webnovel

Kepingan Sayap Memori Penuh Dendam

Mitos mengatakan angka 7 merupakan sebuah angka keberuntungan. Bagi Dina, angka 7 merupakan kesempatan dari Tuhan! Dulunya, Renata yang merupakan sahabat terbaiknya memanipulasi Dina hanya demi seorang pria, Teddy. Tidak berhenti disitu, Renata menjebak Dina dan menjebloskannya ke dalam penjara, lalu menyuruh seseorang untuk membunuh Dina didalam sel yang suram itu. Dina berpikir dia hanya akan berakhir di Neraka dengan beribu penyesalan. Tapi nyatanya Ia terbangun kembali ke 7 tahun lalu, sebelum semua masalah hidupnya dimulai. Kini Dina tidak boleh jatuh kedalam lubang yang sama, Ia harus menyiapkan rencana serangan balik sebelum semuanya terlambat!

Pena_Fiona · Teen
Not enough ratings
424 Chs

Kejutan Saat Memesan Makanan

Setelah mengatakan itu, nafsu Teddy Permana yang mendominasi sangat berlebihan dibandingkan dengan hati-hati. Ciumannya sedikit kasar, sangat kuat.

Dina Baskoro tidak punya waktu untuk bereaksi, jadi dia berbalik dan Teddy Permana menekan Dina dengan sangat keras di meja, dan nafas yang penuh nafsu itu terdengar naik turun.

Meskipun Dina Baskoro bingung, dia tidak menolaknya dan mulai menanggapi dengan antusias.

Tanpa sadar tangan Teddy Permana sudah menempel di dada Dina Baskoro. Pegangannya tidak keras atau pelan, tetapi cukup untuk merangsang Dina Baskoro. Dina Baskoro tidak bisa menahannya lagi, lalu dia mendesah dengan suara pelan.

_ _ _ _ _ _

Mereka berdua sedikit bingung untuk beberapa saat, nafas mereka menjadi lebih cepat, dan tangan mereka terasa pegal.

Lalu tiba-tiba, terdengar suara ketukan di pintu.

"Duk duk duk" Setelah beberapa saat terdengar ketukan lagi, orang di luar sepertinya menolak untuk menyerah.

Teddy Permana dan Dina Baskoro tiba-tiba terbangun dan setelah melihat satu sama lain dengan panik, lalu mereka memisahkan diri dari satu sama lain. Kemudian masing-masing duduk dengan tenang.

Teddy Permana baik-baik saja tetapi Dina Baskoro tidak. Kancing depannya yang terbuka beberapa kali membuat wajahnya memerah.

Melihat Dina seperti itu, Teddy Permana berbisik, "Betulkan pakaianmu dan baca bukumu."

Setelah berbicara, Teddy mengatur nafasnya, membetulkan dasinya, menarik napas dalam-dalam dan akhirnya menenangkan diri sepenuhnya.

Di sampingnya wajah Dina Baskoro penuh dengan ketidakpuasan, dan dia terus bergumam di dalam hatinya dengan kesal.

Dina dan Teddy Permana akhirnya memiliki kesempatan seperti itu untuk meningkatkan hubungan mereka dan terputus seperti ini, sayang sekali.

Setelah mereka berdua membetulkan penampilan masing-masing, Teddy Permana kembali ke meja dan Dina Baskoro juga menundukkan kepalanya dan mulai membaca bukunya lagi.

Kemudian Teddy Permana dengan santai menjawab, "Masuk."

Rahmi membuka pintu kantor setelah mendengar Teddy menjawab dan kemudian masuk dengan membawa salinan dokumen dan mengangguk pada Teddy Permana. , "Pak Teddy"

Begitu mengatakan itu, Rahmi merasa seperti sedang ditatap seseorang. Seluruh tubuhnya merinding dan merasa tatapan itu seperti pisau tajam yang ingin memotong dirinya hidup-hidup.

Lalu Rahmi menyadari tatapan itu, orang yang menatapnya adalah Dina Baskoro yang sedang duduk di depan meja Teddy Permana.

Rahmi terkejut sejenak dan berkata pada dirinya sendiri mungkin dia telah melakukan kesalahan lagi, yang menyebabkan Dina menatapnya seperti ini. Saat Rahmi memikirkan hal itu, Rahmi merasakan bulu kuduknya berdiri dan merinding mulai naik.

Untungnya, pada saat itu, Teddy Permana memandang Rahmi, dan bertanya,"Ada apa?"

Rahmi menghela nafas, mengambil dokumen di tangannya dan berjalan ke depan dan menyerahkannya kepada Teddy Permana, "Pak Teddy, ini adalah rencana proyek yang baru saja dikeluarkan oleh departemen sipil. Setelah menyetujuinya, Anda harus menandatanganinya."

Teddy Permana diam saja lalu mengangguk sedikit.

"Kalau begitu saya akan keluar dulu." Rahmi selesai berbicara dan berbalik untuk keluar dan menutup pintu.

Melihat Rahmi akhirnya pergi, Dina Baskoro merasa lega dan memandang Teddy Permana dengan penuh semangat, berharap untuk melanjutkan apa yang belum mereka lakukan tadi.

Namun, Teddy Permana memiliki wajah yang terlalu tenang dan tidak terlihat ekspresi apapun di wajahnya, seolah hal-hal yang terjadi barusan tidak pernah terjadi.

