webnovel

Kembali Hidup Untuknya : Malaikat Pelindung Sang Pilot

Enak ya kalau bisa terlahir kembali dengan segala pengetahuan dari masa lalu? Tapi kata siapa kesempatan emas itu gratis? Fira Setiawan terlahir kembali dengan sebuah peringatan… “ Tetaplah bersama Ardi… Kalau tidak kau akan mati!” Sekarang Fira harus terus berada di sisi Ardi, pacar gelapnya dimasa lalu. Kalau tidak… Nyawa Fira sendiri yang jadi taruhan! Fira tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini untuk mengatasi berbagai macam masalah yang tak bisa dia atasi sebelumnya. Di hari pertama Ia terbangun, Fira tahu bahwa dalam waktu dekat, nyawa Ardi bakalan terancam! Fira Harus bergegas! Kalau Ardi terbunuh, akankah Fira harus bersatu dengannya dalam kematian? Apakah hidup keduanya ini akan berakhir dengan begitu cepatnya?!

Felysainesgiania · Teen
Not enough ratings
421 Chs

Aku hanya ingin membuatnya tampak bodoh

Indra berkata dengan acuh tak acuh "Ayo, sebaiknya kita pergi juga."

Indra tidak bermaksud menanyakan apa yang sedang terjadi dan karenanya Lulu tak bisa menceritakan kalau itu memang ada hubungannya dengan Fira.

Lulu hanya bertanya-tanya kenapa sepertinya Fira sudah berubah?

Yang paling ditakutinya adalah Fira masuk ke jurusan seni musik bersamanya. Dia takut kalau dia akan berada dibawah bayang-bayang cahaya Fira. Dia bermaksud meminta Fira bekerja saja setelah lulus SMA. Dia sudah melakukannya tapi entah kenapa Fira masih ada disini.

Di depan ruang ujian, Fira dengan cermat memeriksa nomer peserta dan nama siswa di dalam papan yang ada disana.

Dia hanya memilih satu sekolah musik, Institut Musik Pusat dan dia bertekad untuk diterima disana.

Pilihan pertama Ratih adalah Institut Kesenian Jakarta, pilihan keduanya adalah Institut Seni Indonesia Yogyakarta dan pilihan ketiganya adalah Sekolah Tinggi Seni Musik Bandung.

Peluangnya untuk masuk semakin besar di setiap pilihannya karena dia tidak yakin bisa lulus di ujian masuk pertamanya, jadi dia ingin memastikan dia punya peluang untuk lolos.

Fira dan peserta lainnya sedang duduk di sejumlah bangku dekat jendela salah satu ruang kuliah. Pohon besar yang tumbuh disana memberikan naungan yang teduh dibawah teriknya sinar matahari.

Setelah mengisi formulir pendaftaran, dia menunggu Ratih menyelesaikan pengisian formulir pendaftarannya sendiri sampai bosan.

Indra dan Lulu duduk tidak jauh dari sana dan karena bosan maka Fira memandang mereka. Lulu mencondongkan tubuhnya ke dekat Indra dari waktu ke waktu. Senyum dan tingkah lakunya adalah standar yang telah dilatihnya ribuan kali di depan cermin. Dia adalah seorang wanita yang berhati-hati dan sombong.

Fira berpikir, bagaimana mungkin dia bisa menjadi lawan Lulu di hadapan Indra?

Lulu memintanya menulis surat cinta, tapi itu justru membuatnya terlihat bodoh.

Dulu dia sama sekali tidak merasa curiga, tapi sekarang dia tahu bahwa dia telah banyak menderita karena ulah Lulu.

Tiba-tiba saja Indra menoleh ke belakang, seolah dia tahu ada seseorang yang sedang memperhatikannya. Fira tidak memalingkan pandangannya tapi hanya menatapnya dengan santai.

Indra balas menatapnya dua kali, tapi kemudian mengalihkan tatapannya.

