Nazuka-san dan Shimizu-san berjalan ke arahku.

"Amamiya-kun, kemarin kami menang." Shimizu-san mengatakannya dengan nada gembira.

"Rasanya sangat menyenangkan." Nazuka-san juga mengatakannya dengan gembira.

"Selamat ya. Setelah pertandingan waktu itu, Taniguchi-san meneleponku untuk kasih tau hasil pertandingannya."

"Eh, jadi kamu sudah tau, ya? Padahal aku ingin ngagetin kamu, Amamiya." Shimizu-san tampak kecewa di raut wajahnya.

"Haha… semangat untuk pertandingan selanjutnya, Shimizu-san, Nazuka-san."

"Um, kami akan berusaha untuk menang lagi. Ya, kan, Izumi?"

"Tentu saja."

Melihat ekspresi mereka berdua aku menjadi senang dan tersenyum. Pasti mereka bisa menang lagi.

"Pagi, semuanya...!" terdengar suara yang tidak asing dari pintu masuk kelas. Suara yang selalu mengatakan selamat pagi kepadaku. Aku memalingkan pandanganku ke arah pintu dan kulihat di sana adalah Fuyukawa-san. Tanpa sadar aku sudah berdiri sambil melihat ke arahnya. Dengan langkah yang pelan dia berjalan menuju tempat duduknya.

"Pagi, Amamiya-kun."

"Pagi, Fuyukawa-san. Kakimu engga apa-apa?"

"Um. Lagian cederanya juga engga terlalu parah, kok."

"Syukurlah."

"Eh, kenapa dengan kakinya Fuyukawa-san?" Shimizu-san sepertinya tidak tahu. Dia begitu penasaran. Bahkan Nazuka-san memasang wajah penasaran sambil melihat ke arah kakinya Fuyukawa-san.

"Saat pertandingan terakhir kemarin, kakiku cedera sedikit. Tapi sekarang sudah baikan. Aku bisa tampil di pertandingan selanjutnya."

"Syukurlah kalau begitu."

"Ya, syukurlah."

Kemudian Fuyukawa-san duduk di kursinya, begitu juga denganku. Melihat keadaanya sekarang membuatku sedikit lebih lega. Semoga dia bisa tampil di pertandingan selanjutnya tanpa ada masalah.

"Ah, Nazuka-san, Shimizu-san, kemarin kalian menang, kan? Selamat ya!"

"Iya, makasih Fuyukawa-san."

"Kami akan berusaha menang lagi di pertandingan selanjutnya."

"Ayo sama-sama berusaha, Nazuka-san. Shimizu-san juga."

"Tentu saja."

Aku hanya bisa diam mendengar mereka berbicara tentang kegiatan dari klub mereka. Walaupun aku masuk klub, tapi kegiatan klub tersebut sungguhlah tergantung dari adanya orang yang meminta bantuan atau tidak. Jika tidak ada orang yang meminta bantuan, maka aku hanya diam sambil membaca buku untuk menghabiskan waktu.

Semakin dekat hubungan seseorang dengan seseorang yang lain maka semakin mudah baginya untuk khawatir tentang seseorang itu. Apa benar kalau hubunganku dengan Fuyukawa-san, Shimizu-san, dan lainnya menjadi semakin dekat? Aku sendiri masih sedikit meragukannya. Kalau dipikir-pikir lagi, sudah banyak hal yang berubah sejak aku mulai berteman dekat dengan mereka, terlebih dengan Fuyukawa-san. Dari awal, ini merupakan doaku saat mengunjungi Meiji Jingu. Mungkin dewa telah mendengarnya.

"Ah, iya, Amamiya-kun!"

"Mm? Ada apa, Shimizu-san?"

"Kami kan menang…"

"Iya…"

"Janjimu dengan Hitoka masih ingat, kan?"

"Ya, tentu saja."

"Baiklah."

Shimizu-san dan Nazuka-san hanya tersenyum-senyum, sedangkan Fuyukawa-san memiringkan kepalanya dengan ekspresi penuh tanda tanya.

"Janji dengan Hitoka? Taniguchi Hitoka dari kelas 2-C?" Fuyukawa-san bertanya.

"Iya, Fuyukawa-san."

"Iya… Hitoka bilang kalau tim voli putri menang, Amamiya-kun harus berkencan dengannya."

"Eh?" Fuyukawa-san terkejut dengan apa yang dikatakan Shimizu-san.

"Bukan kencan, tapi nemanin Hitoka belanja, Sumire."

"Ah, iya, belanja. Hahaha…"

"Begitu ya, Amamiya-kun?"

"Um, iya."

"Heh…"

"Ada apa ini? Kayaknya lagi seru, nih." Mizuno-san datang menuju tempat kami untuk masuk ke dalam pembicaraan kami.

"Ah, Mizuno-san. Ini nih, tentang janjinya Amamiya-kun dengan Hitoka." Shimizu-san langsung menjelaskannya dengan santai.

"Hitoka dari kelas 2-C? Janji apa emangnya, Amamiya-kun?"

"Nemanin Taniguchi-san belanja karena tim voli putri menang."

"Belanja, ya?" Mizuno-san tersenyum-senyum.

"Iya, belanja. Dan, kenapa kamu senyam-senyum sendiri, Mizuno-san?"

"Hahaha… habisnya, kamu lucu, Amamiya."