Melihat file di tangannya, Teddy bahkan tidak melihat Dina Baskoro. Dina Baskoro akhirnya mengerti jika Teddy jelas tidak ingin melanjutkan lagi.

Karena Teddy Permana tidak mau, Dina Baskoro tidak punya pilihan selain menyerah, tetapi masih mendengus tidak puas. Dan berusaha menyampaikan perasaan itu pada Teddy Permana.

Tetapi Teddy Permana masih tidak menanggapi, jadi Dina Baskoro tidak punya pilihan selain menundukkan kepalanya dan melanjutkan belajar.

...

Siang hari itu, Rahmi datang lagi dan memberi tahu Teddy bahwa ada pertemuan penting yang akan diadakan sebentar lagi.

Teddy Permana melirik Dina Baskoro, sedikit tidak berdaya, "Aku ada rapat, aku tidak bisa menemanimu makan siang, kamu bisa pergi makan sendiri jika sudah lapar."

Setelah berbicara, Teddy berbalik dan mengikuti Rahmi berjalan menuju ke ruang rapat.

Dina Baskoro bergumam di dalam hatinya karena kesal. Namun, bukan hal yang mengherankan karena Teddy Permana memang pasti lebih mementingkan pekerjaan perusahaan.

Tapi tiba-tiba Dina terlihat memikirkan sesuatu, dan tidak lama mata Dina Baskoro tiba-tiba berbinar, "Karena kamu tidak bisa menemaniku makan, lebih baik aku pergi berbelanja makanan untuk kita makan bersama nanti."

Ide yang bagus! Dina Baskoro diam-diam memuji dirinya sendiri di dalam hatinya, lalu turun sendirian.

Namun, siapa sangka ketika Dina masuk ke restoran terdekat, dia secara tak sengaja bertemu dengan Budi Gumelar.

Budi Gumelar mengenakan pakaian kasual warna abu-abu, berdiri tidak jauh sambil melihat sekeliling, seolah menunggu sesuatu.

Dina Baskoro merasa tidak beruntung dan berteriak di dalam hatinya, "Bagaimana bisa aku bertemu dengannya di sini?" Kemudian, menutupi separuh wajahnya dengan tangan.

Dina kemudian memesan makanan, lalu menunggu di tempat duduk, menunggu pelayan mengemas makanan pesanannya.

Dina berpikir bahwa selama dia tidak memprovokasi Budi Gumelar, Budi tidak akan melihat dirinya disitu, jadi Dina berusaha untuk menghindarinya.

Namun, Budi Gumelar sepertinya tahu bahwa Dina ada di sini. Dina melihat sekilas, dan Budi juga melihatnya, Budi mulai berjalan mendekati Dina.

"Dina Baskoro, kamu ternyata ada di sini. Apakah kamu sudah makan? Kebetulan, kenapa kita tidak makan bersama sekarang?"Kata Budi Gumelar dengan murah hati, dan tiba-tiba duduk di depan Dina Baskoro, wajahnya berpura-pura menjadi seorang pria sejati.

Sebenarnya Budi Gumelar adalah orang yang baik dan sangat lembut, setidaknya itu membuat orang merasa sangat sopan saat bertemu dengannya, jika saja Dina Baskoro tidak dihasut oleh Renata Sanjaya, mungkin ceritanya bisa berbeda.

Tapi sekarang berbeda, meskipun dia memiliki penampilan yang lembut, Dina sudah terlanjur tidak suka.

Dina Baskoro tahu bahwa Budi Gumelar dan Renata Sanjaya adalah orang yang sama. Di permukaan mereka tampak tidak berbahaya bagi orang lain, padahal kenyataannya mereka benar-benar bisa memakanmu hidup-hidup.

Memikirkan hal itu, Dina Baskoro merasa jijik di perutnya, dan buru-buru melambaikan tangannya, "Tidak, terima kasih."

"Dina Baskoro, kamu jangan begitu. Kita sudah saling kenal begitu lama, tapi tidak pernah benar-benar akrab. Biarkan aku mentraktirmu makan "Setelah Budi Gumelar selesai berbicara, dia mengangkat tangannya untuk memanggil pelayan untuk memesan, tapi lengannya terhenti.

Dina Baskoro menggelengkan kepalanya, masih dengan tegas menolak, "Budi Gumelar, terima kasih atas tawaranmu, tetapi aku sedang tidak nafsu makan. Jadi aku hanya mengemas sedikit makanan dan kembali."

Dina Baskoro tidak ingin dekat dengan Budi Gumelar. Oleh karena itu, sikapnya terhadap Budi sangat dingin dan tidak bisa lebih dingin lagi.

Tanpa diduga Budi Gumelar keliru mengartikan Dina Baskoro sedang bermain-main dengannya, menganggap Dina Baskoro sedang jual mahal!

Berpikir tentang itu, Budi Gumelar mendekatkan tubuhnya dan memegang tangan Dina Baskoro dengan penuh kasih sayang.

"Dina Baskoro, aku akui bahwa aku pernah menolakmu sebelumnya, dan aku minta maaf. Tapi hari ini, aku hanya ingin mentraktirmu makan, dan cuacanya hari ini juga sangat bagus. Jadi setelah makan kita bisa pergi jalan-jalan bersama. Oke? "

"Apanya yang bagus? Menolak siapa?!" Dina Baskoro benar-benar merasakan perasaan jijik mengalir ke dalam hatinya saat Budi Gumelar memegang tangannya itu.