Lulu menyadari hal ini dan memandang ke arah Fira. Fira tersenyum simpul ke arahnya.

Lulu merasa takut kalau Indra akan tertarik oleh kecantikannya dan dia berbisik, "Aku benar-benar khawatir dengan hubungan antara Fira dan Paman Rudi."

"Apa yang terjadi pada mereka?"

"Dua hari yang lalu, Fira kembali ke rumah Setiawan dan membuat keributan besar. Paman Rudi marah besar. Aku mencoba meredam kemarahan Paman Rudi. Beliau masih mau mengalah, tapi Fira sama sekali tidak tahu bagaimana harus mengalah. Semuanya jadi sedikit berantakan."

"Memangnya apa yang dia lakukan?"

"Dia datang untuk meminta uang dari Paman Rudi dan jumlahnya adalah dua milyar rupiah. Dia memintanya dengan penuh percaya diri dan ucapannya benar-benar agresif."

Indra tampak merenung lalu menatapnya tanpa ekspresi. Lulu tidak bisa menebak apa yang sedang dia pikirkan.

Lulu memainkan rambutnya dengan santai dan berkata lagi, "Aku tidak bermaksud mengatakan hal-hal buruk tentangnya di belakang punggungnya, tapi sikap Fira hari itu benar-benar tidak terlalu baik."

"Yah, itu ayah kandungnya sendiri jadi kurasa tidak ada salahnya kalau dia meminta uang darinya."

Bibir Lulu gemetar. Indra ini... apa dia... apa dia memihak Fira?

Dia sudah terbiasa mengatur kata-katanya sejak kecil dan kalau dia berusaha menentang Indra kali ini, itu hanya akan memperburuk citra dirinya di hadapan indra. Karenanya dia segera berkata, "Iya, karenanya aku juga membantunya meyakinkan Paman Rudi tapi kelihatannya dia..."

Indra memotong ucapannya dengan acuh tak acuh, "Apa kamu sudah selesai mengisi formulirnya? Sudah kamu serahkan?"

Fira dan Ratih melewati meja mereka. Mata Fira tidak lagi menatap Indra. Setelah melewati semua yang terjadi di sekolah dulu, sekarang dia merasa jauh lebih santai.

Dia hanya ingin mengubah takdirnya sekarang dan mendidik kedua adik laki-lakinya. Cinta memang penting tapi saat ini dia tidak ingin memikirkannya.

***

Dulu, dia selalu makan siang di kantin sekolah. Kemanapun Fira pergi, pasti ada segala macam cemoohan di belakangnya. Mereka semua benar-benar menertawakan surat cintanya.

'Ketika kamu datang ke dunia, kamu bagai matahari. Sudah sepantasnya kamu berjalan bersama kekasihmu, wow, pasti dia terinspirasi oleh puisi klasik.'

'Kamu adalah angin sepoi-sepoi dan cahaya bulan yang cerah di bulan Februari, menerangi kehidupanku yang suram dimana aku tak bisa melihat akhirnya, wow, bakat sastraku bagus sekali, sayang sekali aku tidak ikut berpartisipasi dalam lomba mengarang indah.'

Ejekan itu disertai suara tawa jahat. Tahun itu, berkat surat cintanya pada Indra, dia selalu mendapatkan ejekan setiap kali berjalan di lingkungan sekolah.

Lama kelamaan dia menjadi semakin terbiasa dengan itu.

Kali ini, Ratih meletakkan piring makannya, menggertakkan gigi dan menggeram pada beberapa orang yang masih melakukannya, "Jangan mencampuri urusan orang lain!"

Mereka masih terus mengoloknya dan tertawa tanpa sembunyi-sembunyi.

Fira mencoba menenangkan Ratih, "Sudah, makan saja, makan saja. Untuk apa kamu marah pada orang-orang bodoh itu?"

