webnovel

Kepingan Sayap Memori Penuh Dendam

Mitos mengatakan angka 7 merupakan sebuah angka keberuntungan. Bagi Dina, angka 7 merupakan kesempatan dari Tuhan! Dulunya, Renata yang merupakan sahabat terbaiknya memanipulasi Dina hanya demi seorang pria, Teddy. Tidak berhenti disitu, Renata menjebak Dina dan menjebloskannya ke dalam penjara, lalu menyuruh seseorang untuk membunuh Dina didalam sel yang suram itu. Dina berpikir dia hanya akan berakhir di Neraka dengan beribu penyesalan. Tapi nyatanya Ia terbangun kembali ke 7 tahun lalu, sebelum semua masalah hidupnya dimulai. Kini Dina tidak boleh jatuh kedalam lubang yang sama, Ia harus menyiapkan rencana serangan balik sebelum semuanya terlambat!

Pena_Fiona · Teen
Not enough ratings
424 Chs

Akhirnya Lebih Memilih Pulang Daripada Tinggal Di Rumah Sakit

Teddy Permana sedang mengenakan jaket hitam saat itu. Dan juga sebenarnya, dia berencana untuk tidur di kantor malam ini, tetapi dia tidak bisa tidur.

Memikirkan Dina Baskoro saat pulang tadi dibawah hujan lebat, Teddy Permana merasa sedikit tidak nyaman. Pada akhirnya, Teddy tidak bisa menahan diri dan berkendara kembali di tengah malam.

Setelah memasuki pintu, Teddy Permana menyerahkan payung kepada pembantu, lalu berjalan ke atas.

Dan di saat yang sama Mbak Tiwi sedang bergegas turun dari lantai atas, melihat Teddy Permana yang baru datang.

Teddy Permana melihat ekspresi panik di wajah Tiwi lalu bertanya, "Apa yang terjadi?"

Mbak Tiwi buru-buru berkata, "Pak Teddy, aku tidak menyangka anda pulang malam ini, tadi Bu Dina pulang kehujanan dan sekarang dia sedang demam tinggi. Saya ingin menelpon dokter!"

Setelah berbicara, Mbak Tiwi bergegas ke ruang tamu dan menelepon dokter.

Setelah mendengar berita itu, Teddy Permana merasa sesak dan berlari ke atas dengan cepat.

Ketika dia tiba di kamar, Teddy Permana menemukan bahwa wajah Dina Baskoro sudah memerah tidak normal saat ini.

Selain itu, Dina juga berkeringat sangat banyak dan tampak gelisah, seolah-olah terjebak dalam mimpi buruk yang sangat menakutkan.

"Dina Baskoro! Dina Baskoro!" Teddy Permana mendorongnya mencoba membangunkannya dan tiba-tiba menyadari bahwa Dina benar-benar menderita demam tinggi.

Bagaimana ini!

Teddy Permana lalu langsung memeluk Dina Baskoro dan menggendongnya lalu berlari ke bawah dengan cepat.

Mbak Tiwi melihat Teddy Permana menggendong Dina saat itu, dan mendengar Teddy berkata dengan tegas, "Mbak Tiwi, ikut aku ke rumah sakit sekarang!"

Kemudian mereka buru-buru masuk ke dalam mobil dan berangkat ke rumah sakit.

Meskipun hujan Teddy Permana memacu mobil dengan sangat cepat.

Mbak Tiwi yang duduk di dalam mobil, tidak bisa melihat jalanan di luar karena hujan sangat deras, membuatnya sangat khawatir.

"Pak Teddy, cobalah untuk mengemudi lebih lambat"

Teddy Permana tidak bisa mendengar ucapan Mbak Tiwi, karena fokus pada jalanan.

Dan mereka tiba di rumah sakit dalam waktu kurang dari lima menit.

Setelah turun dari mobil, Teddy Permana membawa Dina Baskoro dan langsung menuju ruang gawat darurat. Perawat yang sedang bertugas melihat mereka datang dan segera membantu.

Dengan cepat beberapa perawat memberikan Dina Baskoro obat penurun demam, tetapi situasinya masih belum membaik. Dokter sampai harus memberikan suntikan obat penenang padanya dan Dina Baskoro akhirnya tenang.

Satu jam kemudian, demam Dina Baskoro akhirnya mereda, dan ekspresinya akhirnya tenang. Teddy Permana dan Mbak Tiwi yang sedang menunggu dan memperhatikan dari pojok kamar akhirnya menarik napas lega.

Namun, melihat Dina Baskoro di tempat tidur, Teddy Permana tidak bisa menahan perasaan bersalahnya untuk beberapa saat. Dia sangat menyalahkan dirinya sendiri.

Jika saja saat itu dia meminta Rahmi untuk mengatakan yang sebenarnya pada Dina Baskoro, hal seperti ini tidak akan terjadi.

Tapi dia tidak melakukan itu dan membiarkan ini semua terjadi...

...

Langit diluar semakin cerah.

Dina Baskoro perlahan bangun dan membuka matanya. Dia melihat langit-langit ruangan yang putih bersih, memikirkan dia sedang berada di mana saat itu dan ketika dia menoleh, dia melihat Teddy Permana tidur bersandar di sofa.

Sinar matahari di luar jendela masuk jatuh ke wajah Teddy Permana, membuatnya terlihat sangat pendiam dan lembut.