"Eh? Kenapa emangnya?"

"Itu jelas-jelas ajakan untuk kencan. Ya, engga?"

"Haha… iya."

"Kamu cuma engga sadar aja, Amamiya-kun."

Nazuka-san dan Shimizu-san tertawa dan setuju dengan apa yang dikatakan oleh Mizuno-san, tapi sepertinya tidak dengan Fuyukawa-san.

Berbeda dengan Mizuno-san, Nazuka-san, dan Shimizu-san yang tertawa, Fuyukawa-san hanya diam sambil memerhatikan dan mendengarkan obrolan kami dengan raut wajah seperti ingin mengatakan sesuatu.

"Benerkah? Aku engga pikir seperti itu. Saat itu Taniguchi-san bilang nemanin belanja."

"Sebelumnya Hitoka bilang untuk kencan, kan, Amamiya-kun?" Shimizu-san mencoba membuatku untuk mengingat kembali kejadian di ruang klub saat itu.

"Hm…" Aku mulai memikirkannya. Saat mulai berpikir, tangan kananku kuletakkan di daguku.

Memang saat itu Taniguchi-san bilang untuk berkencan dengannya. Tapi, dia kemudian menarik kembali perkataannya dengan menggantinya untuk menemani dia belanja. Jadi, apa yang benar? Kalau diteliti lebih lanjut maka perkataannya yang pertama merupakan keinginannya, yaitu untuk berkencan. Mungkin itu yang diinginkannya. Tapi kalau rasanya aku tidak perlu terlalu curiga terhadapnya. Mau orang lain bilang itu kencan, setidaknya aku tidak mengganggapnya seperti ini. Hanya menemaninya belanja saja.

"Gimana, Amamiya-kun?"

"Ah, iya, Taniguchi-san memang bilang untuk berkencan dengannya."

"Nah…"

"Hahaha, akhirnya kamu sadar."

"Jadi, gimana?"

"Gimana apanya, Nazuka-san?"

"Tetap pergi?"

"Tentu saja. Aku sudah janji dengan Taniguchi-san. Janji harus ditepati."

"Kamu pernah kencan sebelumnya, Amamiya-kun?" Fuyukawa-san yang dari tadi diam, sekarang mencoba bertanya.

"Tentu saja belum pernah."

"Oh, begitu…"

"Sudah nentuin kapan waktunya?" Mizuno-san sangat penasaran dengan hal ini.

"Belum. Mungkin nanti habis turnamennya."

"Ah, um, pasti begitu, ya. Lagian kualifikasi untuk mewakili Tokyo di Inter High masih lanjut."

"Kualifikasi? Sebenarnya aku sendiri masih belum paham sistem turnamen Inter High."

"Oh, kamu belum ngerti ya, Amamiya-kun? Sekarang kami semua masih berebut tempat untuk mewakili SMA dari Tokyo untuk bertanding di Inter High yang turnamennya skala nasional."

"Jadi, pertama-tama di tingkat prefektur dulu, terus ke nasional?"

"Iya, seperti itu. Setelah itu, barulah Inter High yang dilaksanakan di bulan Agustus di Gedung Olahraga Nasional Tokyo."

Mizuno-san menjelaskan dengan sangat jelas sehingga membuatku mengerti semuanya. Jika mereka bisa terus menang dan menjadi juara di tingkat prefektur, maka mereka bisa mendapatkan tiket untuk bertading di level nasional.

"Oh, aku ngerti sekarang. Makasih, Mizuno-san."

"Iya, sama-sama."

"Ah, iya, Fuyukawa-san, jangan sampai cedera lagi, ya? Kamu kan 'ace' dari tim basket putri."

"Ah, um, iya, Amamiya-kun."

"Ufufu…" Mizuno-san tertawa lagi sambil meletakkan tangan di depan mulutnya.

"Kenapa Atsuko? Ada yang aneh?"

"Ah, engga, cuma lucu aja liat tingkahmu ke Amamiya, Yukina."

"Eh?" Aku sedikit terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Mizuno-san.

"Lucu kenapa juga?"

"Sebenarnya aku juga sepikiran dengan Mizuno-san."

"Aku juga."

Bahkan Shimizu-san dan Nazuka-san berpikiran sama seperti Mizuno-san. Mungkin bagi mereka yang sudah mengenal Fuyukawa-san sejak kelas satu, pasti mereka lebih tahu. Terlebih bagi Mizuno-san yang sudah seklub dengan Fuyukawa-san.

"Kamu jadi lebih penurut, Yukina. Kemarin saat kakimu cedera, kamu keras kepala supaya jangan diganti karena masih bisa lanjut."

"Itu karena…"

Saat Fuyukawa-san masih ingin melanjutkan perkataannya, aku memotongnya.

"Beneran begitu."

"Iya, Amamiya. Yukina kadang-kadang keras kepala juga. Ya, pada akhirnya Yukina juga ditarik keluar setelah kami paksa."

"Syukurlah. Kalau Fuyukawa-san tetap ingin bermain, cederanya bisa jadi lebih parah. Jangan terlalu memaksakan diri, Fuyukawa-san."

"Ah, um, baiklah." Fuyukawa-san menjawabnya dengan nada yang pelan.

Tidak lama kemudian, bel berbunyi yang menandakan bahwa pelajaran pertama akan segera dimulai.

Semoga hari ini menjadi hari yang menyenangkan.