Ratih memukul meja dengan marah, "Lulu kurang ajar, dan Indra bahkan lebih kurang ajar lagi. Dia tidak menyukaimu, itu boleh saja, tapi kenapa dia harus mempermalukanmu di hadapan seluruh sekolah?"

Fira menyentuh kepalanya dan berkata, "Jangan marah, kehidupan baru masih terbentang di masa depan. Kita tidak perlu marah pada mereka yang tidak layak, oke?"

Ratih masih sangat marah dan dia masih memukul meja.

Untuk mengalihkan perhatiannya, Fira berkata, ��Ratih, kalau ada seseorang yang bertanya padamu baru-baru ini tentang apakah aku menjalin hubungan dengan seorang pria bernama Ardi, katakan saja kamu tahu tapi tidak tahu tentang detilnya, oke?"

Ratih baru saja menyesap kuah supnya dan karena terkejut, hampir saja kuah itu tersembur ke atas meja.

Fira segera mengeluarkan tisu dan Ratih mengambilnya untuk menyeka mulutnya. "Ardi? Aku pernah mendengarnya. Kalau tidak salah dia adalah satu-satunya pewaris dari konsorsium Cokroaminoto, dan dia adalah pria paling tampan di industri penerbangan. Apa kamu dan dia....?"

"Ceritanya panjang dan aku tidak tahu bagaimana harus menjelaskannya. Singkatnya, kalau ada yang bertanya tentang itu, jawab saja seperti yang kukatakan tadi, oke?"

Usai makan, Ratih masih terus bertanya padanya. Fira membeli teh susu di toko dekat sana tapi tidak memberikan penjelasan yang memuaskan terhadap semua pertanyaan Ratih.

Tentu saja dia tidak menceritakan tentang reinkarnasi yang dialaminya. Dia hanya mengatakan bahwa ada suara di benaknya yang berkata, "Kamu harus tinggal bersama Ardi, atau kamu akan mati".

Ratih tampak senang dan matanya bersinar "Ini memang suratan takdir. Aku belum pernah melihat Ardi tapi sepertinya dia memiliki reputasi yang sangat baik di kalangan kelas atas. Pria itu terkenal dingin dan misterius. Dia juga dirumorkan tidak pernah dekat dengan wanita manapun. Kalau kamu punya uang banyak, maka kamu pasti akan melihat bagaimana semua wanita kaya di negeri ini penasaran dengan siapa yang bisa merebut hatinya. Aku sama sekali tidak menyangka kalau peran itu akan jatuh padamu."

Fira justru merasa khawatir, "Hari dimana dia mendapatkan kembali ingatannya akan menjadi hari kehancuranku,"

Ratih menepuk pundaknya, "Mungkin saat itu terjadi, Ardi akan benar-benar jatuh cinta padamu. Jangan panik dulu."

Pukul setengah satu siang, banyak orang sudah berkumpul di dalam auditorium bertingkat setengah lingkaran yang bisa menampung sekitar dua ratus orang.

Hanya ada dua belas siswa dari SMAN 9 yang memenuhi syarat untuk mengikuti wawancara kali ini. Beberapa penguji masih belum datang dan para staf masih sibuk menyiapkan panggung.

Di dekat panggung, Fira melihat Rudi, Tantri dan Aska memasuki auditorium dengan pakaian yang pantas. Mereka duduk di baris ketiga. Sudah jelas bahwa ayahnya datang untuk mendukung Lulu.

Karena ibu Fira sibuk bekerja, dia tidak memberitahu ibunya tentang ujian kali ini jadi tidak ada yang datang untuk memberinya dukungan.

Cahaya lampu di dalam auditorium perlahan meredup dan seorang panitia memanggil namanya, "Fira, kamu mendapatkan nomor urut dua belas, penampilan terakhir."

Fira baru saja akan membalikkan badan ketika dia melihat pintu belakang auditorium terbuka dan seseorang yang familiar memasuki ruangan.