webnovel

Bos baru

"Pak ini proposal yang bapak minta." Raya menyerahkan proposal tender yang dia minta, dia mengambilnya dari tangan Raya, dan mengacuhkan Raya. Raya keluar dari ruangan bos nyebelin itu dan duduk di samping Siska, sejak perusahaan di ganti bosnya Raya malas masuk keruangan itu.

"Kenapa?"Siska menoleh kearah Raya, terus tertawa kecil melihat muka Raya yang kusut.

"Tuh si bos irit ngomong." Raya duduk sambil manyun, lalu meneguk kopi yang ada di mejanya,

"Bosmah bebas kali Ray..." memang iya sih, Raya siapa? Raya jadi malu sendiri mengingat Raya cuma pegawai kecil, tapi Raya membandingkan sama bos yang lama, karna bos yang sebelumnya sangat ramah terhadap karyawannya jadi wajar Raya kurang nyaman, tapi demi menghidupi Natan dan mama, Raya tetap mempertahankannya karna Raya tau mencari pekerjaan baru sulit.

Raya tersenyum kecut dan melanjutkan pekerjaan yang tertunda.

Jam 4 sore Raya mengemasi barangnya dan keluar dari kantor menuju hotel, sebenarnya Raya kerja cuma hari sabtu dan minggu saja, di saat kantor sedang libur, selain di hotel Raya juga sesekali nyanyi di cafe, tapi hari ini Yuni meminta Raya menggantikannya karna ada urusan keluarga, tentu saja Raya tidak pernah menolaknya karena itu akan menambah isi dompetnya.

"Raya tolong antarkan tamu kita kekamarnya!" perintah itu hampir setiap 30 menit sekali terdengar di telinga Raya. Raya tersenyum dan melangkah menemui tamu dan mengantarkan kekamarnya.

"Mari Tuan silahkan!" Raya ambil alih bawaan tamunya dan berjalan di belakangnya setelah sampai Raya membuka pintu kamar, menyalakan lampu dan menaruh barang bawaannya dengan rapih

"Selamat beristirahat Tuan..." Suara yang keluar dari mulut Raya sebelum meninggalkan kamar.

Raya baru saja turun dari lantai 6 keluar lift dan perintah itu terdengar lagi.

"Ada yang checkout Raya,tolong bersihkan kamarnya!" Raya hanya mengangguk, mengambil peralatan dan membersihkannya, dari ganti sprei, membersihkan sampah, menyedot debu, juga membersihkan kamar mandinya,

"Ini lebih baik daripada membersihkan kamar hotel yang ada tamunya." gumam Raya, keringatnya bercucuran karena semua ini memerlukan tenaga extra,

lelah pasti iya tapi, inilah yang harus Raya lakukan karna gaji dari kantor tidak cukup untuk menghidupi Mama dan Natan, untuk beli susu dan pampres Natan aja Raya sudah kalangkabut, beruntung badannya tidak manja dan selalu sehat jadi tidak bermasalah jika waktu istirahatnya sedikit, Raya hanya rutin minum vitamin untuk menjaga staminanya.

Jam 23.00, Raya baru keluar dari hotel dan pulang kerumah, menyusuri malam yang dingin menusuk tulang, tentu saja matanya lengket seperti di lem, Raya membuka pintu rumah dengan kunci cadangan karna di atas jam 9 malam pintu rumah udah mama Renata kunci , Raya membuka kamar Natan dia sudah tertidur lelap di pelukan Mama Renata, Raya tutup kembali pintunya lalu Raya masuk kamar untuk mandi, setelah badannya segar dan mengenakan baju Raya naik ketempat tidur dan segera memejamkan matanya karna besoknya Raya harus bekerja lagi, jujur meluangkan waktu untuk Natan dan Mama hampir tidak ada kecuali tanggal merah, awalnya Mama protes tapi akhirnya Mama ngerti semua ini karna kebutuhan.

"Pagi Mam..." sapa Raya ketika melihat Mama di dapur sedang mempersiapkan sarapan,

mama Renata hanya tersenyum

"Tadi malam kerja di hotel Ray?"

"Iya mam, temen Raya ada kepentingan keluarga jadi Raya yang gantiin."

"Jaga kesehatanmu!" hanya itu yang keluar dari mulut Mama Renata, Raya hanya mengangguk, Raya melangkah masuk kekamar Natan terlihat Natan yang masih tertidur pulas, Raya kecup keningnya lalu pamitan sama Mama Renata.

"Raya pergi dulu ya mam." mama Renata mengangguk.

Raya menyalakan motor bututnya dan berangkat ke kantor.

"Pagi Sis..." Raya menyapa Siska lalu duduk di samping mejanya dan mulai bekerja. tidak lama bosnya lewat dan meyuruh Raya masuk ke ruangannya.

Raya segera berdiri dan mengikuti si bos,

"Ray... temenin saya meninjau lokasi proyek!"

