webnovel

#5 Selamat tinggal

Sachie duduk termenung didepan sebuah mini market, dengan satu cup kopi panas di hadapannya. Matanya sembab bekas menangis tadi. Nafasnya masih terisak-isak. Sungguh diluar dugaannya, hari yang tadinya paling ia nantikan menjadi hari terburuk dalam hidupnya.

Sesekali ia meminum kopinya dan kembali melamun. Pandangannya kosong, tak ada yang ia inginkan saat ini selain terdiam.

Cukup lama ia terduduk ditempat itu. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk kembali kerumah, dan berharap kedua orangtuanya tidak akan menanyakan kenapa matanya sembab.

Sesampainya didepan rumah, tak terlihat seorangpun ada disana. Sepertinya keluarga Sachie sedang tidak berada dirumah. Ia pun melangkahkan kakinya menuju pintu dan membuka kunci.

'Krek' pintu dibuka. Baru saja Sachie melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah dan berbalik untuk menutup pintu, betapa terkejutnya dia, Bagas kini sudah berada dihadapannya. Tepat didepan pintu.

"Maaf." Satu kata itu terucap dari mulut Bagas. Sambil menahan pintu agar tak ditutup oleh Sachie dengan wajah yang tertunduk menyesal.

"Gak ada lagi yang perlu dimaafkan. Sudah jelas semuanya. Aku sudah tau siapa aku dimatamu sekarang." Jawab Sachie ketus sambil berusaha menutup pintu.

Seketika Bagas langsung memeluk tubuh Sachie, hingga Sachie tak dapat berkutik lagi. Hatinya luluh.

Lalu merekapun melanjutkan pembicaraan di ruang tengah. Saat itu Bagas hanya terus menunduk, seperti ada kata yang ingin ia ucapkan namun sulit.

"Sekarang apa?" Tanya Sachie memecah sunyi diruangan itu.

"Sekarang aku minta maaf untuk semuanya. Maaf untuk kebohonganku selama ini." Jawab Bagas dengan suara bergetar.

"Kebohongan?" Satu kata itu mengejutkan Sachie.

"Jadi selama ini Bagas berbohong padaku? Berbohong apa? Apa lagi ini? " Sachie bertanya-tanya dalam hati.

"Iya, maaf. Sebenarnya Reva itu bukan cuma asistenku. Dia juga pacarku."

Seketika Sachie seperti disambar petir. Belum hilang rasa sakitnya tadi, kini ia menemukan kenyataan yang lebih pahit. Jadi selama ini Bagas sudah menghianatinya?

"Oh. Selamat ya. Dan selamat tinggal." Ucap Sachie mencoba tegar sambil tersenyum menahan airmata yang sudah menggenang disudut matanya.

"Cuma itu?" Bagas bertanya heran. Mungkin karena tidak ada sedikitpun raut menyesal diwajah Sachie.

"Terus apa lagi? Kamu mau aku nangis-nangis mohon sama kamu? Atau mungkin aku terima kamu duain?" Kini emosi Sachie memuncak.

"Ya ngga gitu juga. Tapi kenapa semudah itu kamu bilang selamat tinggal?"

"Oh tentu sangat mudah. Semudah kamu waktu berfikir untuk duain aku!"

Ucapan itu membuat Bagas terdiam dan meninggalkan Sachie. Tidak ada kata-kata perpisahan saat itu. Bagas pun pergi menjauhi rumah Sachie, sedangkan Sachie masih terduduk diruang tengah sambil menangis terisak. Ia sama sekali tak ingin melihat kepergian Bagas, karena ia tahu ini pasti yang terakhir. Entah apa yang difikirkan Bagas saat ini, menyesalkah? Ataukah dia marah dengan ucapan Sachie?

Yang pasti saat ini mereka berpisah. Berpisah tanpa kejelasan yang pasti. Berpisah saat Sachie masih sangat mencintai Bagas. Dan hari ini adalah hari paling luka untuk Sachie. Tissue bertebaran dimana-mana, menghapus airmatanya yang tak berhenti mengalir.

Masih bersambung panjang...

Stay tuned 😍