Semuanya terlihat seperti gambar yang indah, Dina Baskoro menatapnya dan sudut mulutnya tersenyum.

Kemudian Dina Baskoro mencoba untuk bangun, tetapi seluruh tubuhnya terasa lemah dan sakit. Dina Baskoro tidak bisa menahan sakitnya dan menjerit, membuat Teddy Permana terbangun mendengar jeritannya.

Melihat Dina Baskoro bangun, Teddy Permana sedikit gugup. Dia melangkah maju dan bertanya dengan khawatir, "Bagaimana perasaanmu sekarang? Apakah sudah lebih baik?"

Dina Baskoro berbisik pelan, "Sudah jauh lebih baik, tapi aku merasa lemah. Teddy, bisakah kamu membantuku duduk?" Teddy Permana merasa malu dan tentu saja tidak akan menolak. Teddy lalu menopang bahu Dina dengan kedua tangan dan membantunya untuk duduk.

Tanpa diduga, Dina Baskoro tiba-tiba bersandar di pelukannya. Membuat Teddy Permana terkejut.

Dina Baskoro lalu mengangkat kepalanya dengan polos dan melihat wajahnya yang tampan dan berkata dengan gembira , "Hei, mengapa kamu tidak menghindariku?"

Teddy Permana mencoba menahan diri untuk tidak terkejut, tetapi mata Dina Baskoro sangat teliti. Jelas melihat semuanya.

Intuisi seorang wanita selalu bisa akurat tanpa bisa dijelaskan.

Selama beberapa hari terakhir, Teddy Permana telah menghindarinya dan tidak mungkin Dina Baskoro tidak merasakannya?

Teddy Permana ingin bersembunyi, tapi sebenarnya dia ingin Dina Baskoro untuk menemukannya!

Melihat Dina Baskoro menatapnya saat itu, Teddy Permana tahu bahwa dia sudah hampir pulih, dan tiba-tiba kembali ke sikap dinginnya.

"Karena kesehatanmu masih tidak baik, berbaring saja di sini dan istirahatlah dulu." Teddy Permana lalu mendorongnya kembali ke tempat tidur tanpa ragu. Lalu dia berbalik untuk pergi.

Kejadian seperti itu terulang lagi dan lagi, terjadi terus menerus. Dia hanya pergi tanpa mengatakan apa-apa dengan jelas. Dina Baskoro tidak bisa menahan perasaan marahnya dan mengulurkan tangan untuk meraih tangan Teddy.

"Teddy, bisakah kamu mengatakan sesuatu dengan jelas di antara kita? Sampai hari ini, aku tidak tahu mengapa kamu marah padaku. Kesalahan apa yang aku lakukan?" Dina Baskoro menatapnya dan bersikeras, "Jika memang apa yang aku lakukan salah, kamu harus memberitahu ku agar aku bisa mengubahnya, tetapi kamu selalu tiba-tiba pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun."

Teddy Permana tiba-tiba tersenyum pahit ketika mendengar ucapan Dina Baskoro.

Teddy menarik tangannya tiba-tiba dan berkata, "Tidak perlu, sebenarnya, kamu tidak melakukan kesalahan apa pun."

Dan dalam hati melanjutkan, "Kamu sama saja seperti yang lain…"

Kalimat terakhir terlalu kejam, dan Teddy Permana tidak bisa mengatakannya untuk sementara waktu.

"Tapi harus kuakui, apa salahnya menyukai seseorang? Dia baru saja memberikan kasih sayangnya kepada seorang pria bernama Budi Gumelar. Sama seperti diriku dulu saat aku menyerahkan segalanya di hatiku padanya."

Kemudian, Teddy Permana kembali ke ketidakpeduliannya lagi, dan berkata dengan hampa, "Kamu beristirahatlah dulu di sini, Mbak Tiwi akan datang dan menemanimu disini."

Setelah mengatakan itu, Teddy Permana berbalik dan pergi keluar kamar.

Dina Baskoro memandangnya dari belakang, berusaha menahan tetapi tidak berdaya, dan akhirnya merasakan rasa frustasi yang mendalam di hatinya.

"Kenapa aku mengacaukannya lagi? Apa yang sebenarnya yang dipikirkan Teddy Permana di dalam hatinya? Mengapa aku tidak bisa menebak sama sekali…"

...

Beberapa saat setelah Teddy Permana pergi, Mbak Tiwi datang dengan membawa beberapa makanan ringan.

Setelah makan sedikit dan mengisi perutnya, Dina Baskoro merasa lebih baik dan tidak ingin tinggal di rumah sakit lagi, jadi dia minta untuk pulang.

Mbak Tiwi sedikit cemas mendengar permintaan itu, "Bu Dina, kondisi fisikmu masih tidak terlalu baik, tinggal lah dulu disini untuk beberapa hari?"

Dina Baskoro menggelengkan kepalanya, "Aku tidak mau di sini, aku mau pulang saja."

Mbak Tiwi mengangguk dan kemudian bertanya kepada dokter apakah dia boleh pulang.

Dokter kemudian memeriksa Dina Baskoro dan setelah memastikan bahwa dia sudah cukup sehat untuk pulang, Dokter mengizinkannya.

Kemudian, Mbak Tiwi mengurus administrasi rumah sakit dan mereka pulang.

Karena demam tinggi dan kelelahan, Dina Baskoro tidak ke kampus hari itu. Dan yang dia tidak tahu adalah bahwa kampus hari itu benar-benar kacau.