"Baik pak!"Raya bereskan dokumen yang diperlukan dan berangkat, tidak7 banyak yang keluar dari mulut pak bos baru ini, waktu di area proyek hanya ngomong jika perlu sisanya diam, Raya juga diam karna diam jauhlebih baik. saat perjalanan menuju kantor mobil berhenti di tempat makan.

"Makan siang dulu Ray..." Raya cuma mengangguk dan mengikutinya, setelah memesan menu Raya makan dengan diam, Bos Raya cuma sesekali melirik Raya tapi tak mengatakan apa-apa, makan selesai dan mereka balik kekantor.

"Ray... gimana seneng jalan sama si bos?" Raya tersenyum kecut

"Si bos diem aja, aku juga diem 1 jam sama dia kaya 1 tahun eee... Ralat 1 Abad." Siska tertawa mengejek Raya

"Derita mu...." Raya hanya diam dan meneruskan pekerjaannya yang masih menumpuk menyerupai gunung,

Jam 6 sore Raya sudah sampai di rumah di sambut Natan dengan gembira,

"mama..." suara itu membuat Raya selalu kangen sama dia apalagi melihat mukanya yang lucu membuat lelah Raya hilang.

"Atan nya mainan balu ma..." Dia menunjukan mobil- mobilan yang dibelikan Raya kemaren sambil mendorong- dorongnya kesana kemari ngobrol sama mainan yang lainnya tapi pake bahasa plenet alias Raya juga kadang tidak mengerti.

"Susu Natan habis Ray..." Mama duduk di sebelah Raya.

"Baik Ma, setelah mandi Raya beli di supermarket depan komplek." Raya menatap Mamanya, hanya mama yang Raya punya sekarang.

"Makasih Mam, udah menjaga Natan dengan baik."

"Mama akan ada untuk kalian selama mama masih hidup, menjaga Natan sangat menyenangkan, mama juga jadi tidak mikirin apa- apa kecuali Natan." Raya peluk mamanya, dan air mata Raya jatuh tanpa sengaja.

" Ma'afin Raya mam, yang selalu jadi beban mama, dan maaf gara- gara Raya mama harus menanggung malu." Raya tertunduk malu,

"Kejadian itu sudah berlalu, anggap aja sebagai pelajaran dan agar kamu lebih hati -hati kedepannya dan sekarang mama tau kamu udah melakukan yang terbaik untuk mama dan Natan, mama udah bahagia tapi, mama berharap kamu bisa melanjutkan hidupmu dan memiliki pasangan."

"Iya mam itu tidak akan terulang lagi, tapi untuk memiliki pasangan Raya tidak janji."Mama mengelus rambut Raya dengan lembut dan mengusap air matanya ketika Natan melihat mereka, Rayapun sama cepat menghapusnya...

"Mama, Nenek kok Lais?" maksud Natan menangis. mereka serempak menggeleng dan tersenyum, muka Natan sedikit bingung tapi diam dan mulai sibuk lagi main.

"Raya mandi dulu mam, trus ke depan beli susu." mama Renata mengangguk

Raya mengambil keranjang 5 mengambil susu Natan, cemilannya dan memberi keperluan yang lain, saat Raya mengambil nugget, tangan yang lain menariknnya hingga Raya menatap mukanya.

"Bos..." Raya melepaskan Nuggetnya dan mengambil yang lain. Dia hanya tersenyum dan pergi meninggalkan Raya.

"Bos aneh... ngalah atau lepasin nuggetnya atau paling tidak bilang sesuatu... sama aku, eeeh ... Ngarep aku... Ganteng tapi sombong..." Raya menggerutu sendiri,

Setelah membayar di kasir Raya keluar meninggalkan supermarket dan pulang tapi sebelumnya Raya mampir beli sate buat makan malam.

Setelah makan malam, Raya menghempaskan badannya di tempat tidur terasa remuk semua tulang Raya mengingat kerja Raya akhir- akhir ini Over time.

tapi lumayan pemasukan lebih banyak, karna tidak bisa tidur, Raya buka jendela kamar dan memandang taman komplek, duduk di jendela memeluk kakinya yang ditekuk .... setelah kejadian itu, tidak ada yang lebih indah selain Natan dan Mama Renata, Raya tidak berharap banyak untuk mendapatkan kebahagiaan yang lain, melihat mereka tersenyum itu sudah lebih dari cukup, Papa Herlambang... entah dimana sekarang, semenjak ketahuan memiliki wanita simpanan dia menceraikan mama dan menikah dengannya, sejak itu, tidak pernah sekalipun menemui mereka Dan Natan... Papa Herlambang tidak pernah tahu kalau Raya punya Natan,

Rayapun tidak pernah berharap untuk bertmu Papanya, karna bertemu dengannya membuat dada Raya sesak, teringat kembali kejadian menyedihkan itu, semuanya hancur termasuk hidup Raya, karna Papanyalah yang membuat Raya kehilangan semuanya, kadang Raya frustasi dengan semua ini, tapi apa yang bisa Raya perbaiki selain menjalani,

Angin menerpa tubuh Raya hingga akhirnya rasa mengantuk datang Raya menutup jendela dan tidur.

Next chapter